LIFE

21 April 2020

Reky Martha: Upayakan Pendidikan Bangsa Lewat Hoshizora Foundation


Reky Martha: Upayakan Pendidikan Bangsa Lewat Hoshizora Foundation

Mengubah hidup dan memutus lingkaran kemiskinan dimulai dari terpenuhinya pendidikan yang layak. Reky Martha menunjukkan aksi nyata dalam upaya mencerdaskan anak-anak Indonesia.

Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia, kata Nelson Mandela. Bahwa masa depan dan kemajuan suatu bangsa dapat diwujudkan dengan terpenuhinya pendidikan yang layak bagi generasi muda. Reky Martha, salah satu pendiri Hoshizora Foundation, menaruh cinta yang besar pada anak-anak Indonesia. Namun ia tak ingin kepeduliannya berhenti di ucapan dan nasihat bijak.

Tahun 2006, bersama beberapa mahasiswa Indonesia lainnya di Jepang, Reky memulai perjuangannya saat ia duduk di bangku kuliah di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang. Perbedaan sistem pendidikan di Jepang dan Indonesia menyadarkannya untuk berbuat sesuatu agar anak-anak Indonesia dapat bersekolah. Reky dan rekan-rekan mengawali tindakannya dengan menyisihkan 1000 yen per bulan (kurang lebih setara dengan uang makan mereka sehari) dan mengirimkannya ke Indonesia untuk membantu biaya pendidikan anak-anak yang terkena hambatan finansial. Gerakan tersebut dinamakan Hoshizora yang dalam Bahasa Jepang berarti langit yang berbintang. Sebuah lambang harapan agar setiap anak mempunyai cita-cita setinggi bintang di langit dan memiliki semangat juang untuk meraih cita- citanya. Hoshizora meluncurkan program Kakak Asuh yang pertama pada 2 Mei 2006, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Tahun 2010, Hoshizora Foundation berkembang pesat dan resmi menjadi sebuah yayasan profesional independen yang berpusat di Yogyakarta.

Reky Martha meraih gelar Bachelor of Social Science in Asia Pacific Studies dari Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, pada tahun 2007. Ia juga memperoleh gelar Master of Arts studi Educational Psychology dari University of British Columbia, Canada. Reky pernah bekerja sebagai Associate Human Capital Development Center di Kumon Institute of Education, Jepang; Graduate Student Peer Advisor di University of British Columbia; Educational Psychology Researcher di Kanada dan Amerika Serikat; dan konsultan management untuk pelbagai perusahaan di Indonesia, Singapura, dan Amerika Serikat. Di Hoshizora Foundation, Reky Martha menjabat sebagai presiden yang memimpin 27 karyawan dalam enam divisi dan mengawasi 128 Koordinator Wilayah. Hingga akhir 2019, Hoshizora Foundation telah mendukung pendidikan lebih dari 2.465 anak murid di 428 sekolah yang tersebar di 21 provinsi di Indonesia. Atas dedikasi dan kontribusinya pada kemajuan hidup generasi muda di Indonesia, Reky Martha dianugerahi penghargaan Inspiring Woman of The Year dalam ajang ELLE Style Awards 2019.

Reky Martha photography JOEY CARDELLA - elle indonesia

Apa yang membuat Anda meninggalkan karier di luar negeri lalu mendirikan Hoshizora Foundation?
“Sejak 2003, ketika saya kuliah di Jepang, Hoshizora telah menjadi wadah untuk mengaktualisasi diri. Saya jatuh hati dan memutuskan inilah jalan hidup yang ingin saya jalani. Keputusan yang cukup sulit karena hidup saya saat itu sangatlah nyaman dan baik. Namun saya justru menganggap ini adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat. Ada perasaan bahagia yang sulit diungkap kata-kata ketika Anda ikut terlibat dalam kemajuan hidup seseorang. Selain itu, saya tidak ingin setengah- setengah dalam menjalankan organisasi nonprofit dan menjadikannya sekadar aktivitas sampingan. Organisasi ini berkembang dan semakin membuka banyak akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia agar mereka dapat menata hidup dan mengubah masa depannya. Bagi saya, alasan ini lebih dari cukup untuk memusatkan perhatian sepenuhnya ke Hoshizora Foundation.”

Seperti apa konsep pemenuhan pendidikan ala Hoshizora Foundation? 
“Hoshizora berjalan dengan program donasi dan kakak asuh bernama Kakak Bintang. Penerima beasiswa disebut Adik Bintang. Mulai dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga tingkat universitas, dapat menjadi Adik Bintang. Mereka adalah siswa-siswi yang mempunyai prestasi akademik dan non- akademik, tetapi memiliki keterbatasan dalam finansial. Anak-anak ini memperoleh dukungan dana pendidikan dari kakak asuhnya. Komitmen donasi yakni sejumlah Rp100.000 per bulan atau USD12 atau 1000 yen per bulan dengan jangka waktu minimal satu tahun. Donasi dari Kakak Bintang tersebut hanya bisa digunakan sebagai beasiswa untuk pembayaran iuran sekolah dan uang kursus, serta pembelian seragam, buku, sepatu, dan lainnya yang diperlukan Adik Bintang. Lewat program tersebut, seseorang dapat menjadi kakak asuh yang mendukung pendidikan dan pengembangan anak kurang mampu di Indonesia. Konsep ini bertujuan agar membangun kedekatan emosional antara donatur dan penerima.”

Seperti apa kurikulumnya?
“Kami ingin memastikan setiap anak mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak, memfasilitasi mereka untuk menemukan potensi diri, menginspirasi dalam menemukan mimpi dan cita-cita, menumbuhkan kepercayaan diri, serta menciptakan kesadaran sosial untuk bersama memajukan Indonesia.

Selain dukungan finansial, Kakak Bintang didorong untuk berinteraksi dengan Adik Bintangnya sehingga dapat berkontribusi dalam perkembangan mental dan sosial Adik Bintang. Kami memantau nilai-nilai akademis serta perkembangan prestasinya sekaligus melaporkan progress report tiap semester kepada Kakak Bintang. Setiap jenjang pendidikan memiliki fokus pengembangan yang berbeda-beda tetapi sama dalam hal pembangunan jiwa kepemimpinan, hard skillssoft skills, dan social emotional learning. Pada tingkat sekolah dasar, yang jadi fokus ialah: social skillsself-expressionknowing oneself, dan memahami konsep tanggung jawab. Sedangkan dalam sekolah menengah ialah ekspresi diri, pemahaman makna tanggung jawab, belajar menciptakan tujuan, dan berlatih mengungkapkan pendapat. Pada jenjang sekolah menengah atas, fokusnya yakni meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian, mengembangkan hard skills dan soft skills, serta membangun tujuan jangka panjang.

Dalam mengembangkan kurikulum, kami menggunakan pelbagai teori psikologi, mulai dari teori sistem ekologi Bronfenbrenner untuk memahami ekosistem seperti apa yang dapat memengaruhi pendidikan seorang anak, hingga teori perkembangan kognitif Piaget untuk melihat tingkatan dalam perkembangan kecerdasan manusia dan kerangka Social Emotional Learning (SEL) agar dapat membantu anak dalam mengenali potensi diri. Kurikulum kami memang banyak yang berfokus pada pengenalan diri dan pengembangan potensi. Sebab sebagian besar Adik Bintang ialah mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga penting untuk membangun kepercayaan diri dan keyakinan bahwa sukses itu bisa diraih terlepas dari seperti apa latar belakang keluarga dan kondisi orangtuanya.”

Bagaimana proses merekrut calon Adik Bintang?
“Setiap tahun sekali, Hoshizora membuka pendaftaran beasiswa. Formulir diperoleh dari sekolah maupun dari situs Hoshizora. Setelah formulir diisi oleh pihak wali atau orangtua, kami kemudian melakukan proses wawancara yang dibantu 300 orang relawan yang tersebar di berbagai sekolah di penjuru Indonesia, lalu melakukan kunjungan mendadak ke rumah anak-anak yang telah lolos proses wawancara. Setiap relawan melakukan pengecekan kondisi rumah, memeriksa harta benda yang dimiliki, dan mengamati situasi lingkungan rumah. Akuntabilitas menjadi penting dalam gerakan pemberian donasi. Kami ingin memastikan penerima beasiswa adalah anak-anak yang benar-benar memerlukan bantuan pendidikan.”

Apakah edukasi passion terbesar Anda?
“Saya selalu terinspirasi untuk menjadi seorang pendidik. Semasa kecil, saya menyaksikan banyak orang yang hidupnya jauh dari beruntung. Banyak anak-anak yang pergi ke sekolah tanpa memakai sepatu dan mesti berjalan kaki selama dua jam untuk bisa sampai di sekolah. Sebagai perempuan yang cukup beruntung bisa kuliah dan memiliki pekerjaan. saya merasa sekecil-kecilnya kontribusi pada Indonesia adalah saya harus ikut membantu memberikan akses dan kualitas pendidikan bagi anak-anak kurang mampu.”

Apa yang sesungguhnya memotivasi Anda?
“Saya berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Tumbuh besar di Sumatera, orangtua saya hidup sederhana tetapi punya hati yang besar. Mereka menaruh kepedulian yang tinggi pada anak-anak putus sekolah di Sumatera dan rutin memberikan donasi untuk mereka. Sebagai anak tunggal, saya jadi punya banyak saudara saat anak-anak jalanan ikut tinggal di rumah kami. Pada saat kuliah di Jepang, saya menyaksikan bagaimana pemerintah setempat menyediakan akses pendidikan yang sangat layak untuk warganya. Saya lantas menyadari bahwa pendidikan sejatinya adalah hak semua orang tanpa kecuali. Keputusan untuk mendirikan Hoshizora Foundation bersama para pendiri lainnya akhirnya menjadi keputusan terbaik yang pernah terjadi seumur hidup saya. Ada satu tujuan hidup yang semakin jelas arahnya yakni membuat keberadaan saya bermanfaat bagi orang banyak.”

photography JOEY CARDELLA