21 Mei 2024
Menyaksikan Ulang Kelahiran Ikon Terpenting Sejarah Mode Lewat Kreasi Tas Chanel 2.55 dan 11.12.
Mike de Dulmen © All rights reserved
Gabrielle Chanel memandang dunia sebagai serangkaian getaran yang diungkapkan melalui simbol dan angka. Ketika ia menciptakan sebuah tas dengan proporsi sempurna, ia pun menamainya 2.55, menampilkan angka keberuntungannya, 5 - dua kali. Angka ini melambangkan pergerakan, perjalanan, keterbukaan pikiran dan mereka yang sangat mencintai kebebasan.
Oleh karenanya, pada tahun 1955, lahirlah salah satu tas tangan paling simbolis dalam sejarah, tas 2.55. Kehadirannya menjadi sebuah terobosan membuat segala sesuatu tentangnya merevolusi kebiasaan para perempuan dan menjadikannya objek dasar, yang terus muncul koleksi demi koleksi, serta menjelma dalam berbagai variasi yang tak terhitung jumlahnya. Tas-tas lain yang tak ada habisnya telah memberikan penghormatan, memperkuat status uniknya sebagai sebuah legenda.
Mademoiselle Chanel di Jardin des Tuileries. Paris - 1960 oleh Willy Rizzo © Willy Rizzo.
Dari Mademoiselle Chanel hingga Karl Lagerfeld, dan kini Virginie Viard, tas ikonis ini, yang telah ditafsirkan ulang sebagai 11.12, menyimpan rahasia, jahitan tersembunyi, dan gestur rahasia; beberapa di antaranya hanya dapat diwujudkan dengan tangan, oleh para perajin yang sangat berpengalaman. Di antara banyaknya misteri tersebut, ‘kantong tersenyum’–sebagaimana para perajin di atelier menyebutnya, merujuk pada senyuman misterius Mona Lisa—memunculkan tantangan tersendiri dalam pembuatannya.
Menolak untuk menjadi seperti orang lain, Gabrielle Chanel membayangkan tas rancangannya layaknya isyarat haute couture. Dengan keberaniannya yang khas, ia menggunakan kulit domba yang lembut dan halus, yang pada saat itu lebih lazim digunakan untuk pembuatan sarung tangan, serta bahan favoritnya—yang sebelumnya tidak terlihat pada tas—meliputi jersey, lamé, beludru, dan, tentu saja, wol.
Jacqueline Kennedy di London, 1968 © Photo Bettman-Getty Images.
Mulai dari kelembutan permukaan tas, lipatan ganda yang lembut layaknya kulit kedua, hingga sudut-sudutnya yang melengkung; tiap elemen ini berperan dalam menciptakan sebuah objek yang kaya sensualitas dan menjadi hidup dalam hubungan tubuh-ke-tubuh antara tas tersebut dengan perempuan yang memakainya.
Angka 2.55 dan 11.12 sendiri merupakan persamaan angka dan bentuk yang saling merespons, seperti halnya tas yang dipadankan dengan pakaian melalui efek layering untuk menjadi bagian penting dari daya pikat. Memang benar, Gabrielle Chanel menyukai kombinasi: tas yang dipadukan dengan jas atau gaun.
Romy Schneider mengenakan setelan tweed, sepatu dwi-warna, dan tas 2.55 khas Chanel, di Paris, 1962 © Dalmas-SIPA.
Virginie Viard menciptakan kembali kombinasi ini untuk abad ke-21, menjadikan tas ikonis tersebut sebagai bagian dari modernitas ultra-feminin: asosiasi tas yang cocok dipadankan dengan celana jeans dan jaket bersulam, atau bahkan mampu menonjolkan siluet sempurna dari sehelai mantel panjang.
Kini, Virginie Viard memberikan dimensi baru pada warisan ini. Lebih dari sekedar tas, 2.55 dan 11.12 telah menjadi aksesori simbolis, penuh makna dan misteri. Layaknya aroma kebebasan, lambang yang dikenakan di seluruh tubuh, siluet bebasnya mengungkapkan sesuatu tentang pemakainya dan suasana Paris yang tak ada bandingannya: sebuah gagasan keanggunan tertentu, serta sikap dan pemikirannya. Di dalamnya, terkandung sejarah rumah mode Chanel di mana masa kini, masa lalu dan masa depan berkaitan erat, seperti mata rantai yang dijalin dengan kulit pita.