15 Juni 2020
Peran Perempuan Dalam Sejarah Perhiasan Modern
Perempuan dan perhiasan. Dua entitas ini sulit rasanya untuk hidup terpisah. Bagaimana pun juga, perhiasan—secara umum—tercipta untuk mewarnai hidup para perempuan, dan para perempuan begitu mencintainya, tanpa memandang batas. Meski kini industri perhiasan didominasi oleh kaum adam, nyatanya peranan perempuan tak kalah penting dalam sejarah. Tak hanya berjasa dalam mencipta, perempuan-perempuan ini memberikan arti baru pada kebebasan, kekuatan, dan gaya pribadi.
INFLUENTIAL LEGACY
Satu abad yang lalu, seorang perempuan dinilai beruntung apabila dapat bekerja. Apabila ia berhasil berkarier, sering kali pekerjaan tersebut dilakukannya dalam bayang-bayang para lelaki. Jeanne Poiret Boivin (1871-1959) hidup dalam bayang-bayang dua laki-laki paling ternama pada masanya: Paul Poiret, adik yang juga merupakan couturier Prancis kenamaan, dan René Boivin, suami dan pendiri rumah perhiasan René Boivin. Boivin kemudian mewarisi rumah perhiasan tersebut, ketika sang suami meninggal pada tahun 1917. Alih-alih menutup rumah perhiasan peninggalan sang suami, ia memutuskan untuk melanjutkan bisnis tersebut dan merambah menjadi seorang desainer—sebuah keputusan berani oleh seorang perempuan di tahun 1917.
Pada tahun 1921, Boivin memperkerjakan Suzanne Belperron (1887-1983) yang kelak dikenang sebagai salah satu desainer perhiasan paling berpengaruh pada abad ke-20. Bersama Belperron, Boivin menciptakan serangkaian perhiasan melek mode, yang tak hanya indah dan berkualitas tinggi, namun turut mengekspresikan kepribadian sang pemakai. Boivin dan Belperron tak takut mengombinasikan berbagai macam bebatuan mulia dengan semi mulia—seperti chalcedony dan kuarsa—sebuah filosofi desain yang turut dibawa Belperron ketika ia berpisah dari Boivin pada tahun 1932.
Posisi Belperron kemudian diisi oleh Juliette Moutarde, yang setia dengan Boivin hingga pensiun pada tahun 1970. Bersama Moutarde, Boivin meninggalkan estetika Art Deco miliknya dan melahirkan garis rancang yang lebih alami dan sensual, mengedepankan permainan siluet, tekstur dan taburan permata warna-warni. Salah satu kreasi paling dikenal oleh keduanya, hadir lewat rupa sebuah bros bintang laut yang diluncurkan pada tahun 1939. Kreasi bersejarah ini diaku Boivin, sebagai kreasi favoritnya.
Setelah meninggalkan Boivin, Belperron menjadi desainer perhiasan untuk dealer permata Prancis, Bernard Herz. Belperron turut meninggalkan estetika linear Art Deco yang diusungnya di Boivin, dan mulai merancang permata menjadi bunga dan dan siluet-siluet lainnya yang terinspirasi dari keindahan alam. Belperron dikenal inovatif dan radikal dalam urusan desain. Ia berani mengombinasikan bebatuan mulia dengan non-mulia, menciptakan definisinya sendiri akan apa arti fine jewelry sesungguhnya. Karya-karyanya—yang digandrungi Elsa Schiaparelli, Duchess of Windsor, dan Diana Vreeland—merepresentasikan selera, alih-alih sekadar penanda status. Ciri khasnya yang begitu kental membuatnya begitu percaya diri untuk tidak pernah menandai karyanya. “My style is my signature,” ujarnya pada siapapun.
ORNAMENTS OF EMPOWERMENT
Tak hanya berperan sebagai medium pengekspresian gaya pribadi, perhiasan turut menjadi simbol kekuatan perempuan. Setidaknya konsep itu lah yang digagas oleh sesosok Jeanne Toussaint, kekasih Louis Cartier, yang juga dikenal sebagai tolak ukur gaya perempuan Prancis saat itu. Dikenal lewat kepiawaiannya menciptakan begitu banyak kreasi-kreasi visioner, Toussaint menjabat sebagai direktur haute joaillerie di Cartier pada tahun 1933, dan terus memegang posisi tersebut, bahkan setelah kematian Louis Cartier di tahun 1942, hingga pensiun pada tahun 1968.
Selama di Cartier, Toussaint menciptakan kreasi-kreasi imajinatif yang kerap kali melawan arus tren. Di saat dunia tengah dibanjiri kreasi-kreasi geometris yang kaku, Toussaint menghadirkan perhiasan-perhiasan yang sepenuhnya terinspirasi dari alam flora dan fauna. Ia pun mendapatkan nama panggilan La Panthère dari Louis Cartier dan menjadi pelopor koleksi Panthère milik Cartier yang begitu legendaris.
Lewat koleksi tersebut—yang menampilkan perhiasan dalam bentuk-bentuk macan kumbang dan harimau— Toussaint memproyeksikan aura percaya diri dan tak kenal takut pada perempuan-perempuan masa itu. Salah satu penggemar berat Toussaint adalah Duchess of Windsor yang mengoleksi bros platinum berbentuk macan kumbang di atas cabochon safir Kasmir seberat 152.35 karat.
Ketika berbicara mengenai perhiasan, nama Gabrielle Chanel mungkin jarang terbersit. Kendati demikian, Chanel nyatanya merupakan salah satu sosok perempuan yang begitu penting dalam sejarah perhiasan. Tak hanya merevolusi cara perempuan berpakaian, Chanel turut mengubah persepsi perempuan akan gaya personal, termasuk ihwal aksesori dan perhiasan.
Pada tahun 1930, Chanel memperkerjakan Fulco di Verdura untuk membantunya menciptakan koleksi perhiasan. Verdura merancang salib Maltese, yang menjadi salah satu perhiasan paling ikonis Chanel sepanjang masa. Tema ini dapat ditemukan dalam berbagai rupa, lewat cuff, liontin, ataupun bros bertatahkan permata mulia dan semi-mulia warna-warni.
Tak lama setelah sukses merancang koleksi perhiasan berhiaskan salib Maltese, Chanel mempersembahkan koleksi fine jewelry pertamanya yang sepenuhnya bertatahkan berlian, pada tahun 1932. Bertajuk Bijoux de Diamants, Chanel menampilkan sederet perhiasan yang membentuk motif-motif favoritnya. Bak taburan bintang yang membentuk konstelasi di langit malam, Chanel mengurai berlian-berlian tersebut untuk membentuk motif bintang jatuh, bulan sabit, hingga komet. Pada koleksi ini pula, Chanel memperkenalkan choker Cometé perdananya. Tiap potong perhiasan Chanel dirancang dengan memperhitungkan faktor fungsionalitas dan kemandirian, di mana para perempuan dapat mengenakannya sendiri tanpa bantuan siapapun.
DESIGNER OF THE FUTURE
Memasuki tahun ‘70-an, ada setidaknya tiga hal yang mewarnai hari-hari era tersebut: kebebasan perempuan, musik disko, dan Bone cuff kreasi Elsa Peretti. Elsa Perreti lahir di Florence, Italia, pada tahun 1940. Mengenyam pendidikan di Swiss dan Roma, Peretti awalnya berkarier di dunia desain interior dan arsitektur terlebih dahulu, sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang model di usia 24 tahun.
Peretti kemudian pindah ke New York pada tahun 1968, dan mulai menemukan ketertaikan khusus pada dunia perhiasan. Berbekal ilmu desain dan mode, Peretti mulai merancang koleksi perhiasan untuk Giorgio di Sant’Angelo dan Halston. Kiprah Peretti semakin bersinar ketika ia bergabung dengan Tiffany & Co. pada tahun 1971 sebagai desainer independen, dan menciptakan kreasi paling terkenalnya, Bone cuff, pada tahun 1974. Dikenal sebagai salah satu ikon perhiasan abad ini, karya Peretti satu ini menjadi rebutan sederet ikon mode saat itu seperti Sophia Loren, Liza Minelli, dan Diana Vreeland. Rancangannya yang begitu skulptural dan sensual, tetap relevan hingga saat ini.
Jejak serupa turut ditempuh Paloma Picasso, ketika ia bergabung dan mulai merancang koleksi eksklusif untuk Tiffany and Co. pada tahun 1980. Sebelum bergabung dengan rumah perhiasan asal Amerika Serikat tersebut, putri Pablo Picasso dan Françoise Gillot ini memulai kariernya dengan merancang perhiasan kostum untuk Folies Bergeres di Paris. Tak butuh waktu lama bagi Picasso untuk menuai perhatian publik. Ia pun mulai merancang perhiasan untuk nama-nama besar seperti Yves Saint Laurent dan Zolotas.
Tak lagi berada dalam bayang-bayang nama besar sang ayah, karier Picasso semakin bersinar ketika John Loring, direktur desain Tiffany & Co. pada saat itu, mengundang sang desainer untuk berpartisipasi dalam sebuah ekshibisi di tahun 1979. Picasso pun turut serta dan bergabung dengan Tiffany & Co. satu tahun kemudian. Salah satu koleksi paling awal Picasso untuk Tiffany & Co., Graffiti, terinspirasi sepenuhnya dari seni grafiti yang kerap ia temui di gedung-gedung New York. Beberapa karya lainnya yang turut dicintai meliputi koleksi Olive Leaf, Sugar Stacks, dan Melody. Seperti Peretti, yang bergabung dengan Tiffany & Co., sebelumnya, Picasso masih berkolaborasi dengan rumah perhiasan asal Amerika Serikat tersebut hingga hari ini.
Tak henti-hentinya menginspirasi, buah kreativitas kedua perempuan ini (dan lima lainnya yang telah tiada) kian mengilhami barisan desainer perhiasan perempuan generasi berikutnya.
margot robbie
chanel
Cartier
gabrielle Chanel
Tiffany & Co.
Jeanne Poiret Boivin
René Boivin
Suzanne Belperron
Julietter Moutarde
Jeanne Toussaint
Fulco di Verdura
Elsa Peretti
Liza Minnelli
Pablo Picasso
Paloma Picasso