CULTURE

6 Mei 2024

Misi Kopi Tuku Membawa Rasa Indonesia ke Global


Misi Kopi Tuku Membawa Rasa Indonesia ke Global

Kopi Tuku Malang, Photo DOC. Tuku

Sekitar akhir bulan Maret 2024 silam, toko kopi Tuku mencuri perhatian dengan membuka gerai pop-up di Seoul, Korea Selatan. Lokasinya bertempat di distrik Gangnam, yang merupakan salah satu kawasan populer di Seoul. Sebuah manuver impresif bagi toko kopi lokal Indonesia. “Apa yang kami lakukan adalah untuk memperkenalkan cita rasa kopi Indonesia ke kancah global. Maka ketika mengambil keputusan untuk membuka gerai di Seoul, kami mendorong keberanian dan tekad hingga ke titik maksimal dalam mengambil keputusan tersebut. Dan kami beruntung memiliki rekanan yang turut menghargai visi kami,” ungkap Astrella Siahaya, Chief Experience Officer Kopi Tuku.


Pop-up Kopi Tuku Seoul, Photo DOC. Tuku

Kopi Tuku didirikan Andanu Prasetyo pada tahun 2015. Bermodalkan kedai kopi kecil di bilangan Cipete, Jakarta Selatan—yang sampai hari ini masih menjadi lokasi orisinal kedainya. Selama hampir satu dekade, Tuku telah berevolusi; dari menjajakan es kopi susu gula aren—menu ikonisnya—hingga kini turut menyajikan aneka camilan (tukudapan). Eksistensinya pun kian kukuh dengan cabangnya yang semakin meluas di berbagai kota di Indonesia. Salah dua kedai teranyarnya hadir dalam skema rancangan segar. Di Malang, Jawa Timur, kedai kopi Tuku bertransformasi menjadi restoran dan menghidangkan ragam menu main course. Jika Anda berkunjung ke Kemang di Jakarta Selatan, Anda bisa menikmati minum kopi ditemani tukudapan sambil duduk berlama-lama. “Tuku cabang Kemang ini memang sengaja kami tujukan sebagai tempat hangout,” kata Astrella saat kami datang berkunjung ke Kemang. 


Kopi Tuku Malang, Photo DOC. Tuku 

Astrella, menarik melihat perkembangan Kopi Tuku dalam beberapa tahun terakhir. Dari kedai kopi kecil hingga kini turut menjangkau konsep dine-in. Apa yang melatari pergeseran konsep ini?

“Segala hal yang kami lakukan dilatari dengan memikirkan kebutuhan dan harapan para Tetangga Tuku. Misalnya, transformasi kedai Tuku yang semula hanya menjual kopi sampai sekarang menyajikan kudapan dan makanan dilandasi oleh budaya masyarakat Indonesia yang senang minum kopi sembari nongkrong. Karenanya, kami meghadirkan tukudapan. Selain mengembangkan divisi foodbeverage sendiri, kami turut bekerja sama dengan menggandeng beberapa supplier kudapan dan nasi boks. Saat ini, kami juga tengah mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan beberapa mitra lokal—yang satu visi dan misi—di luar kota di mana kedai kami berada. Dengan begitu, kami pikir, kami bisa semakin terhubung dengan  tetangga-tetangga Tuku di setiap kota.”



Kopi Tuku Kemang, Photo DOC. Tuku

Beberapa waktu lalu, Tuku membuka gerai pop-up di salah satu distrik di Seoul. Apakah ini menandai langkah awal Tuku untuk berekspansi secara global?

“Tidak dipungkiri bahwa salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan pasar Tuku. Tetapi lebih jauh dari itu, visi yang dipegang teguh oleh Tuku dibawah asuhan Andanu Prasetyo adalah untuk membawa cita rasa kopi khas Indonesia ke tingkat global. Membuka gerai di luar negeri adalah misi kami dalam mewujudkan visi tersebut.”

Mengapa memilih Seoul; pengalaman apa yang ingin dihadirkan dengan membuka pop up di Korea Selatan?

“Sebelum membawa es kopi susu tetangga ke Seoul, sebetulnya kami sudah beberapa kali turut serta dalam sederet festival-festial kuliner dan kebudayaan internasional, seperti di Amsterdan dan Rotterdam di Belanda. Namun memang keputusan untuk mendirikan gerai pop-up baru kami realisasikan di Seoul. Kami cukup beruntung memiliki kesempatan dan kolaborator yang satu visi di Korea Selatan. Warga Seoul memiliki budaya minum kopi yang cukup tinggi dan berkarakater. Selaras dengan Indonesia yang kaya akan cita rasa kopi yang beragam. Sebab itu, kami ingin memperkenalkan keberagaman rasa kopi Indonesia tersebut kepada warga Seoul, serta masyarakat global yang lebih luas lagi nantinya. Dan bukan hanya kopi, kami juga memiliki visi untuk memperkenalkan cita rasa gula aren secara global.”

Setiap negara—juga daerah di Indonesia—memiliki kebudayaan masing-masing. Bagaimana cara Tuku beradaptasi dengan karakter masing-masing negara?

“Riset di awal sudah pasti. Namun, sesuai dengan tujuan kami yang ingin membawa cita rasa kopi Indonesia ke masyarakat lokal, kami tidak berusaha adjust menu agar menyelaraskan kesukaan masyarakat setempat. Alih-alih kami berstrategi cara yang lebih sesuai untuk memperkenalkan cita rasa kopi Indonesia ke mereka.”

Menyoroti isu keberlanjutan, bagaimana langkah Tuku berkontribusi memberikan dampak baik bagi bumi; dalam hal management waste, serta pengelolaan limbah ampas kopi dan sampah plastik?

“Kami sadar bagaimana sampah plastik merupakan salah satu isu yang menjadi sorotan. Karenanya, kami senantiasa memotivasi tetangga Tuku untuk membawa botol minum pribadi; yang kemudian melandasi kami untuk mengembangkan divisi merchandising di mana salah satunya terdapat koleksi tumblr yang bisa dibeli para tetangga Tuku. Sejak tahun 2019, kami juga telah beralih menggunakan kemasan gelas plastik yang dapat di daur ulang. Tetapi memang banyak tantangan yang harus dipikirkan; salah satunya keterbatasan produsen gelas plastik daur ulang yang benar-benar berkualitas di Indonesia. Kami banyak melakukan riset, penelusuran produsen hingga ke luar negeri, sampai akhirnya menemukan partner di Indonesia yang kami rasa terbaik di bidangnya. Ketika akhirnya kami melakukan manuver tersebut, mengganti kemasan gelas Tuku dengan gelas plastik yang 100% dapat di daur ulang, kami pun menuai perdebatan dari para tetangga Tuku terkait desain kemasan baru yang dirasa tidak lebih ikonis ketimbang yang lama. Tetapi ini semua harus dilakukan sebagai bagian dari komitmen kami terhadap hidup keberlanjutan di masa depan. 

Penerapan sistem daur ulang juga kami aplikasikan sebagai material meja dan kursi yang digunakan di kedai. Seperti di cabang Kemang, seluruh meja dan kursi dibuat dari bahan recycled sampah gelas plastik Tuku yang kami kumpulkan kemudian diolah kembali oleh partner kami untuk dijadikan furnitur. Dan bukan hanya sampah gelas plastik, kami turut mengumpulkan limbah tekstil dari bekas apron barista Tuku untuk bisa didaur ulang. Salah satu yang masih menjadi challenge kami adalah pengumpulan limbah sampah. Kendala terbesarnya ialah lahan penampungan. Saat ini, upaya yang bisa kami lakukan adalah melakukan pemilahan sampah di setiap gerai sebelum didistribusikan ke pengelolaan sampah.”

Selain transformasi kedai kopi, adakah kebaruan menu yang tengah dirancang Tuku sebagai suguhan inovatif di masa depan?

“Kami memiliki beberapa menu minuman baru bagi para tetangga Tuku yang bukan penggemar kopi, tetapi ingin menikmati kopi. Sebelumnya, kami telah menawarkan sejumlah varian bebas kopi seperti es go-es, es limun, cokelat, teh wanda, dan teh remon. Tahun ini, kami menawarkan rasa baru yang mengombinasikan menu ‘bebas kopi’ dengan tambahan infus kopi. Misalnya, teh remon yang dicampur dengan espresso. Tidak terlalu banyak, sehingga rasanya tetap dominan teh. Plus, ramah di lambung.”