26 Februari 2025
Robert Wun Refleksikan Perjalanan Karier dan Pergeseran Besarnya Memasuki Pasar Couture
PHOTOGRAPHY BY Robert Wun

Pada tanggal 3 September 2024, dunia mode mengalihkan perhatiannya ke Hong Kong Palace Museum, di mana desainer adibusana ternama, Robert Wun, membawa pulang labelnya yang berbasis di London kembali ke tanah kelahirannya, Hong Kong, dan menggelar sebuah pertunjukan spektakuler untuk merayakan hari jadinya yang ke-10. Momen ini pun menandai pencapaian besar Wun, yang membuat sejarah pada tahun 2023 lalu sebagai desainer Hong Kong pertama dan satu-satunya yang menampilkan koleksinya di Haute Couture Week di Paris.
FROM HONG KONG TO THE WORLD
Fashion bukanlah pilihan pertama seorang Robert Wun. Lahir dan besar di Hong Kong, keluarganya mengira Wun akan menjadi seorang ahli biologi karena kecintaanya pada alam. Namun saat menunggu ibunya di sebuah salon kala remaja, ia menemukan kampanye iklan busana laki-laki Alexander McQueen di sebuah majalah. Ketertarikannya pada fashion pun bertambah ketika ia beranjak remaja dan mulai bisa berbelanja pakaian sendiri. “Saya rasa saya baru berusia 11 tahun saat itu,” kenangnya. “Saya tertarik dengan cara kerja sebuah garmen dan bagaimana ia bisa menjadi bagian dari identitas teman-teman di sekitar saya.”
Rasa keingintahuannya pun semakin mendalam ketika salah seorang sahabatnya yang berusia beberapa tahun lebih tua darinya mulai mengenyam pendidikan mode dan memperkenalkannya kepada dunia desain mode. Wun pun mengikutinya pergi berbelanja kain dan berkesempatan untuk melihat langsung proyek-proyek sekolahnya. “Pengalaman ini memantikkan gagasan dalam kepala saya. Saya mulai menyukai ide mengenai desain mode di mana ada sebuah ekspresi kreatif yang berdasarkan tubuh manusia. Saya juga menyukai bahwa imajinasi dan realita mengenai tubuh manusia dapat melahirkan identitas den ekspresi.”
Setelah mendapat dorongan dari orang tuanya, ia pun pindah untuk tinggal bersama kakek dan neneknya di Inggris dan memutuskan untuk mengenyam pendidikan di salah satu institut pendidikan mode paling termashyur di dunia, London College of Fashion. Usai menyelesaikan pendidikan, Wun kemudian meluncurkan label eponimnya pada tahun 2014 yang berfokus hanya pada koleksi busana siap pakai custom order, serta sejumlah koleksi sepatu dan aksesori. Teknik tailoring khasnya yang unik dan segar kerap terinspirasi oleh film dan keindahan alam. Dengan pemberdayaan perempuan sebagai inti dari karya-karyanya, Wun pun dikenal lewat desain-desain inovatifnya yang cutting-edge dan merayakan bentuk perempuan. Adapun nama-nama besar yang kerap tertangkap kamera mengenakan karya Wun meliputi Björk, Solange, Lady Gaga, Cardi B, Céline Dion, Lizzo, dan Doja Cat.

THE BIG MOVE TO COUTURE
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia di awal tahun 2020 memaksa Robert Wun untuk hiatus. “Saat itu tidak banyak yang dapat kami lakukan, tidak ada yang pergi ke Paris untuk menghadiri show, dan tidak ada yang datang ke showroom kami,” kenangnya. “Saat itu, saya masih memiliki sebuah studio kecil yang hanya saya operasikan dengan asisten saya.” Meski dengan penuh keterbatasan, Wun masih menerima pesanan sedikit demi sedikit. Para kliennya yang tak lagi dapat berbelanja di butik membuat mereka bergantung pada Wun untuk membuatkan mereka kreasi busana custom order nan eksklusif. Hal ini pun mendorong Wun untuk memikirkan kembali struktur bisnisnya serta membuka kemungkinan mengalihkan lini busananya menjadi sebuah lini adibusana. “Semuanya terjadi dengan begitu organik,” ujarnya.
Sejak meluncurkan label eponimnya pada tahun 2014, Wun menahan diri untuk tidak menampilkan koleksinya di runway pekan mode internasional. Namun segalanya berubah di tahun 2022 ketika Wun menjadi Grand Prix Winner perlombaan mode kenamaan, ANDAM Fashion Awards, dan memperoleh bimbingan dari Bruno Pavlovsky—presiden mode di Chanel dan Fédération de la Haute Couture—yang menyarankan agar ia mengubah arah bisnisnya. Wun pun menjadi desainer Hong Kong pertama yang tergabung dalam kalender resmi Haute Couture dalam sejarah, serta anggota tamu Fédération de la Haute Couture et de la Mode. Hal ini tentunya menjadi momen penting bagi Wun di mana ia dapat bersanding di antara label-label mode bersejarah seperti Chanel, Dior, Armani, dan Valentino—dan tampil sebagai penutup pekan mode tersebut pada bulan Januari 2023 silam.
“Tentunya saya ingin mengatakan bahwa saya merasa sangat terhormat dan tersanjung. Namun, apabila saya boleh jujur dengan Anda…. saat itu, saya tidak memiliki waktu untuk memikirkan betapa bahagianya saya,” kenangnya. “Otak saya dengan cepat beralih ke rentetan pekerjaan berikutnya yang harus saya lakukan. Ada begitu banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran saya, mulai dari bagaimana saya harus memenuhi pesanan, bagaimana saya dapat mengerjakan pekerjaan saya dengan lebih baik, hingga kemana label ini mau dibawa.” Padatnya jadwal pekerjaan Wun saat itu membuatnya harus menurunkan ego, melepaskan dirinya dari ekspektasi banyak orang, dan mencari tahu lebih dalam apa yang sebenarnya ia inginkan untuk labelnya. “Saya rasa saya baru memiliki kesempatan untuk merefleksikan segala hal yang terjadi dan merasa bahagia lama sekali sejak hal-hal tersebut terjadi, mungkin di akhir tahun itu.”
Layaknya koleksi-koleksi busana Wun sebelumnya, di mana ia mengeksplorasi pengalaman pribadi sebagai ilham utamanya, koleksi couture perdana Wun menyoroti perasaan takut. “Ada begitu banyak kekhawatiran dan ekspektasi yang menghantui saya,” ujarnya. “Tentu exciting rasanya untuk memulai sesuatu yang baru dan ada begitu banyak orang yang menantikan pertunjukkan tersebut. Namun pada saat yang sama, ada begitu banyak tekanan yang saya rasakan.”
Kepiawaiannya dalam tailoring menjadi primadona koleksi ini. Namun, sesuai dengan tema besar yang diangkatnya menyoal rasa takut, Wun mempersembahkan sejumlah material yang membuat pakaian tersebut seakan-akan tampak rusak—sebuah mimpi buruk bagi kebanyakan desainer. Mulai dari kalung mutiara yang terputus, tepian gaun sutra berlapis yang terbakar dan dikenakan dengan kerudung sifon nan serasi, hingga gaun peplum putih yang berhiaskan noda ‘anggur merah’ yang dibuat menggunakan beetroot sebagai pewarna.
Salah satu kreasinya yang paling menuai perhatian dari koleksi tersebut, hadir dalam rupa sehelai mantel hujan berwarna hitam serta payung berwarna serasi. Uniknya, mantel dan payung tersebut seakan tampak basah dengan bulir-bulir air yang terbuat dari kumpulan kristal Swarovski Untuk menciptakan efek guyuran hujan tersebut, Wun mempergunakan kristal dan kabel dengan ukuran berbeda untuk mengaplikasikannya secara 3D.
HOMECOMING
Perayaan satu dekade perjalanan karier Robert Wun membawa sang desainer kembali bertolak ke kampung halamannya, Hong Kong. Didukung oleh CENTRESTAGE, pameran fesyen tahunan yang diselenggarakan oleh Hong Kong Trade Development Council, presentasi Wun pun menunjukkan cintanya yang mendalam pada tanah kelahirannya. Dihelat di Hong Kong Palace Museum, koleksi ini memadukan kenangan nostalgia masa kecilnya, referensi kultur yang membentuk latar belakangnya, dan kepiawaiannya mengolah adibusana nan paripurna. “Rasanya begitu pas untuk melakukannya di Hong Kong. Show ini bertepatan dengan perayaan hari jadi kami yang ke-10 dan juga menjadi show terakhir kami tahun ini.”
Perhelatan malam itu dibuka dengan permainan motif bunga mawar dan materi jacquard yang membangkitkan kenangan masa kecil Wun kala thrifting di Hong Kong. Motif tersebut menyoroti potongan ‘grandma shirts’ yang sangat dikenal oleh penduduk setempat. Namun Wun, yang selalu menjadi inovator, mengubah motif ini menjadi gaun lipit khasnya, menjadikannya tampak familier dan segar pada waktu yang sama.
Selain itu, ada pula tampilan gaun biru terang berhiaskan pahatan lengan yang sedang menggendong bayi. Desain ini merupakan sebuah penghormatan yang menyentuh kepada nenek Wun, yang meninggal karena COVID-19 pada tahun 2021. Gaun tersebut mencerminkan esensi pelukan seorang nenek—lembut, kuat, dan abadi. Tampilan menyentuh hati ini hadir sebagai metafora visual untuk cinta yang melampaui waktu, sebuah penghormatan kepada perempuan yang berperan besar dalam membentuk hidup Wun.
Menampilkan deretan gaun yang dilengkapi mantel dan siluet beberapa lengan, detail ini merupakan sebuah penghormatan yang ia layangkan pada Guanyin, dewi welas asih yang kerap kali diilustrasikan memiliki ribuan tangan dan mata. Memancarkan keanggunan dan kekuatan, tampilan ini mencerminkan kekuatan dan ketahanan yang ditemukan Wun dalam sosok begitu banyak perempuan yang mengemban banyak peran sepanjang perjalanan kariernya.
Mendekati bagian akhir koleksinya, Wun kembali menampilkan busana pengantin yang berlumuran ‘darah’, Sulaman kristal dan manik-manik berwarna merah darah berpadu dengan warna putih halus, menghasilkan permainan kontras yang mencolok namun delicate. Gaun tersebut seakan menari antara kerentanan dan kekuatan, rasa sakit dan keanggunan—sebuah mahakarya yang hanya bisa dimanifestasikan oleh Wun.
Seiring lampu-lampu di runway meredup dan para penonton mulai bersorak, kepulangan Wun bak sebuah takdir yang telah terpenuhi. Perhelatan ini lebih dari sekadar perayaan sepuluh tahun; ia turut menjadi cerminan jerih payah sang desainer dalam memperjuangkan karya-karyanya yang jujur dan setia pada akarnya. Dan apabila koleksi ini dapat memprediksikan perjalanan kariernya, maka perjalanan Wun baru saja dimulai. “Ada begitu banyak hal yang telah kami rencanakan hingga tahun 2027 dan kami akan menjalaninya satu per satu. Saya pribadi tidak terlalu percaya dengan konsep rencana 5 atau 10 tahun, kami hanya akan mengikuti kemana arus membawa kami,” tutup Wun.