25 Februari 2025

Patricia Gouw Menginginkan Seluruh Tamunya Tampil Ekspresif Di Hari Pernikahannya Bersama Daniel Bertoli


Patricia Gouw Menginginkan Seluruh Tamunya Tampil Ekspresif Di Hari Pernikahannya Bersama Daniel Bertoli

photo courtesy Patricia Gouw (David Soong/Axioo)

Ungkapan bijak berkata, “Cinta datang di saat kita tak mengharapkannya.” Patricia Gouw dan suaminya, Daniel Bertoli, pertama kali bertemu sekitar bulan Januari tahun 2017. Kala itu, mereka beririsan di sebuah kafe di Bangkok, Thailand. Keduanya tidak saling mengenal, dan tidak memiliki mutual friend. Adalah spirit bebas Patricia yang karismatik, yang kemudian menarik perhatian Daniel hingga mendorongnya menghampiri Patricia dan mengajak berkenalan. “Pada momen itu, saya sedang menjalin hubungan dengan orang lain. So, I’m just being nice, you know. Saya tidak memiliki intensi apa pun,” kata model dan presenter televisi berdarah Tionghoa itu. Namun tidak demikian halnya bagi sang suami; itu bagaikan cinta pada pandangan pertama untuk Daniel. 

Dua bulan berselang, Patricia menemukan dirinya kembali melajang. Sedih perkara hati, ia menerima sebuah pekerjaan mewawancara di Myanmar. Sebuah pekerjaan yang membawanya kembali bertemu dengan Daniel. “Daniel adalah orang yang mempekerjakan saya saat itu. Hahaha. Saya tidak mengetahuinya sampai ia datang ke Jakarta dan kami berangkat bersama ke Myanmar; sebab saya tidak melanjutkan kontak usai pertemuan kami di Bangkok. Tapi rupanya, ia menjaga komunikasi baik dengan manajer saya. Gigih, ya!” cerita Patricia tergelak. Kendati kali kedua itu mereka saling berada di ‘waktu yang tepat’ (baca: lajang), romansa baru resmi terjalin di bulan Juni 2017.


Patricia dan Daniel merajut asa sembari menatap masa depan. Pembicaraan tentang pernikahan dibuka sejak Desember 2019. Bahkan, mereka telah memilih sebuah tanggal di bulan Juni 2020. Apa yang terjadi kemudian ialah pandemi Covid-19 melanda dan ‘membekukan’ segala rencana. Daniel melamar pada Juni 2021 di Seychelles. Mereka sedang terbang menuju Six Senses Zil Pasyon menggunakan helikopter. Untuk membuat pinangannya istimewa, Daniel berkoordinasi dengan staf resor untuk membantunya mengatur barisan 60 orang membentuk tulisan ‘will you marry me?’ agar dapat dilihat oleh sang pujaan hati dari atas ketinggian langit biru. “Jujur saja, pas melihatnya, saya hanya berpikir ‘oh, ada seseorang yang tengah dilamar’; tanpa sama sekali mengira kalau saya adalah orang itu! Saya baru menyadarinya ketika Daniel kemudian memberikan cincin untuk saya,” kenang Patricia.

Momen lamaran tersebut bukan satu-satunya grand gesture yang dilakukan Daniel yang meluluhkan hati perempuan kelahiran kelahiran Jakarta tahun 1990 itu. Selama kurang lebih lima tahun berpacaran beda negara, hampir tiada akhir pekan yang tak mereka lewati bersama. Keduanya selalu berupaya menciptakan waktu, sesibuk apa pun, meski hanya satu malam atau pun kurang dari 24 jam. “Daniel adalah orang yang sibuk; begitu pula saya. Tapi tentu saja, jam kerja dia lebih teratur ketimbang saya di industri hiburan. Jadi setiap pekan, dia akan mendatangi saya di mana pun saya tengah berada. Di-ma-napun. Daniel bukan seorang konglomerat, dia juga adalah pekerja sama halnya seperti saya. Tapi dia begitu loyal dan willing to do the effort. Saya bukan bicara tentang uang di sini; ia memberikan waktu dan energi yang begitu besar sebagai komitmennya,” kata Patricia.


Patricia mengucap akad bersama Daniel dalam tiga momen pernikahan—yang dua di antaranya ingin ia simpan untuk memorinya pribadi—yang salah satunya terjadi di Six Senses Uluwatu di Bali pada 6 Februari 2023. “Saya dilamar di Six Senses; jadi berharap juga dapat menikah di Six Senses. Dan Bali adalah salah satu destinasi travelling favorit kami. Plus, mudah dijangkau oleh keluarga dan teman-teman saya,” kata Patricia. Masalahnya, resor tersebut sempat full booked di tanggal pernikahan yang ia tetapkan. “Saya baru menerima konfirmasi satu bulan sepuluh hari sebelum hari H. It was very last minute,” ungkapnya. 

Patricia memberikan kredit 85% bagi Hian Tjen, desainer mode yang telah menjadi sahabat dekatnya dalam proses rancangan pernikahannya. Ia juga mengapresiasi Caren Delano, sahabatnya sedari ia membawakan acara infotainment. “Jika saya merancang pernikahan ini sendiri, saya hanya akan mengaturnya simpel; tipikal pernikahan outdoor American wedding, dan sangat intim. Saya sejatinya adalah orang yang simpel. Saya tidak pernah mendambakan big wedding. Sahabat-sahabat sayalah yang tidak merelakannya; mereka ‘protes’ dan bersemangat membuat pernikahan saya dan Daniel sebagai perayaan akbar tak terlupakan,” ungkapnya tergelak.


Sebagai presenter, yang malang-melintang di berbagai acara termasuk memandu jalannya pernikahan, selama delapan tahun terakhir, Patricia telah menyaksikan banyak sekali seremoni pernikahan. “Saya menyimak betapa mahal biaya sebuah pernikahan, and to be honest, I don’t like to spend lots of money for just one night, hahaha,” katanya humor satire sebagaimana pribadinya. Tentu saja Patricia ingin momen pernikahannya menjadi memori seumur hidup; tapi di satu sisi ia menyadari bahwa nilai pernikahan bukan hanya tentang ‘pesta satu malam’.

Lalu pada suatu hari, ia menghadiri sebuah pernikahan berkonsep serba putih dengan chandelier sebagai dekorasinya. “I just love it! Tapi saya tahu keinginan saya sangat mahal, hahaha. But I want it!” kenangnya. Patricia bekerja sama dengan Designmill Co. dalam mewujudkan dekor pernikahan impian sesuai budget idealnya, termasuk penataan altar berlatarkan instalasi bidak-bidak catur. “Saya atau pun Daniel tidak ada yang memiliki hobi catur. Itu adalah rancangan konsep tiba-tiba. Semula saya menginginkan nuansa dreamy dengan set bunga. Tapi berubah pikiran karena memutuskan ingin tampil beda. Lalu saya menemukan sebuah foto berkonsep catur dari sebuah majalah yang kemudian kami sepakati menarik dijadikan dekor,” kisahnya.


Keinginan tampil beda turut melatari pilihan kode busana bagi para bridesmaid dan tamu undangan yang diatur berwarna cerah. “Saya dan Hian terinspirasi oleh sebuah wedding yang berwarna-warni di sebuah kota di luar negeri; sangat indah. Terlepas dari itu, warna-warni merepresentasikan arti orang-orang yang hadir pada hari itu; sebagai pemberi warna dalam hidup saya,” ujar Patricia.

Ia tetap mengenakan palet warna putih ketika berjalan di altar melaksanakan holy matrimony maupun saat resepsinya; hanya pada saat prosesi Sangjit yang digelar sehari sebelumnya, sang pengantin mengenakan gaun cheongsam warna biru. Pada hari pernikahan Patricia dan Daniel, hujan datang ‘memberkati’. Prosesi holy matrimony berlangsung cepat dan acara segera berpindah area ke ruangan di dalam. “Terima kasih kepada tim sukses pernikahan saya! Pada akhirnya, semua baik-baik saja. Saya, Daniel, keluarga, dan sahabat-sahabat saya, kami semua sangat menikmati momen itu,” tutup Patricia