FASHION

4 April 2024

Mengenal Tiga Perempuan Hebat di Balik Label Peggy Hartanto: Peggy, Petty, dan Lydia Hartanto


PHOTOGRAPHY BY Peggy Hartanto

Mengenal Tiga Perempuan Hebat di Balik Label Peggy Hartanto: Peggy, Petty, dan Lydia Hartanto

Tak hanya bersinar di Indonesia, label Peggy Hartanto telah berulang kali membuktikan kebolehannya di kancah internasional lewat deretan prestasi mengagumkan. Tak sebatas memenangkan sejumlah penghargaan di industri mode secara global dan berkesempatan memamerkan karyanya di mancanegara, rancangan label asal Surabaya ini turut menjadi pilihan para bintang Hollywood seperti Gigi Hadid, Demi Lovato, Gwen Stefani, hingga Beyoncé, untuk tampil prima di berbagai acara maupun perhelatan karpet merah. Garis rancangnya yang feminin dan modern beresonansi dengan banyak perempuan di dunia. Tak heran rasanya untuk melihat koleksi label kebanggaan Tanah Air ini turut tersedia di kota-kota besar di dunia.

Perjumpaan pertama saya dengan Peggy Hartanto, sang desainer, terjadi sebelum saya menggeluti profesi sebagai seorang jurnalis, sepuluh tahun lalu. Kami bertemu di balik panggung pagelaran Jakarta Fashion Week. Pertemuan singkat tersebut membekas dalam ingatan saya. Tak hanya karena tersentuh oleh kehangatannya, namun saya turut dibuat kagum pada kekompakannya dengan kedua saudarinya, Petty dan Lydia Hartanto, yang juga berperan besar dalam kesuksesan label satu ini. Kini, setelah satu dekade mengenal, mengikuti perjalanan karier mereka, dan bahkan terlibat dalam beberapa proyek bersama, saya pun berkesempatan untuk berbincang dengan ketiganya untuk mengenang kembali pencapaian-pencapaian mereka selama sepuluh tahun silam.

 

EARLY START

Peggy Hartanto lahir di Surabaya, pada tanggal 19 April 1988 sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Selang beberapa waktu setelahnya, saudari kembarnya, Petty Hartanto, turut lahir di hari yang sama. “Kami lahir di Surabaya, dengan Lydia sebagai kakak paling sulung, kemudian saudari kembar saya, Peggy, lalu saya,” ujar Petty. “Meski perbedaan usia kami terpaut 15 bulan dengan Lydia, kami bertiga tumbuh layaknya kembar tiga.”


Petty, Lydia, dan Peggy Hartanto (1989).


Sejak kecil, orangtua ketiganya selalu mendorong mereka untuk aktif dan terlibat dalam berbagai kegiatan dan kompetisi di sekolah. Meski demikian, di ranah kreatif lah mereka menemukan ketertarikannya, terlebih Peggy dan Petty yang sejak kecil gemar menggambar. Masa kecil ketiganya juga diisi dengan kecintaan mereka terhadap figure skating atau olahraga seluncur indah. Ketiganya bahkan sempat bercita-cita menjadi peseluncur profesional dan bahkan sempat berpartisipasi dalam kompetisi tingkat nasional dan internasional. Sayangnya, impian ketiganya berakhir ketika arena seluncur satu-satunya di Surabaya tutup.

Peggy dan Petty kemudian mengalihkan fokus mereka pada tarian hip-hop dan membentuk grup tarian mereka sendiri, ‘BLAZE’, sementara Lydia lebih memilih Latin Dancesport. BLAZE tampil di pesta ulang tahun teman-teman mereka dan berpartisipasi dalam sejumlah dance battle. “Pada saat inilah kami mulai merancang kostum pertunjukkan kami sendiri. Saya percaya outlet kreatif ini memungkinkan kami untuk mengeksplorasi dan mengembangkan gaya kami, serta membangun fondasi bagi label masa depan kami,” kenang Petty.

Ketika hampir menamatkan pendidikan sekolah menengah atas dan tiba saatnya untuk memilih jurusan di perguruan tinggi, Peggy mengerucutkan pilihannya pada fashion dan arsitektur karena keinginannya untuk berkarya di industri kreatif. “Pada akhirnya, saya memilih fashion karena saya menyukai gagasan melihat langsung desain saya menjadi kenyataan, tidak seperti arsitektur yang proses membangunnya memakan waktu lebih lama,” ujar Peggy. “Di keluarga besar kami, berkarier di bidang fashion bukanlah pilihan yang umum, sebab kami berasal dari keluarga pengusaha yang bergerak di bidang permesinan dan perdagangan. Namun, saya sangat bersyukur atas dukungan orang tua kami. Mereka mendorong kami untuk mengejar impian kami, meskipun itu adalah hal baru bagi mereka,” tambahnya.

Peggy pun memutuskan untuk mengenyam pendidikan desain mode di Raffles College of Design and Commerce di Sydney, Australia, sementara Petty memutuskan untuk mengambil jurusan desain grafis di universitas yang sama. Kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Australia dipergunakan Peggy dan Petty dengan sebaik-baiknya untuk menghormati kerja keras kedua orangtua mereka. Ketika bersekolah itu pula Peggy mulai berpartisipasi dalam berbagai kompetisi mode dan menjuarainya, termasuk di antaranya The Australian Wool Fashion Awards serta sebuah penghargaan khusus yang ia terima dari Raffles Sydney.

Karier profesional Peggy dimulai ketika dirinya kemudian mendapatkan kesempatan untuk magang, dan nantinya menduduki posisi pekerjaan yang lebih tetap, dengan desainer kenamaan Australia, Collette Dinnigan, selama satu setengah tahun. Tak lama setelahnya, ia memutuskan untuk pulang. Ketika ditanya mengapa memilih untuk kembali ke Tanah Air, Peggy mantap mengatakan bahwa dirinya tak pernah memiliki keinginan untuk menetap di Australia selamanya. Tantangan terbesar berikutnya, adalah mengaplikasikan apa yang telah ia pelajari di Australia di Indonesia. Peggy pun mengungkapkan rencananya untuk mendirikan sebuah label busana siap-pakai kepada kedua saudarinya—sebuah konsep baru yang kurang lazim di Surabaya. “Biasanya, masyarakat di Surabaya lebih menyukai gaun yang dibuat khusus (made-to-order),” jelas Peggy. “Mereka menggambarkan apa yang mereka ingingkan kepada seorang desainer, yang kemudian membuatkan gaun tersebut. Namun saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda dari pendekatan biasanya.”


Koleksi terbaru Peggy Hartanto, CHARM, yang sempat diperagakan untuk pertama kalinya di ELLE Fashion Show 2023 di Independence Palace, Ho Chi Minh bersama ELLE Vietnam.


Petty sendiri kemudian lebih memilih untuk turut terlibat membangun label Peggy Hartanto sebagai seorang Visual Director alih-alih menjadi seorang desainer grafis di sebuah firma desain. “Meski desain grafis dan desain fesyen sama-sama merupakan bidang kreatif yang berfokus pada estetika dan komunikasi visual, kecintaan saya pada fashion membuat saya lebih tertarik untuk bekerja di balik sebuah label fashion,” ungkap Petty. “Dengan memilih berkarier di Peggy Hartanto, saya memiliki kesempatan untuk memadukan kemampuan desain grafis saya dengan passion saya di bidang fashion. Peran ini memungkinkan saya untuk terlibat dalam pembentukan identitas merek ini dan menerapkan keahlian saya dalam komunikasi visual dengan konteks yang sangat penting bagi saya.”

Meski memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknik industri, Lydia pun turut memutuskan untuk banting setir dan berfokus di industri mode bersama kedua adiknya. “Walau saya kuliah di bidang teknik yang mementingkan proses, efisiensi, dan pemecahan masalah, saya selalu tertarik untuk membuat sesuatu yang kreatif,” terang Lydia. “Saya memahami sejak awal bahwa saya dapat mempergunakan keterampilan teknik saya dengan cara yang lebih kreatif dan membuat saya lebih bahagia. Bekerja di industri fashion, khususnya ketika membangun sebuah brand dan mengembangkan bisnis, merupakan perpaduan yang sempurna. Bekerja di industri ini menggabungkan kreativitas, perencanaan, dan ide-ide baru dengan cara yang benar-benar sesuai dengan minat dan kemampuan saya.”

 

FROM THE RUNWAY TO THE WORLD

Di tengah persiapan membangun label ready-to-wear untuk pertama kalinya, Peggy kemudian mendapatkan tawaran untuk menampilkan koleksinya, mewakili Raffles College of Design and Commerce, di pekan mode paling bergengsi di Indonesia, Jakarta Fashion Week (JFW) 2013. Kesempatan ini pun dipergunakan ketiganya untuk meluncurkan label busana Peggy Hartanto dan memperkenalkan Peggy sebagai seorang desainer mode ke publik. Usai menampilkan 10 tampilan busana di panggung JFW, label satu ini pun mulai mendapatkan banyak perhatian, tak hanya dari para penikmat mode di Indonesia namun hingga mancanegara.


Karya Peggy Hartanto di International Woolmark Prize 2017/2018 tingkat Asia, di Seoul, Korea Selatan.

Berkarya dan berbisnis di Indonesia tentu mendatangkan tantangan tersendiri bagi Peggy Hartanto. Terlebih ketika mengenal lebih dalam pasar mode di Indonesia saat itu yang secara luas masih lebih akrab dengan sosok-sosok desainer busana sesuai pesanan (custom order). Bagi banyak desainer, terjun ke bisnis busana siap pakai (ready-to-wear) dianggap sebagai misi bunuh diri karena memiliki lebih banyak tantangan. Namun Peggy berpikir sebaliknya. “Di Indonesia, sebagian besar busana dibuat khusus, namun kami tahu bahwa koleksi busana siap pakai sudah populer di negara-negara seperti Australia, tempat Peggy bersekolah. Jadi, kami melihat peluang untuk melakukan sesuatu yang baru,” ungkap Lydia.

Rencana panjang mereka saat itu adalah untuk menjual koleksi busana Peggy Hartanto yang simpel, stylish, dan berhias detail unik ke banyak negara. Berbagai cara pun ditempuh untuk memperkenalkan konsep baru ini kepada khalayak ramai, termasuk menghubungi rekan media hingga bermitra dengan Brooklyn PR, sebuah agensi humas profesional di Los Angeles, untuk memperkenalkan koleksinya ke berbagai selebriti dunia.


Petty, Peggy, dan Lydia Hartanto mempresentasikan karya terbaik mereka di ajang International Woolmark Prize 2017/2018.


Seiring pergantian musim dan peluncuran koleksi baru, Peggy Hartanto kian mengukuhkan posisinya sebagai pemain penting di industri mode Indonesia dan internasional. Lewat rancangannya yang modern, feminin, dan menomorsatukan permainan detail unik, sang desainer mampu memenuhi kebutuhan bergaya banyak perempuan di dunia, tak terkecuali para bintang Hollywood. Garis rancangnya yang clean, pemilihan palet warna berani, serta penggunaan kain dan konstruksi bahan yang inovatif turut mencuri perhatian banyak pengamat mode. Pada tahun 2017, Peggy Hartanto bahkan sempat masuk ke dalam jajaran nomine International Woolmark Prize 2017/2018 tingkat Asia, salah satu kompetisi mode paling bergengsi di dunia yang turut mengorbitkan nama-nama besar seperti Valentino Garavani, Yves Saint Laurent, Karl Lagerfeld, Giorgio Armani, Donna Karan, Ralph Lauren, dan Gabriela Hearst.

 

THE CREATIVE FORCE BEHIND IT ALL

Membangun sebuah bisnis mode tentu bukan perkara mudah, namun tak seperti kebanyakan desainer yang tak jarang harus memikul tanggung jawab sendirian, Peggy Hartanto memiliki kedua saudarinya untuk berbagi. Ketiganya masing-masing membagi porsi tanggung jawab dalam perusahaan mereka; di mana Peggy berperan sebagai Creative Director, Petty sebagai Visual Director, sementara Lydia sebagai Managing Director.

“Bekerja sama dengan saudara saya sendiri sungguh sebuah pengalaman istimewa. Kami sangat mengenal dan mempercayai satu sama lain, sehingga membantu kami untuk berbicara jujur dan bekerja sama dengan mudah,” ungkap Lydia. “Kami semua menemukan peran kami secara alami. Peggy menangani desain dan produksi, menangani sisi kreatif dan detail teknis. Petty bertanggung jawab atas branding, memutuskan bagaimana tampilan dan nuansa label kami. Sementara saya fokus mengembangkan bisnis dan mengelola operasi sehari-hari. Bagi kami, kehidupan pribadi dan kehidupan profesional dapat melebur dengan lancar. Hal ini bukan masalah sama sekali; sebenarnya, hal ini yang membuat kerja sama kami menjadi lebih menyenangkan. Situasi kami unik karena kami dapat memadukan elemen kekeluargaan dan bekerja secara profesional, yang membuat segala sesuatunya berjalan lancar dan efektif.”


Koleksi Spring/Summer 2024 'CHARMS'.


Proses kreatif dalam membangun sebuah koleksi pun diaku Peggy sebagai proses yang sistematis. “Saya memulainya dengan memilih sebuah topik atau tema yang membuat saya penasaran, karena saya akan mempelajari subjek ini setidaknya selama enam bulan,” ujar Peggy. “Inspirasi bisa datang dari berbagai sumber, seperti perjalanan saya, pertunjukan yang pernah saya tonton, pameran yang pernah saya hadiri, dan lain sebagainya. Lalu, saya membuat moodboard dengan palet warna dan siluet yang sesuai untuk membangun cerita. Kami selalu memulai dengan sebuah kata yang akhirnya menjadi nama koleksinya.”

Moodboard ini nantinya dibagikan oleh Peggy ke seluruh anggota tim kreatifnya, yang akan turun tangan membantu mengeksplorasi tema tersebut. Proses kreatif kemudian dilanjutkan dengan pemilihan bahan dan materi yang memiliki tekstur dan warna yang sesuai dengan visi Peggy. “Mengingat siluet-siluet kami, saya masih membuat pola awal untuk memastikan ketepatan ukuran dan kenyamanannya,” tambah Peggy. “Kami kemudian memproduksi sampel untuk koleksi tersebut, yang biasanya terdiri dari sekitar 60 gaya. Tim kami meninjau sampel ini, membuat penyesuaian yang diperlukan, dan memutuskan mana saja yang akan disertakan dalam presentasi akhir.”


Koleksi Spring/Summer 2023 'FANTASIA'.


Narasi turut menjadi elemen penting di balik tiap koleksi Peggy Hartanto. Tak jarang, sang desainer mempergunakan busana, warna, dan permainan bentuk untuk mengisahkan sebuah cerita atau membagikan perasaan dan kenangan masa kecilnya. Sebut saja salah satu koleksi terbarunya, Fantasia, yang terinspirasi dari film Fantasia (1940) besutan Walt Disney. Koleksi ini tak hanya membangkitkan kenangan masa kecilnya dahulu kala berseluncur sambil mendengarkan lagu-lagu klasik namun juga akan imajinasi dan mimpi-mimpi ketiganya ketika masih belia.

“Bisnis kami pada dasarnya adalah tentang emosi dan storytelling, dan kami menggunakan setiap cara yang tersedia untuk menceritakan kisah kami,” tambah Petty. “Baik melalui pakaian itu sendiri, copywriting yang menyertainya, atau cara kami menampilkan koleksi kami—baik dalam pameran, pertunjukan, atau bahkan saluran ritel—kami terus berupaya untuk merangkai narasi. Dengan menceritakan kisah-kisah ini, kami menemukan keajaiban dalam pekerjaan kami. Ini bukan hanya tentang menciptakan pakaian; ini tentang menciptakan pengalaman dan membangkitkan emosi yang selaras dengan audiens kami.”

 

USHERING INTO A NEW ERA

Tak terasa, satu dekade telah ditempuh setelah Peggy Hartanto meluncurkan koleksi perdananya. Pada tahun 2023 silam, ketiganya pun sempat menghelat sebuah ekshibisi di Surabaya untuk merayakan momen istimewa ini. “Merencanakan pameran hari jadi kami yang ke-10, 'SYNTHESIS, An Exhibition,' adalah salah satu proyek paling menantang dan membahagiakan yang pernah kami lakukan,” ujar Lydia. “Pameran ini lebih dari sekedar memamerkan apa yang telah kami lakukan di masa lalu, namun juga menjadi pandangan mendalam tentang sejauh mana kemajuan kami dan apa yang ingin kami lakukan selanjutnya. Pameran ini melibatkan begitu banyak refleksi diri dari pihak kami.”


Ekshibisi SYNTHESIS © Marcel Gunawan.


“Kami berharap 'SYNTHESIS' dapat memberikan gambaran kepada masyarakat tentang apa yang akan terjadi selanjutnya pada label Peggy Hartanto,” tambah Lydia. “Pameran ini bukan hanya tentang merayakan sejarah kami; namun juga tentang menunjukkan arah yang kami tuju dan mengundang orang-orang untuk bergabung dengan kami seiring kami terus berkembang dan membawa ide-ide baru.”


Ekshibisi SYNTHESIS © Vicky Tanzil.


Lantas apa mimpi yang masih ingin dicapai Peggy, Petty, dan Lydia di masa mendatang? “Kami ingin merek kami diingat untuk waktu yang lama dan memberikan dampak,” ujar Lydia lagi. “Untuk mewujudkan hal ini, kami tahu kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Kami perlu terus berkembang, memunculkan ide-ide baru, dan mencoba hal-hal baru. Perjalanan kami masih panjang, dan kami sangat bahagia dengan semua hal baru yang dapat kami lakukan dan tantangan yang akan kami hadapi,” tutupnya.