CULTURE

21 Agustus 2023

Isabel dan Alfredo Aquilizan Menyajikan Narasi Terkait Relasi Manusia, Sejarah, dan Geografi


Isabel dan Alfredo Aquilizan Menyajikan Narasi Terkait Relasi Manusia, Sejarah, dan Geografi

photo DOC. Museum MACAN

Sebuah pameran survei besar dipersembahkan oleh Musem MACAN, museum seni modern dan kontemporer terkemuka di Indonesia, yang digelar 24 Juni sampai 8 Oktober mendatang. Bertajuk Somewhere, Elsewhere, Nowhere, pameran karya Isabel dan Alfredo Aquilizan ini menampilkan instalasi berskala besar yang menyoroti tema seputar pembangunan perkotaan, pergerakan manusia, eksplorasi pencarian jati diri, dan bagaimana identitas terbentuk melalui pergerakan manusia. Praktik kolaboratif Aquilizan kerap kali berkisar pada lingkungan rumah dan keluarga, menggabungkan material-material yang mudah ditemukan seperti kardus, kertas, sandal jepit, sikat gigi, selimut, dan kantong plastik. Bagi mereka, material-material ini merupakan medium sederhana yang dapat membangkitkan gagasan mengenai identitas individu, sejarah, perjalanan, dan migrasi.

Maria Isabel Gaudinez-Aquilizan dan Alfredo Juan Aquilizan adalah pasangan suami istri sekaligus rekanan artistik yang telah memamerkan karyanya secara luas di sejumlah pameran besar dan biennial di seluruh dunia. Pasangan perupa asal Filipina ini mulai aktif sebagai perupa sejak akhir 1990-an. Sepanjang praktik kolaboratifnya, Isabel dan Alfredo telah menciptakan karya instalasi berskala besar yang mengedepankan gagasan mengenai rumah dan keluarga, identitas dan kepemilikan, perjalanan dan perpindahan, merasakan kehadiran dalam ketiadaan, dan akumulasi ingatan. Melalui material dan objek yang berasal dari pengalaman pribadi, keduanya mengundang kita untuk masuk ke dalam narasi kompleks yang menghubungkan relasi manusia dengan sejarah dan geografi.

Dream Blanket Project: Project Be-longing (2002–2023).

Apa yang bisa diceritakan dari pameran ‘Somewhere, Elsewhere, Nowhere’?

Alfredo: “Menampilkan karya-karya selama 20 tahun terakhir, pameran ini merupakan hasil proses penciptaan karya perihal aktivitas bepergian dan menyoal kerja sama dengan komunitas. Setiap orang diajak untuk menyelidiki, melakukan refleksi, sekaligus mengajukan pertanyaan mengenai gagasan tentang apa yang mereka lihat di ruang pameran dan di masa depan, termasuk kaitannya dengan konteks sebagai masyarakat Indonesia.”

Kenapa memilih untuk menggunakan material yang mudah ditemukan dalam keseharian seperti sandal jepit, kardus, sikat gigi, dan selimut?

Alfredo: “Saya pikir ini sebuah strategi agar ada keterhubungan dengan objek. Benda-benda sederhana juga menjadi titik masuk untuk mulai melihat dunia dengan perspektif lebih luas. Setiap objek memiliki kisah untuk diceritakan sekaligus menjadi media untuk menyampaikan gagasan, menyebar pengetahuan, dan menciptakan makna.”

Be-longing (2009).

Dalam proses artistiknya, Anda membangun ekologi seni sebagai sistem untuk berinteraksi melalui ikatan sosial. Mengapa Anda memilih metode kolaboratif?

Isabel: “Kami ingin menjadikan seni tidak semata- mata sebagai pencapaian individu. Setiap orang punya kesempatan untuk ambil bagian dan hal ini merupakan konsep pemberdayaan dalam seni. Gagasan dari metode kolaboratif turut menekankan bahwa seni tidak harus sulit dipahami dan semestinya mudah diakses oleh semua orang.”

Alfredo: “Kami ingin mengedepankan gagasan kolektif dalam berkesenian. Alih-alih ‘terkurung’ sendiri dalam studio, saya rasa ada kebutuhan bagi seniman untuk melibatkan diri dengan dunia luas.”

Bagaimana kesan atas terselenggaranya pameran karya 20 tahun praktik kolaboratif di Museum MACAN?

Isabel: “Pameran ini memberi perspektif baru tentang bagaimana kami melihat kehidupan, sesuatu yang telah kami lakukan sejak menciptakan karya di awal-awal karier. Ketika kini melihat semua karya berada di bawah satu atap, ada pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana kami memandang dunia.”

Wings Baanan Series #5 – Baby Wings (2021).

Anda berdua merupakan pasangan, baik di dunia seni dan kehidupan sehari-hari. Bagaimana pengaruh hal tersebut terhadap pengalaman berkesenian Anda berdua?

Alfredo: “Sebagai suami istri dengan lima orang anak, saya rasa kami tidak pernah bisa memisahkan kehidupan atau urusan rumah tangga dengan praktik berkesenian. Upaya kolaboratif selalu terjadi ketika kami berdua melihat situasi, menghadapi masalah, termasuk apa yang terjadi di ranah domestik.”

Isabel: “Menjadi suami istri memberi kesempatan untuk tidak hanya bekerja sama secara kolaboratif dan ‘memperpanjang’ kehidupan sehari-hari melalui cara yang kreatif, tapi juga dengan cara-cara yang berarti sehingga hidup menjadi lebih ‘kaya’.”

Selain sebagai seniman, Anda juga seorang ibu. Apa dampak dari menjadi ibu terhadap perjalanan Anda?

Isabel: “Menjadi ibu merupakan peristiwa penting yang tidak akan terpisah dari apa yang perempuan lakukan dalam hidupnya. Ada gagasan mengenai pola pengasuhan dengan cara merawat kehidupan, dan sifat khas perempuan itu akhirnya diperluas dalam bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekitar, termasuk dalam perjalanan berkesenian. Tak hanya dengan dirinya sendiri, perempuan juga punya kepekaan terhadap keluarga dan masyarakat.”

In-Habit: Project Another Country (Here, There, Everywhere) (2018).

Seperti apa peranan Indonesia terhadap perjalanan kesenian Anda?

Alfredo: “Ketika pertama datang ke Yogyakarta, kami berupaya mengintegrasikan diri dengan masyarakat lokal, khususnya komunitas seni rupa. Saya melihat lingkungan sebagai tempat hidup sangat memengaruhi kita dalam banyak hal. Kehidupan yang intens seperti di Jakarta turut berperan penting, sebagaimana segala keriuhan itu dapat dilihat di karya bertajuk Here, There, Everywhere. Anda dapat melihat bahwa—dalam dunia dan karya yang kami buat—ada sesuatu yang memungkinkan Anda untuk merasakan intensitas, tekstur, serta kesibukan dalam keseharian hidup manusia.”