CULTURE

12 Agustus 2024

Sal Priadi Mendekap Kerinduan dan Memaknai Kehilangan Lewat Narasi ‘Gala Bunga Matahari’


PHOTOGRAPHY BY SAL PRIADI

Sal Priadi Mendekap Kerinduan dan Memaknai Kehilangan Lewat Narasi ‘Gala Bunga Matahari’

Jangan tanya rasanya ditinggal mati. Jangan pernah meragukan pedihnya kehilangan. Dan jangan sekali-kali mengadu nasib soal pengalaman penuh duka yang akan selamanya menyisakan luka. Banyak hal dalam hidup yang tidak mungkin Anda ketahui rasanya (secara fisik, emosional, dan spiritual) sampai Anda mengalami sendiri. Jatuh cinta, mengandung, melahirkan, dijatuhi vonis penyakit mematikan, rasa takut saat di medan perang, kehilangan, Termasuk ditinggal pergi selama-lamanya. Melalui Gala Bunga Matahari, musisi dan penulis lagu Sal Priadi mengajak kita untuk merenungi arti kehilangan, menghadapi rasa duka, sekaligus merasakan penerimaan.

Saya terpapar Gala Bunga Matahari kira-kira seminggu setelah lagu itu dirilis. Saat itu saya sedang iseng membuka playlist Youtube Music ketika berada di MRT dalam perjalanan menuju kantor. Tiba-tiba algoritma digital memandu saya untuk Gala Bunga Matahari. Hanya dalam satu kali putaran, lagu itu berhasil mengoyak perasaan detik itu juga. Buat seseorang yang masih dan akan terus merindukan almarhum ayahnya, Gala Bunga Matahari buat saya ibarat seorang sahabat yang membisikkan bait cinta dengan mesra saat hati tiba-tiba dirundung duka.  

Semiotika Rasa Duka Dari Lagu Gala Bunga Matahari

8 Agustus silam, music video Gala Bunga Matahari dirilis di Youtube sang musisi. Karya visual tersebut disutradarai oleh Aco Tenriyagelli dan diperankan oleh aktor senior Landung Simatupang dan Gempita Nora Marten, anak dari aktor Gading Marten dan public figure Gisella Anastasia. Karya ini secara langsung dan tegas memperlihatkan bahwa Gala (diperankan oleh Landung Simatupang), laki yang masih hidup itu ditinggal mati oleh seseorang yang dicintainya, Bunga (diperankan oleh Gempi). Scene pertama ada Gempi yang sepertinya bukan di Bumi. Memakai baju kuning yang melambangkan kebahagiaan dan keceriaan. Scene selanjutnya Landung Simatupang berdiri di tepi sungai, sedang melarung atau membuang abu jenazah lalu seketika melihat potongan bunga matahari berkilauan di atas air sungai.


Adegan pertama yang bikin terenyuh buat saya adalah ketika si laki-laki menempelkan telinganya ke bunga matahari, seolah sedang mendengar dan mengerti maksud sang kekasih. Scene kemudian beralih memperlihatkan Gempi yang sedang sendirian di suatu tempat ditemani bunga-bunga. Sesuai lirik “Kau dan orang-orang di sana muda lagi” (karena memang konon di akhirat itu tidak ada usia senja dan semua orang balik menjadi muda lagi) maka Gempi yang berada jauh di sana hidup dengan kemudaannya.

Sang sutradara mencoba memvisualisasikan seperti apa sebenarnya cara manusia melewati duka. Si laki-laki dan perempuan terlihat mengucap dialog dengan sama-sama menyanyikan bait lirik lagu Gala Bunga Matahari. Keduanya seolah sedang memandang satu sama lain, meski sebenarnya Gala yang berada di Bumi tidak bisa melihat Bunga yang sudah mati. Seperti liriknya yang cenderung sedih tapi tidak melankolis, video musik ini juga tidak berusaha bikin kita terpuruk meratapi kematian seseorang. Tapi justru itulah bagian yang paling emosional sebab puncak kesedihan sesungguhnya berada di garis batas antara kehilangan dan keihklasan.

Sutradara Aco Tenriyagelli juga terlihat tidak berusaha menggurui kita tentang apa yang harus kita rasakan. Dia sepertinya paham, semua emosi datangnya dari dalam diri dan hanya orang yang bersangkutan yang bisa merasakan apa yang sesungguhnya dia rasakan. Sorotan close-up dengan gerakan kamera yang lambat fokus pada ekspresi wajah karakter Gala dan Bunga dengan transisi halus. Boleh dikatakan, scene demi scene berhasil merekam ekspresi melankolis Gempita dan Landung Simatupang hingga seolah menembus layar.

Pemilihan panti jompo juga sangat brilian. Sebuah tempat yang sering jadi obyek untuk menggambarkan emosi rindu dan kesendirian. Gala, laki-laki yang ditinggal mati itu digambarkan hidup bersama orang-orang panti jompo. Ya, di panti jompo dan bentuk visualisasinya tidak ada anak ataupun orang tua dia. Hanya Gala dan kenangan bersama sang kekasih hati. Buat saya ini cukup powerful untuk menggambarkan bahwa pada akhirnya, semua akan kembali berdua. Tiada anak-anak, tidak pula orang tua.


Mungkin ada yang bertanya, kenapa Gempi berada di bulan? Kenapa sutradara tidak menata lokasi mirip seperti surga yang katanya indah dan cantik? Buat saya, apa yang ada di video musik, suatu tempat berwarna kelam yang mirip bulan, adalah sebuah gambaran alam barzakh (alam kubur sebelum hari kiamat) yang memang masih abu-abu dalam bayangan setiap manusia. Barangkali ini menjadi hal mendasar yang membuat sutradara memutuskan ‘bulan’ adalah alam yang berbeda itu. Sebab ada ketidakmampuan kita manusia untuk menggambarkan surga yang begitu indah dan sempurna, selain juga karena bayangan setiap orang terhadap surga yang mereka percaya pasti berbeda-beda.

Karena sudah mendalami liriknya lebih dulu, saya jadi tidak terlalu kaget dengan plot twist di bagian ending. Video musik berakhir dalam durasi 5 menit 27 detik, orang mungkin lantas bertanya, apakah karya yang menuai apresiasi banyak orang ini memang benar-benar bagus? Pemahaman setiap orang mungkin berbeda-beda. Bagus atau tidak subjektif. Tapi buat saya, video musik yang bagus adalah yang ada di kepala kita masing-masing karena kita semua pasti punya interpretasi atas sebuah karya, termasuk karya musik. Dan lagu yang bagus itu lagu yang membuat pendengarnya punya cerita sendiri tentang lagunya. Dengan lirik yang indah dan penuh metafora yang tak klise, penggalan lirik Gala Bunga Matahari tentang kehilangan terasa begitu dekat bagi saya atau mereka yang sedang dan pernah berkabung.

Lirik yang Sederhana untuk Menemani Suasana Berkabung


Gala Bunga Matahari bukan lagu pertama atau satu-satunya yang membahas soal kematian dan kehilangan. Ada banyak sekali lagu-lagu yang mengangkat kesedihan dengan nuansa melankolis. Lagu-lagu bertemakan kehilangan? Standar sekali. Karya musik tentang seseorang yang wafat? Bukannya tidak ada, tapi lagu-lagu yang ada biasanya memeras emosi pedih, menekankan tentang rasa sesak sebuah penyesalan, dan mengulas perasaan-perasaan yang tidak selesai.

Istimewanya, Gala Bunga Matahari menunjukkan bagaimana orang yang ditinggalkan itu bisa bertumbuh. Bisa pulih, tanpa pudar rindunya. Tidak ada lirik dengan ratapan dan rintih berhanyut-hanyut ala “Kenapa kau harus pergi…” atau “Aku tak berarti tanpamu…” Sal Priadi, sang penulis dan penyanyi, menggantinya dengan “Kadang aku menangis bila aku perlu”. Malahan, narasi lagunya menutup dengan kabar baik: “Tapi aku sekarang sudah lebih lucu / Jadilah menyenangkan seperti katamu

Bait yang lebih-lebih bikin agak terkejut karena dari segi pesan, bagian ini merupakan pengalaman personal dengan referensi kultural, dalam hal ini ayat Al-Qur'an.
 
Adakah sungai-sungai itu benar-benar dilintasi dengan air susu?”,
bagian tersebut digambarkan dalam Alquran surat Muhammad ayat 15: “Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di sana ada sungai-sungai air susu dan anggur yang tak berubah rasanya”

Semua pertanyaan, temukan jawaban/Hati yang gembira, sering kau tertawa” disebutkan pula pada surat ‘Abasa ayat 38-39: “Pada hari itu ada wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria”

Juga badanmu tak sakit-sakit lagi/Kau dan orang-orang di sana muda lagi
Bagian ini juga dimuat dalam surat Al Waqiah ayat 35-38: “Kami menciptakan mereka sebaya umurnya” dan HR Tirmidzi: “Penghuni surga berusia muda, 33 tahun, dan umur itu kekal dan tidak akan bertambah”

Tidak perlu menjadi religius untuk memahami gambaran surga. Apa lagi untuk berharap bahwa orang-orang yang kita sayangi, ketika meninggal dunia, pasti pergi ke tempat yang baik dan indah. Baik dari segi musik maupun liriknya, bait-bait Gala Bunga Matahari ibarat manuver yang bikin suasana hati campur aduk. Dan barangkali begitulah rasanya rindu.

Gala Bunga Matahari juga menjadi salah satu pembuktian betapa luasnya makna pada setiap kata Bahasa Indonesia. Tidak ada kata yang “berat” dalam lirik lagu Gala Bunga Matahari. Sal menggunakan tutur yang wajar, bahasa sehari-hari, tanpa majas-majas yang megah. Tidak ada yang dramatis dan upaya melebih-lebihkan. Namun Sal Priadi sebagai pencipta lagu bisa membuat setiap barisnya seperti palung samudera.

Lagu Gala Bunga Matahari ibarat sebuah pintu buat orang-orang yang sedang memupuk tegar di tengah luka kehilangan. Tak jarang kita tersenyum saat mengingat kebaikan orang itu selama dia masih hidup. Kita mendapati luka kehilangan namun memilih untuk tetap merawatnya dengan baik. Karena kita yakin bahwa yang pergi lebih dulu sudah berada di tempatnya, sebagaimana yang seharusnya. Sedang kita juga harus tetap menjalani hidup, sebaik-baiknya.