9 Desember 2025
Nadège Vanhée Merancang Visi yang Semakin Jernih dalam Memimpin Estetika Rumah Mode Hermès
Text by Tamison O'Connor (photo DOC. Hermès)
Setelah puluhan tahun menekuni hidup penuh ketenangan sebagai arsitek, jauh dari barisan busana elegan untuk label-label luks, Nadège Vanhée-Cybulski melangkah dengan pasti ke tengah lampu sorot lewat kepemimpinan artistiknya di Hermès. Sepuluh tahun setelah koleksi pertamanya untuk Hermès mendarat di toko-toko, ia membuktikan pada dunia akan figurnya sebagai satu dari sedikit perempuan yang arahan artistiknya mampu mencapai usia panjang sekaligus penuh arti di salah satu rumah mode paling bersejarah. Kini, visinya lebih jernih dari sebelumnya.
Di suatu Kamis yang luar biasa panas di Paris, saya duduk di lantai tiga gedung Hermès Cité des Métiers di Pantin—sebuah kawasan suburban di pinggiran timur laut kota. Saya tengah menanti untuk bertemu Vanhée-Cybulski, direktur artistik lini busana perempuan label tersebut. Ia sempat menginformasikan bahwa akan terlambat beberapa menit. Tidak masalah, karena saya pun teralihkan oleh suasana sekitar yang cukup menyedot perhatian (bekas gudang seluas 75.000 kaki persegi dengan jendela setinggi langit-langit yang memenuhi ruangan dengan cahaya alami). Tak lama, seorang perempuan bertubuh tinggi bergegas menghampiri, berseru dengan aksen Prancis yang kental, “Maaf sekali, metronya terlambat!” Seorang direktur kreatif di salah satu rumah mode paling dihormati di dunia berkendara naik metro? Saya tidak menyangka itu.
Saya segera diantar ke kantornya, di mana kami dikelilingi oleh koleksi buku eklektik, yang telah dibaca berulang kali, dengan tab-tab yang mencuat dari halaman halamannya. Saya melihat koleksi buku-buku bervolume tentang karya fotografer Tyler Mitchell dan desainer Eileen Gray. Buku-buku lainnya berisi gambar-gambar halte bus bersejarah Soviet atau arsitektur Islam. Dua atau tiga lusin majalah tertata rapi di lantai. Jelas bahwa Vanhée-Cybulski adalah penikmat seni yang fanatik. Begitu kami duduk di meja, menyeruput kopi dari cangkir porselen art deco (tentu saja buatan Hermès), ia bercerita bahwa hal-hal itulah yang membuatnya tertarik pada mode. “Di sinilah budaya, seni, ekspresi diri, dan keterampilan menyatu,” ujarnya. “Saya selalu berusaha mengekspresikan diri di masa kini, di mana pun saya berada.”
Hermès versi Vanhée-Cybulski tentu saja merefleksikan hal tersebut, menyeimbangkan warisan dan keahlian kerajinan tangan dari rumah mode berusia hampir 200 tahun dengan nuansa kontemporer namun tetap abadi— melalui jaket kulit berbahan lemas, rajutan kasmir yang lembut, dan mantel selimut. Bahkan, di antara permainan Nadège Vanhée-Cybulski. cepat ‘musical chair’ yang dimainkan oleh banyak direktur kreatif ternama di rumah mode papan atas dan kemerosotan yang telah menebarkan awan ketidakpastian di sektor yang lebih luas, Vanhée-Cybulski telah menjadi kekuatan yang tenang dan stabil di Hermès. Selama satu dekade terakhir, ia dengan cermat membangun bisnis busana label tersebut menjadi produk yang elegan, keren, dan dapat dikenakan secara langsung—mencerminkan apa yang ingin dikenakan oleh para perempuan yang gemar berbelanja pakaian mewah saat ini. Belum lagi, ia merupakan salah satu dari sedikit perempuan yang mencapai umur panjang penuh makna dalam menjalani peran krusialnya di puncak label luks berpengaruh. Anda bisa menyebutnya sebagai senjata rahasia Hermès. Label ini merupakan salah satu dari sedikit titik terang di lanskap kemewahan yang penuh tantangan, menentang penurunan yang lebih luas yang memengaruhi banyak pesaingnya—ready-to-wear, yang berada di bawah kendalinya, adalah salah satu area dengan pertumbuhan tercepat. “Ini benar benar tentang rasa ingin tahu tersendiri, empati; sedikit paradoks antara kesenangan dan keindahan, kesenangan dan keseriusan,” ujarnya tentang pandangannya terhadap busana Hermès. “Di sinilah saya suka duduk.”
|
|
|
|
Vanhée-Cybulski, 47, tidak seperti kebanyakan desainer bintang yang memimpin rumah mode besar saat ini. Ia lebih suka berada di balik layar, lebih memilih pendekatan yang lebih bijaksana dan tenang, dan pertunjukannya tidak pernah dipenuhi selebritas bergaya Kardashian atau influencer media sosial. Meskipun Birkin dan Kelly adalah tas andalan rumah mode tersebut, ia lebih suka membawa Bolide yang kurang dikenal, yang selalu ada di mejanya saat kami bertemu. Sementara itu, koleksi runway-nya memadukan sensualitas yang sederhana dengan kepraktisan, menghasilkan karya-karya klasik yang begitu didambakan dan menjadi kiblat busana ultra-mewah. CV-nya bagaikan suntingan dari label-label mewah paling populer di industri ini.
Namun, sebagai seorang anak yang tumbuh besar di kota Seclin di utara Prancis, mode adalah sesuatu yang misterius. “Itu tidak benar-benar ada,” ujarnya. “Mode sendiri lebih tentang hubungan dengan sesuatu yang tunggal dan indah. Saya selalu kembali ke lemari pakaian orangtua saya, di mana saya akan melihat jaket indah yang dirancang khusus untuk ayah saya atau pakaian yang dikenakan ibu saya.” Sebagian besar generasi muda saat ini, ia mengamati, memiliki pengalaman yang berbeda. “Mereka sangat sadar untuk memadukan pakaian mereka, akan kombinasi. Bagi kami, mode hampir mirip dengan dongeng,” ujarnya lagi. Ia, sebaliknya, jauh lebih kutu buku, pencinta sastra, sejarah, dan ilmu humaniora. “[Saya] memiliki latar belakang yang sangat akademis, lalu saya mengambil risiko untuk kuliah di sekolah seni,” jelasnya. Ia mendaftar di Royal Academy of Fine Arts Antwerp, tempat pelatihan di Belgia bagi para desainer avant-garde radikal termasuk Ann Demeulemeester, Dries Van Noten, Walter Van Beirendonck, dan Haider Ackermann. Sekolah ini memiliki pendekatan menarik, ia berucap. “Mereka benar-benar meningkatkan dan mengadvokasi eksplorasi diri Anda.”

Setelah lulus di tahun 2003, ia kemudian bekerja sama dengan beberapa nama paling berpengaruh di dunia mode, seperti Martin Margiela (alumni Royal Academy lainnya, yang saat itu baru saja meninggalkan jabatannya sebagai Direktur Artistik womenswear di Hermès) dan Phoebe Philo saat ia menjabat sebagai Direktur Kreatif di Celine. Setelah Celine, Vanhée-Cybulski pindah ke New York untuk menduduki posisi Direktur Desain di The Row. Kemudian Hermès datang memanggil.
“Memang cukup menakutkan, sebagai seorang perempuan muda, untuk datang ke rumah mode yang sudah mapan dengan nama-nama besar. Ada Christophe Lemaire, [Jean-Paul] Gaultier, Martin [Margiela]—dan kemudian saya. Tidak ada yang mengenal saya,” ujarnya seraya tertawa, tetapi “saya siap”. Ia ingin berkembang ke peran yang “lebih transversal, benar-benar mengekspresikan ciri khas saya melalui sebuah koleksi”; ini bukan hanya tentang mendapatkan posisi Direktur Kreatif yang sangat didambakan. “Saya selalu memandang rumah mode ini sebagai tempat perlindungan yang istimewa. Saya pikir Hermès selalu menjadi referensi bagi semua orang dalam hal kualitas, keunggulan tanpa kompromi, dan sebuah pengalaman akan keindahan. Anda paham maksud saya? Saya tidak bisa menolaknya.”
Meski Hermès telah memproduksi pakaian sejak tahun 1925, secara tradisional, produk kulit dan syal sutra merek tersebutlah yang paling banyak mendapat perhatian, menjadi produk kolektor ikonis. Namun Vanhée-Cybulski telah berupaya mengubah hal itu, mengukir identitas visual bagi perempuan Hermès yang sama kuatnya dengan kategori label lainnya. “Saya berkata, saya benar-benar ingin menghadirkan relevansi yang kuat pada pakaian-pakaian ini. Saya ingin orang-orang mengatakan bahwa Hermès adalah mantel. Bukan sekadar tas atau syal. Ada juga legitimasi yang kuat pada pakaian siap pakai.” Baginya, hal ini sejalan dengan kepraktisan. “Pakaian itu pragmatis bagi saya,” jelasnya. “Anda yang memakainya. Saya tidak bisa memisahkan fungsionalitas dari esensi pakaian.”
|
|
|
|
Selama 11 tahun berkarya di rumah mode Hermès, ia telah mengangkat profil busana perempuan Hermès ke tingkat yang benar-benar baru. Bettina Korek, CEO Serpentine Galleries, menggambarkan Vanhée-Cybulski sebagai sosok yang menguasai ‘kombinasi langka antara kontinuitas dan kesegaran’ yang menarik bagi perempuan percaya diri, penuh rasa ingin tahu, dan sering bepergian. “Saya menganggap estetika Nadège Vanhée-Cybulski sebagai estetika yang memancarkan kekuatan secara diam diam. Ia merancang busana yang akan selalu saya kenakan selamanya—karya yang selalu membawa Anda melewati hari-hari yang penuh ketidakpastian dengan mudah,” ujarnya. “Fungsional namun tak pernah membosankan. Ada kegembiraan, kejutan, dan rasa petualangan. Ia berlandaskan pada dedikasi Hermès terhadap seni, namun tak gentar menghadapi momen-momen yang berani.”
Salah satu hal yang membuat pakaiannya begitu diminati adalah kemampuannya untuk benar-benar menempatkan feminitas modern di inti proses desainnya. Sudut pandang tersebut, jelasnya, juga ia bagikan dengan semua mantan atasannya—Margiela, Philo, Mary-Kate dan Ashley Olsen di The Row. “Saya pernah bekerja dengan orang-orang yang memiliki pandangan yang sama dengan saya, yaitu: apa yang relevan bagi seorang perempuan saat ini? Bagaimana Anda memadukan feminitas baru ini?” ujarnya. “Kami adalah orang orang yang sangat berbeda, dengan visi yang sangat berbeda, tetapi kami semua berbagi arah ini.” Umpan balik tersebut juga ia dengar langsung dari klien, yang sering mengatakan kepadanya bahwa mereka senang karena ia menciptakan pakaian untuk seorang perempuan yang ‘otonom’ dan ‘berani’. “Mereka mengatakan bahwa pakaian itu membuat mereka merasa nyaman”, ujarnya.
Mungkin ada sesuatu yang perlu diutarakan tentang seorang perempuan yang mendesain untuk perempuan lain, saya sarankan, terutama dalam industri mode luks di mana kepemimpinan kreatif di label-label terbesar sering kali didominasi oleh laki-laki. Sampai batas tertentu, desainer perempuan dapat memiliki empati yang unik dan pemahaman tentang apa yang sebenarnya diinginkan perempuan dari pakaian sehari-hari mereka. Namun, Vanhée-Cybulski memiliki sudut pandang yang lebih bernuansa. “Cukup sulit untuk masuk ke dalam percakapan tentang gender,” ujarnya seraya menunjukkan bahwa ada banyak penulis laki-laki yang mampu mengembangkan karakter perempuan yang brilian dan kompleks, begitu pula sebaliknya. Selain gender, tambahnya, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mendorong lingkungan yang lebih mudah didekati dan inklusif bagi para kreator yang sedang berkembang, memberdayakan orang-orang dari spektrum latar belakang yang lebih luas.
|
|
|
|
Kapan pun—ia kemungkinan akan mengerjakan tiga koleksi sekaligus—bekerja sama erat dengan departemen sutra, gambar dan kain, serta atelier. Warna jadi salah satu elemen penting, tegasnya. “Warna adalah hal yang begitu unik bagi setiap mata dan setiap budaya, bukan? Warna yang berbeda mencerminkan sensasi, suasana hati, dan subjek yang berbeda. Warna merah tertentu akan mengekspresikan pesan kekuatan tertentu, dan mungkin warna pastel akan berbicara tentang jenis kerentanan yang berbeda,” ujarnya. Akar rumah mode ini dalam kualitas merupakan pengaruh utama lainnya. “Hal itu menambahkan banyak ketelitian. Apa konsekuensinya terhadap kualitas jika saya mengambil pilihan tersebut?”
Segala sesuatu yang diciptakan Vanhée-Cybulski begitu dipertimbangkan, namun ada juga kesan effortless yang khas dalam busana rancangannya. “Saya benar-benar menerima karya ini dengan sedikit kenaifan, sedikit spontanitas, dan banyak disiplin,” ujarnya. Namun, dalam hal visinya untuk busana siap pakai Hermès, ia melihat lebih banyak ruang untuk berkembang. “Itulah mengapa saya masih melakukan ini—karena saya tahu ini akan terus berkembang. Saya terus mencari pendekatan baru, mempertahankan inti [Hermès], sekaligus selalu berkembang dan berevolusi.”











