FASHION

30 Desember 2022

Menyelami Kisah Masa Lalu dan Warisan Kreatif Vivienne Westwood Bagi Dunia Mode


Menyelami Kisah Masa Lalu dan Warisan Kreatif Vivienne Westwood Bagi Dunia Mode

photo: Getty Images

Pebisnis ritel, desainer, dan seorang aktivis. Vivienne Westwood senantiasa mengejutkan dunia lewat suara-suara yang berteriak di dalam kepalanya.


Ekspansi bisnis pasti ada dalam benak dan cita-cita tiap desainer atau para pebisnis. Hal tersebut tidak menjadi prioritas seorang Vivienne Westwood. Semasa hidupnya dan berkarya, sang desainer enggan melebarkan sayap bisnisnya. Adapun alasan di baliknya berpusat pada pergulatan batinnya mengenai kepercayaan ekologis serta kekhawatirannya akan produksi masal yang berakar pada konsumerisme.

“Saya memutuskan untuk tidak melakukan ekspansi. Faktanya, saya ingin melakukan kebalikannya,” ujarnya pada Observer. Ia mengaku kini lebih tertarik pada kualitas ketimbang kuantitas.

Desainer yang terlahir sebagai Vivienne Isabel Swire pada tanggal 8 April 1941, di desa Tintwistle, Cheshire, Inggris, ini memang tidak seperti desainer pada umumnya. Ia vokal dalam menyuarakan pendapat. Hal yang membuat Westwood melejit menjadi salah satu ikon yang paling berjasa dalam membesarkan mode punk.

Semuanya berawal ketika Westwood bertemu dengan cinta dan inspirasi terbesarnya, Malcolm McLaren. Bersama McLaren—yang kemudian menjadi manajer dari band beraliran punk, Sex Pistols—keduanya menuai perhatian dunia lewat langkah dan pilihan-pilihan yang menentang arus.

Photo courtesy Vivienne Westwood

Konsep Kontroversial

Pergerakan hippie yang mewarnai zeitgeist London di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an tidak menginspirasi Westwood dan McLaren. Keduanya lebih tertarik pada semangat pemberontak, terlebih esensi busana, musik, dan memoribilia era tahun ’50-an. Westwood pun mulai merancang busana Teddy Boy untuk McLaren dan pada tahun 1971 keduanya membuka sebuah butik konsep yang diberi nama Let it Rock di 430 Kings Road, Chelsea.

Setahun kemudian, ketertarikan Westwood beralih pada busana ala pengendara motor, lengkap dengan aksen ritsleting dan materi kulit. Butik keduanya pun dirombak dengan hiasan ilustrasi tengkorak dan diberikan nama baru: Too Fast to Live, Too Young to Die. Westwood dan McLaren mulai merancang kaus-kaus dengan pesan provokatif yang berujung pada sebuah penangkapan dan masalah hukum. Tak gentar, keduanya malah memutuskan untuk melakukan rebranding kembali pada butik konsep mereka dan memproduksi ilustrasi- ilustrasi yang lebih keras. Pada tahun 1974, butik konsep mereka hadir dengan nama baru, Sex. Mengusung slogan ‘rubberwear for the office’, Sex hadir sebagai anomali di tengah panggung ritel London saat itu lewat rangkaian busana fetish dan bondage wear yang ditawarkan.

Vivienne Westwood FW 2013

Vivienne Westwood FW 2013

Dua tahun berselang, di tahun 1976, single gubahan Sex Pistol, God Save the Queen, melejit ke nomor satu walau ditolak untuk disiarkan oleh BBC karena liriknya yang kontroversial. Westwood dan McLaren pun kembali mengubah konsep butik mereka dan menamainya Seditionaires, meninggalkan busana beraliran fetishism dan beralih pada estetika D.I.Y. Gerakan ini mendapatkan perhatian media yang kemudian menjuluki estetika mereka sebagai Punk Rock. Tak lama setelahnya, Sex Pistols bubar dan pergerakan punk yang kian menjadi mainstream membuat Westwood jenuh. Pada tahun 1980, butik konsep tersebut melalui proses rebranding sekali lagi, dan diberi nama Worlds End. Butik konsep ini masih beroperasi hingga sekarang dengan mengusung nama yang sama.

Sarah Jessica Parker sebagai Carrie Bradshaw mengenakan gaun pernikahan rancangan Vivienne West wood dalam film Sex and the City: The Movie (2008).

Jiwa Pemberontak

Satu dekade setelah memulai pergelutan di industri ritel mode, Westwood akhirnya menggelar catwalk show pertamanya bersama McLaren pada tahun 1981. Bertajuk Pirates, koleksi pertama Westwood menawarkan sederetan penampilan punk berimbuhkan jiwa romantis. Koleksi musim gugur/dingin 1981-82 tersebut menjadi titik penting dalam karier Westwood, di mana sang desainer mulai mengembangkan teknik potong tak lazim yang berdasar pada pola persegi panjang. Berbekal visi segar, Westwood menawarkan dinamisme baru pada tubuh perempuan.

Vivienne Westwood FW 2016

Vivienne Westwood FW 2016

Kolaborasi Westwood dengan McLaren menelurkan sejumlah koleksi tak terlupakan. Di antaranya, Savage (musim semi/panas 1982), Buffalo/Nostalgia Of Mud (musim gugur/dingin 1982-83), Punkature (musim semi 1983), Witches (musim gugur/dingin 1983-84), dan Hypnos (musim semi/panas 1984). Westwood kemudian berpisah dengan McLaren, sebelum akhirnya menelurkan satu lagi koleksi bersama label Worlds End. Koleksi musim gugur/dingin 1984-85 tersebut diberi tajuk Clint Eastwood.

Vivienne Westwood FW 2017

Vivienne Westwood FW 2017

Apabila tahun 1981 hingga 1985 disebut-sebut Westwood sebagai periode New Romantic, maka koleksi-koleksi Westwood di tahun 1988 hingga 1991 dijuluki sebagai The Pagan Years. Pada periode waktu inilah, idola-idola Westwood beralih, dari para punk dan ragamuffin menjadi perempuan-perempuan Tatler yang mengenakan busana untuk memarodikan golongan kelas atas.

Salah satu koleksi ternamanya, Harris Tweed (musim gugur/dingin 1987-88), terinspirasi dari penampilan tailored namun kekanakkan keluarga Kerajaan Inggris. “Ide saya untuk koleksi tersebut diilhami oleh seorang anak perempuan yang pada suatu hari saya temui di sebuah kereta. Ia tak mungkin berusia lebih dari 14 tahun. Rambutnya dianyam membentuk sebuah gelungan, ia mengenakan jaket Harris Tweed dan sebuah tas dengan sepatu balet di dalamnya. Ia terlihat begitu keren dan tenang berdiri di sana,” jelas Westwood, seperti dikutip dari situs resminya.

Vivienne Westwood FW 2017

Vivienne Westwood FW 2017

Vivienne Westwood FW 2016

Vivienne Westwood FW 2019

Westwood percaya bahwa mode merupakan kombinasi dan buah pertukaran gagasan antara Prancis dan Inggris. “Di sisi Inggris, kita memiliki Permainan siluet dan sisipan pesan politik dalam koleksi-koleksi Vivienne Westwood. tailoring, sementara di Prancis kita memiliki kekuatan desain dan proporsi yang datang dari rasa ketidakpuasan untuk membuatnya lebih baik lagi,” ujar Westwood. Westwood pun memasuki era Anglomania—ia menyebutnya demikian— pada tahun 1993 hingga 1999. Ia mulai nyaman bermain dengan siluet baru, yaitu siluet hourglass. Permainan bustle, volume, dan panjang ekor gaun mencapai titik maksimum sejak berkolaborasi dengan muridnya—yang kemudian menjadi suami—Andreas Kronthaler. Keduanya terus berkarya hingga kini.


Pembawa Misi


Tak seperti orang kebanyakan, Vivienne Westwood tak pernah ragu dalam menyuarakan pikirannya. Tak percaya? Lihat saja konsep butiknya yang menantang konformitas serta berbagai pesan politik yang kerap tersirat dalam jajaran koleksinya. Kini, setelah mantap berbisnis dan menjadi seorang desainer, Westwood kian bekerja keras untuk mengaspirasikan suaranya mengenai isu perubahan iklim dan konsumerisme. Ia bahkan mendedikasikan sebuah situs khusus yang diperbarui secara rutin, bertajuk Climate Revolution. Situs ini bekerja layaknya seperti buku harian Westwood yang dihiasi oleh kekhawatiran, ketertaikan dan kampanye-kampanye yang dekat di hatinya.

It’s a war for the very existence of the human race. And that of the planet. Senjata terpenting yang kita miliki adalah opini publik: pergilah ke galeri seni, dan kenali dunia yang Anda tinggali. Anda adalah seorang petarung bebas sesegera Anda mulai melakukannya,” ujar Westwood kepada Independent.

Vivienne Westwood FW 2013

Sejak tahun 2013, Westwood yang telah setia menjadi ambasador dari Greenpeace, meluncurkan sebuah kampanye—yang didukung oleh musisi Chris Martin, Paloma Faith, dan George Clooney—untuk mempromosikan upaya-upaya Greenpeace menyelamatkan wilayah Arktika. Kampanye bertajuk ‘Save the Artic’ ini bahkan turut mengusung sebuah logo yang dirancang khusus oleh sang desainer.

Selain menjadi ambasador dan investor dari Trillion Fund—sebuah badan crowdfunding yang menyokong pembangunan proyek-proyek tenaga matahari dan angin di seluruh dunia— dan menjadi pendukung Green Party of England and Wales, Westwood turut meluncurkan serangkaian lini tas di bawah program The Vivienne Westwood Ethical Fashion Initiative. Dibuat dengan penuh cinta di Nairobi, lini tas yang diluncurkan pada tahun 2010 ini merupakan buah kolaborasi Westwood dengan Ethical Fashion Initiative (EFI) of the International Trade Centre—sebuah badan gabungan dari United Nations (UN) dan World Trade Organisation (WTO)—yang mendukung unit-unit usaha mikro para perempuan di komunitas marjinal Afrika.

Lewat program ini, Westwood bersama dengan EFI memberdayakan para perajin dan pengusaha informal untuk memasuki rantai usaha internasional—menyediakan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat termiskin di dunia. Program ini mempromosikan pertumbuhan bisnis berkelanjutan dan stabilitas, alih-alih melahirkan ketergantungan dari kucuran dana bantuan.

Koleksi musim semi/panas 2020 Andreas Kronthaler for Vivienne Westwood.




Sejak tahun 2015, sebagian koleksi Vivienne Westwood diproduksi oleh perusahaan lokal di Kenya—Artisan.Fashion. Awalnya didirikan oleh EFI, unit usaha ini kini telah berdiri secara independen dan telah menjadi bisnis berkelanjutan yang sehat. Memfokuskan dirinya pada produksi aksesori high-end, beragam produk yang dihasilkan dibuat dari kanvas daur-ulang, spanduk jalanan yang dipergunakan kembali, sisa kulit yang tak terpakai, dan ragam kuningan yang ditemukan di daerah kumuh Kibera. Koleksi yang terdiri dari beragam model tas untuk laki-laki dan perempuan ini, meliputi rangkaian tas ransel, tote, tas serut berhias patchwork, Maasai hand beaded clutch, dan gantungan kunci, yang sepenuhnya terinspirasi dari kain tradisional Afrika dan kultur tempat produk-produk tersebut dirancang.

Perjalanan menjadi seorang pebisnis ulung dan desainer hebat, kadang kala tidak dapat berbanding lurus dengan keinginan menjadi penyelamat bumi. Namun apabila dapat memilih, Westwood tampaknya mantap akan pilihannya. Apa yang ingin ia lakukan adalah sebuah bisnis mode yang berkelanjutan. Buy less, choose well, make it last. Bagi Westwood, definisi keberlanjutan bukan sekadar menyoal penggunaan plastik, melainkan sepotong pakaian indah yang memiliki harga sesuai.