LIFE

19 Maret 2024

Isyana Sarasvati Konsisten Mengeksplorasi Genre dan Suarakan Musik yang Transformatif


Isyana Sarasvati Konsisten Mengeksplorasi Genre dan Suarakan Musik yang Transformatif

photography Andre Wiredja; styling Sidky Muhamadsyah; fashion Miu Miu; makeup & hair Yoan Yuana

"Saya tidak pernah melihat diri saya sebagai bintang rock,” sang pemenang penghargaan Artis Solo Rock/ Instrumentalia Rock Terbaik pilihan Anugerah Musik Indonesia 2023 itu berujar seraya melepaskan tawa di awal perbincangan kami. Kendati ia berkata demikian, Isyana Sarasvati memang tampak seperti sedang bertumpu pada fase rock ‘n’ roll di perjalanan karier bermusiknya. Ia mengecat rambutnya menyala warna maroon. Sebelum itu, ia sempat tampil dengan rambut multiwarna: setengah hitam dan setengah merah. Riasan bernuansa gothic juga kerap mendominasi moodboard konsep penampilannya di atas panggung. Namun terlepas dari estetika figur eksentrik tersebut, ialah alunan progressive rock yang kental mengemas kreativitasnya berkarya selama beberapa tahun belakangan; yang merefleksikan jiwa rock ‘n’ roll pada sang musisi.

Tahun 2019 silam, ia merilis sebuah lagu berjudul Lexicon lewat album berjudul sama, yang sarat memperdengarkan irama progressive. Lagu tersebut bukan sekadar percobaan momentum. Kreasinya berlanjut tatkala ia meluncurkan single berjudul Unlock the Key yang berdentum kencang dibalut alunan opera pada tahun berikutnya; dan semakin menjadi-jadi di lagu Il Sogno (rilis 2021 dalam dua versi aransemen, di mana salah satunya menampilkan kolaborasi band metal, Deadsquad), serta my Mystery (rilis 2022). Puncaknya, ia rangkum dalam narasi album teranyarnya yang dirilis tahun 2023, Isyana. Karya pemenang Album Terbaik Terbaik pilihan Augerah Musik Indonesia itu memiliki daftar putar menggelegar; diiringi petikan gitar listrik bergemuruh yang sahut-sahutan dengan tabuhan drum, dan piano teatrikal beremelodi dramatis. Suatu komposisi segar yang membuat Isyana terdengar semakin lantang secara artistik di telinga para penggemar.

photography Ryan Tandya; styling Sidky Muhamadsyah; fashion Miu Miu; makeup & hair Yoan Yuana.

Isyana Sarasvati membangun akar musikalitasnya dengan mendalami musik klasik secara profesional sejak usia tujuh tahun, manakala ia telah mengantongi sertifikasi ujian internasional ABRSM (dewan ujian Royal Schools of Music yang berbasis di Inggris). Kendati tumbuh besar di ranah musik klasik, lulusan terbaik jurusan Performing Arts (khusus vokal opera dan komposisi) institusi Nanyang Academy of Fine Arts (NAFA) di Singapura dan Royal College of Music London di Inggris itu menembus dunia musik Tanah Air lewat jalur pop R & B. Album debutnya yang dirilis tahun 2015, Explore!, berhasil menempatkan musiknya di pusaran arus utama. Bahkan, melambungkan nama Isyana Sarasvati ke jajaran musisi peraih penghargaan. Ia memenangkan penghargaan Album R&B/Urban Terbaik di Anugerah Musik Indonesia 2016; dan dinobatkan sebagai Pendatang Baru Terbaik. Sukses merintis awalan spektakuler, musisi kelahiran Bandung 30 tahun silam ini menindaklanjuti kredibilitas bermusiknya dengan rangkaian karya variatif. Album ketiganya, Lexicon (rilis tahun 2019), merupakan sebuah manuver kreativitas yang meleburkan irama catchy pop dan R & B ke dalam komposisi neoklasik bernuansa teatrikal disuntik elemen progressive. Kini, album eponimnya mengharmonisasikan unsur neoklasik dengan opera, rock, dan metal. Di tahap ini, bukan suatu kekeliruan untuk menjuluki Isyana Sarasvati sebagai salah satu musisi multigenre paling inovatif di generasinya.


“Terus belajar dan mengeksplorasi adalah salah dua moto hidup saya. Ketika berkarya, saya berusaha untuk selalu tidak mengerucut hanya pada satu genre dengan mengeksplorasi berbagai elemen musik. Saya rasa, keberagaman dapat memberikan nilai eklektik pada sebuah karya; dan itu juga yang bikin musik saya berevolusi dari waktu ke waktu,” kata Isyana tatkala menuturkan proses bermusiknya.

Eksplorasi bukan berarti upayanya berproses menemukan jati diri. Isyana tahu betul apa yang ingin ia suarakan dalam berkarya: kebebasan bermusik secara ekspresif dan jujur. Ia berujar, “Karena pada dasarnya senang mengeksplorasi, jadi transformatif sudah seperti insting natural buat saya. Saat memulai perjalanan ini (berkarier di industri musik), saya adalah remaja yang telinganya tak luput dari pengaruh musik-musik pop dan R & B; makanya dua album saya di awal berkiprah dominan mengeksplorasi genre tersebut.” Sebuah fase peralihan—dari akarnya di musik klasik—yang begitu menantang dalam kenangannya. Tetapi hasrat mengeksplorasi itu datang secara tiba-tiba. Tidak benar-benar ia rencanakan. “Musik saya banyak dipengaruhi oleh momen pribadi saya, ibarat diari yang mentranskripsikan hidup saya ke dalam penciptaan album,” tuturnya. Ketika menggubah Lexicon, ia memanifestasikan kerinduan pada akar musiknya; dan kini, naluri kreatifnya sedang terpincut rock dan metal. Satu yang bisa ia janjikan adalah ia tidak akan berhenti mengeksplorasi. “Sebab hidup bukan hanya tentang satu warna, tapi warna-warni. Dan itu terimplementasikan di lagu-lagu Isyana,” katanya.

Eksplorasinya tak hanya merujuk pada aransemen, tapi juga mencakup caranya menulis lirik. Di single non-album terbarunya, Ada-Ada Aja, Isyana menarasikan kelelahan emosional dalam tata bahasa keseharian yang lugas. Tidak seperti liriknya di lagu-lagu terdahulu yang berima puitis. “Ironinya inspirasi lagu itu datang di saat saya sedang dalam kondisi rileks, selagi spa di Bali,” celotehnya seraya melanjutkan, “Di lagu itu, saya ingin bercerita tanpa pakai bungkusan idiom-idiom. Saya cuma mau menumpahkan apa yang sedang saya rasakan.” Sikap jujur dan autentik dalam berkarya diakui Isyana membentuk ia menjadi penulis lagu yang baik. “Musik sudah bukan lagi sekadar profesi buat saya. Menulis lagu dan mengaransemen adalah kegiatan yang terapeutik. Sebab itu, buat saya pribadi, sebuah karya yang bagus adalah yang autentik dan menunjukkan kejujuran,” pungkas sang pendiri label rekaman independen Redrose (berdiri sejak 2020) itu menutup perbincangan.