FASHION

24 Juni 2020

Christian Louboutin dan Sol Merah Ikonisnya


Christian Louboutin dan Sol Merah Ikonisnya

Apabila ada sepasang sepatu yang dapat dengan begitu mudah dikenali, pasangan sepatu tersebut pasti lah rancangan Christian Louboutin. Untuk urusan sepatu, siluet dan desain bisa jadi merupakan dua elemen paling krusial di mata para perempuan. Namun semua ini berubah ketika dunia diperkenalkan kepada seorang Christian Louboutin, yang karya-karyanya dikenal berhiaskan sol sepatu berwarna merah. Tak hanya penuh keunikan dan daya tarik, sol sepatu merah milik Louboutin mampu mengubah tiap kreasinya—dalam siluet dan desain apapun—menjadi sebuah simbol status.

Christian Louboutin.

            Tak terasa, tiga dekade sudah Christian Louboutin malang-melintang di industri mode dunia. Pencapaian dan warisannya pun kini tengah diabadikan lewat sebuah ekshibisi bertajuk L’Exhition[niste] di Palais de la Porte Dorée, Paris. Ekshibisi yang dibuka bertepatan dengan pekan mode Paris, akhir bulan Februari silam, menjadi ekshibisi terbesar yang khusus didedikasikan untuk menampilkan karya desainer alas kaki tersebut serta menjadi ekshibisi Louboutin pertama yang dihelat di kampung halamannya sendiri, yaitu Paris.

EARLY STEPS

Kecintaan Christian Louboutin akan sepatu berawal sejak dini. Memutuskan untuk hengkang dari sekolah pada usia 12 tahun, Louboutin lebih gemar melukis sketsa sepatu alih-alih fokus pada pendidikan akademis. Obsesi Louboutin pada sepatu datang dari dua hal. Yang pertama berasal dari kecintaannya pada show girl, music hall, dan film-film bertema dansa. Sementara yang kedua, berasal dari kecintaannya akan museum Palais de la Porte Dorée, yang di tahun ’70-an, masih menjadi Musée National des Arts d'Afrique et d'Océanie.

Christian Louboutin ketika berusia 2 tahun.
Christian Louboutin ketika berusia 14 tahun.

            Musée National des Arts d'Afrique et d'Océanie disebut-sebut Louboutin sebagai tempat dimana sang desainer menemukan keinginannya untuk merancang sepatu stiletto. Pada kunjungannya di tahun 1976, Louboutin melihat sebuah petunjuk yang melarang perempuan untuk memasuki museum dengan mengenakan pasangan sepatu stiletto. Larangan ini dimaksudkan untuk meminimalisir kerusakan pada lantai kayu bangunan tersebut. Petunjuk tersebut membekas di ingatan Louboutin dan ia pun terinspirasi untuk menciptakan sepatu-sepatu stiletto yang menentang aturan. 

Ilustrasi larangan penggunaan sepatu stiletto di Musée National des Arts d'Afrique et d'Océanie yang menginspirasi Louboutin.

FOOTWEAR MASTERY

Meski tak pernah mengenyam pendidikan formal dalam mendesain sepatu, Louboutin belajar banyak dari desainer sepatu ternama dunia, Charles Jourdan dan Roger Vivier. Berbekal portfolio rancangan sepatu-sepatu berhak tinggi, Louboutin mendapatkan pekerjaan sebagai seorang modelist untuk Charles Jourdan, yang saat itu memiliki lisensi untuk merancang dan memproduksi sepatu untuk Christian Dior. Lewat Jourdan, Louboutin mempelajari segala aspek teknis dalam pembuatan sepatu meliputi metode grading dan sizing.

            Louboutin kemudian bertemu dengan Roger Vivier, yang saat itu telah pensiun dan lebih banyak berperan sebagai seorang mentor bagi Louboutin. Louboutin bekerja sebagai asisten Vivier namun tak pernah melakukan pekerjaan mendesain untuk Vivier. Meski begitu, ia bahagia dapat belajar begitu banyak dari sang ahli sepatu.

Karya-karya Louboutin dalam ekshibisi L’Exhition[niste] di Palais de la Porte Dorée, Paris.

            Kisah perkenalan Louboutin pada Vivier pun terbilang unik. Dikenal sebagai salah satu murid yang kerap merusak meja sekolah dengan gambar-gambar sepatu, suatu hari Louboutin kecil menerima sebuah buku tentang Roger Vivier dari seorang teman. Buku bersampul emas tersebut menjadi titik di mana Louboutin sadar bahwa obsesinya akan sepatu merupakan sebuah pekerjaan yang indah. Sebelumnya ia tidak pernah memimpikan karier menjadi seorang desainer sepatu. Namun lewat buku tersebut, Louboutin memantapkan dirinya bahwa menjadi seorang desainer sepatu merupakan suatu pekerjaan yang memungkinkan dan bermakna.

Karya-karya Louboutin dalam ekshibisi L’Exhition[niste] di Palais de la Porte Dorée, Paris.

            Setelah tak lagi menjadi asisten bagi Roger Vivier, Louboutin sempat menjadi desainer sepatu lepasan bagi Charles Jourdan, Chanel, Maud Frizon, Giorgio Armani, Nina Ricci, dan Yves Saint Laurent. Louboutin sempat berhenti dan menjadi seorang landscaper, di mana sang desainer menemukan kecintaan lainnya untuk merancang taman. Walau begitu, kerinduan Louboutin akan sepatu kian menghantarkannya kembali ke dunia mode.

FASHION GODMOTHER

Pada bulan Oktober 1991, Christian Louboutin akhirnya memutuskan untuk membuka sebuah butik sepatu di bawah namanya sendiri. Apabila tidak berada di Italia dan bekerja di pabrik untuk mengurusi produksi sepatu, Louboutin menghabiskan kebanyakan waktunya di butik, berjualan dan menemui klien-kliennya secara langsung. Menurut sang desainer, penting baginya untuk terus berada di butik dan mempelajari kebiasaan serta preferensi perempuan-perempuan yang datang untuk berbelanja.

Sketsa sepatu Christian Louboutin.

            Satu bulan setelah membuka butik pertamanya, Louboutin kedatangan seorang klien istimewa. Tak tanggung-tanggung, sosok tersebut adalah Princess Caroline of Monaco. Jatuh cinta dengan kreasi-kreasi unik Louboutin, sang putri datang kembali tiga pekan kemudian bersama seorang sahabat. Tak hanya itu saja, Princess Caroline bahkan berperan layaknya seorang pramuniaga demi membujuk sahabatnya untuk terus berbelanja.

            Pada saat yang sama, seorang jurnalis mode yang tengah meliput butik-butik baru di Paris, mendengar percakapan Princess Caroline di butik Louboutin. Ia pun menuliskan pengalamannya berbelanja di butik Louboutin di sebuah surat kabar. Publikasi ini membuat Louboutin menjadi begitu dikenal dan dibanjiri permintaan dari buyer-buyer dunia.

PAINT THE TOWN RED

Walau mulai dikenal dunia, ketenaran Louboutin tentunya mencapai level berbeda pada tahun 1993 ketika sang desainer menciptakan sol sepatu merah pertamanya. Meski sol sepatu merah khas Louboutin kini telah menyandang simbol status dan bahkan turut andil dalam sejarah kultur pop, kisah penciptaannya terjadi secara tidak sengaja.

Ekshibisi L’Exhition[niste] di Palais de la Porte Dorée, Paris.

            Pada suatu hari, Louboutin yang tengah bekerja di pabrik sepatunya di Italia, merasa tidak puas dengan hasil sepatu yang dihasilkan. Menurutnya, sepatu rancangannya tidak sesuai dengan sketsa sepatunya yang menampilkan lebih banyak vitalitas. Ia pun memeriksa bagian sol sepatunya yang berwarna hitam. Louboutin kemudian sadar bahwa ia tak menemukan sedikit pun warna hitam pada sketsa sepatunya. Ia pun merasa harus ‘menghilangkan’ warna hitam dan menggantinya dengan warna lain.

Sol merah sepatu Christian Louboutin yang diciptakan secara tidak sengaja.

            Louboutin kemudian melihat asistennya—yang sebelumnya telah mencoba sepatu tersebut—tengah mengecat kukunya dengan cat kuku berwarna merah. Sang desainer kemudian meminta cat kuku tersebut dan melapiskannya pada sol sepatu Louboutin. Percikkan warna vibran ini lah yang dicari oleh Louboutin. Walau awalnya tak mengira bahwa kecelakaan ini dapat mendatangkan kesuksesan, nyatanya sol sepatu merah khas Louboutin kemudian menjadi identitas terpenting label sepatu tersebut yang dapat secara instan dikenali.

Sepatu kreasi Christian Louboutin dengan sol merah khasnya.

            Warga dunia pun berlomba untuk mendapatkan sepasang sepatu Louboutin, tak terkecuali sejumlah figur penting hingga sosok karakter fiktif, Carrie Bradshaw dari Sex and the City—yang begitu terobsesi pada kreasi-kreasi Louboutin. Anda mungkin pernah pula mendengar istilah ‘red bottoms’ dalam lagu hit Bodak Yellow gubahan penyanyi Cardi B. Pasangan sepatu Louboutin bahkan mampu membuat siapapun—baik aktris, rapper, model, atau siapapun yang memiliki ketertarikan pada mode—peduli akan warna sol sepatu mereka.

ROUNDABOUT ROUTE

Kesuksesan yang menghampiri Louboutin bukan berarti perjalanan kariernya selalu mulus. Sadar bahwa kekhasan sol miliknya begitu mudah untuk ditiru, sang desainer menghabiskan banyak waktu, energi, dan biaya untuk melindungi merek dagang miliknya selama 10 tahun silam. Sejumlah kasus dan perselisihan, mau tak mau harus dihadapi oleh Louboutin, tak terkecuali mereka yang menyandang nama besar seperti Zara dan Yves Saint Laurent.

Christian Louboutin.

            Kini, menjual satu juta pasang sepatu setiap tahunnya, Louboutin tak menunjukkan tanda-tanda untuk memperlambat langkahnya. Sadar bahwa kesuksesan datang berkat sebuah produk kecantikan, sang desainer pun tak ragu menjajal industri rias dengan meluncurkan koleksi cat kuku, lipstik, perona mata dan wewangian. “You have to give back to Caesar what belongs to Caesar. Sol sepatu merah, yang merupakan merek dagang dan simbol dari ambisi saya, berawal dari polesan cat kuku. Penting untuk mengingat, dalam diri Anda sendiri, darimana Anda berasal,” pungkas Louboutin.