FASHION

19 November 2020

Azzedine Alaïa Menciptakan Dunianya Sendiri


Azzedine Alaïa Menciptakan Dunianya Sendiri

Bagi mendiang Azzedine Alaïa, proses kreatif seorang seniman tidak seharusnya dipaksakan atau diatur oleh waktu. Alaïa punya waktunya sendiri. Dan, ia tidak ambil pusing akan opini orang lain.

Azzedine Alaïa berperawakan kecil. Ia pemalu dan dikenal sangat private jika menyangkut kehidupan personalnya. Untuk menjadi sosok pemberontak bak di film-film aksi, ia jelas gagal. Namun Alaïa punya hal lain. Sesuatu yang membuatnya dicap sebagai ikon pemberontak dunia mode. Hal tersebut adalah sikap bebas Azzedine Alaïa yang tidak ingin dibelenggu oleh konsensus dunia mode yang mewajibkan desainer untuk mengikuti waktu dan durasi tertentu dalam berkarya.

Alaïa hanya mau berkarya ketika ia sedang ingin berkarya. Konsistensi yang membuatnya jauh dari kesuksesan komersil yang sesungguhnya bisa ia capai dengan mudah jika saja ia mau ‘patuh’ jadwal rutin pekan mode dunia. Meski begitu, konsistensi tersebut pula yang membuat ia begitu disegani. Bagi kebanyakan orang, karya Alaïa merupakan masterpiece yang tidak murahan.

Tentu Azzedine Alaïa tidak hanya dikenal karena pilihan yang kontroversial. Nama Alaïa sendiri merupakan rujukan bagi banyak tren dunia yang dicintai umat mode. Ia dikagumi akan ketrampilan teknik tailoring paripurna. Mengolah rajutan menjadi busana siap pakai dengan siluet sempurna juga salah satu yang membuat Alaïa beken. Dari banyak cap yang melekat, salah satu yang paling legendaris adalah tren busana pas badan yang ia populerkan di tahun ’80-an. Tak ketinggalan, kejeliaannya dalam melahirkan supermodel. Jika bukan karena Alaïa, dunia tidak akan punya sosok Naomi Campbell.

Kelahiran Sang Maestro

Lahir di Tunisia, 26 Februari 1935 (beberapa buku biografi mencantumkan 1939 dan 1940, sepertinya hanya mendiang Alaïa dan kerabat dekat yang tahu pasti), Azzedine Alaïa memiliki ketertarikan kuat terhadap seni. Ketertarikan yang sedikit-banyak dipengaruhi oleh saudari kembar, Hafida; dan dipupuk oleh bidan keluarga, Madame Pinot. Kecintaan pada seni kemudian ia tidaklanjuti lewat studi seni mematung di École des Beaux-Arts di Tunisia. Sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan restu sang ayah.

Lulus dari sekolah, Alaïa kemudian bekerja di sebuah toko busana kecil di kota asalnya. Di masa yang sama, ia belajar menjahit dari Hafida—yang diajari menjahit oleh para biarawati. Berbekal tekad, perjalanan penuh liku pun ia lalui hingga akhirnya di tahun 1957, Alaïa hijrah ke Paris dan mulai menjajaki kariernya di dunia mode dengan bekerja sebagai tailleur di rumah mode Christian Dior.

Setelah menimba ilmu di Dior, Guy Laroche, dan Thierry Mugler, di tahun 1970- an, Azzedine Alaïa kemudian memberanikan diri untuk menjalankan atelier-nya sendiri. Di ruang sempit di apartemennya, Rue de Bellechasse, ia mendesain sejumlah gaun bagi sosok-sosok penting, seperti Marie Hélène de Rothschild, Louise de Vilmorin, sampai Greta Garbo. Di tahun 1980, Alaïa pun memeragakan debut koleksi ready-to-wear-nya. Koleksi perdana tersebut mencuri perhatian Nicole Crassat dari majalah Elle Prancis dan Melka Tréanton dari Depeche Mode; kedua media tersebut sering kali mempublikasikan karya-karya Alaïa. Tak berselang lama, Azzedine Alaïa menjejalkan namanya di jajaran desainer top di Prancis. Pada 1984, Alaïa dianugrahi Best Designer of the Year dan Best collection of the Year oleh French Ministry of Culture. Menggeser nama-nama kondang macam Yves Saint Laurent dan Hubert de Givenchy. Alaïa tampak syok dan malu-malu ketika penyanyi Cher menyebut namanya.

Setengah diseret, ia naik ke atas panggung. Menggenakan black Chinese cotton pajamas—pakaian andalannya— Alaïa tersipu dan menutup wajahnya. Ia menolak berpidato. Nama Azzedine Alaïa bergaung. Ia dikenal sebagai ‘pemahat’ ulung yang terbiasa ‘merakit’ baju di tubuh model menggunakan intuisi seorang seniman. Maestro yang mengerti betul cara membalut dan memperlakukan tubuh wanita.

Gerak Kontroversial

Azzedine Alaïa tak piawai berbahasa Inggris, namun ia tahu pasti cara memperlakukan orang lain dengan santun. Ia tak terlalu suka berbicara tentang dirinya. Sosoknya tertutup, bahkan ke teman-teman dekat sekalipun. Advertising director sekaligus teman Alaïa sejak era ’80-an, Jean-Paul Goude, dalam wawancara dengan New York Times mengatakan jika Alaïa merupakan sosok yang sangat introvert. “Ia sangat penuh perhitungan, bukan dalam arti yang buruk. Ia tahu pasti apa yang ia lakukan. Keheningan yang ia berikan memang disengaja. Ia tak ingin orang tahu terlalu banyak.”

Alaïa lebih menikmati menjadi tuan rumah yang baik. Menyiapkan makanan dan sibuk mengisi piring yang kosong.

Meski begitu, Alaïa juga dikenal sebagai pribadi yang keras. Ia tak suka diatur. Bahkan ketika Prada group menginjeksikan dana untuk bisnisnya di tahun 2000, Alaïa mempertahankan banyak hal untuk terus berjalan sesuai keinginannya: ia tak ingin ada kampanye iklan dan tak mau menggelar show sesuai jadwal pekan mode (Alaïa membeli kembali saham Prada group pada lini ready-to-wear miliknya di tahun 2007). Tak hanya itu, Alaïa pula dikenal lewat komentar-komentar pedasnya. Karl Lagerfeld dan Anna Wintour merupakan dua sosok yang pernah kena semprot Alaïa.

Di show Alaïa, semua tamu undangan adalah sama. Ia tidak pernah tertarik untuk mengisi kursi depan dengan wajah-wajah pesohor dunia. Dan, ia tak sungkan membuat siapapun menunggu show-nya dimulai (percayalah, semua orang akan duduk rapi bermandi keringat menanti show Alaïa). Jika ia belum selesai mempersiapkan sentuhan-sentuhan akhir di balik panggung, ia tak akan memulai show tersebut.

Azzedine Alaïa memang penuh kontroversi. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa menampik keterampilannya dalam ‘mememahat’ tubuh perempuan. Di tahun 2017, setelah hampir 7 tahun vakum, Alaïa tiba-tiba menggelar show adibusananya pada pekan mode adibusana di Paris. Semua tampak begitu indah dan sempurna. Siapa sangka, presentasi tersebut menjadi yang terakhir bagi sang maestro.

James Thurber pernah bilang, ‘beautiful things don’t ask for attention.’ Kutipan yang tak berlebihan rasanya disematkan bagi mendiang Azzedine Alaïa. Sedikit dari seniman jenius yang membangun namanya dari sebuah kesederhanaan dan keuletan. Sosok yang mengajarkan Anda dan saya tentang discreet luxury; keindahan yang tak harus selalu ‘berteriak’ histeris