FASHION

24 November 2020

Perkembangan Mode Berkelanjutan


Perkembangan Mode Berkelanjutan

Sekalipun telah terjadi perubahan besar menuju konsep ramah lingkungan, kenyataannya mode masih menjadi salah satu industri yang paling polutan. Bagaimana reaksi industri tekstil terhadap krisis iklim? Apa yang dilakukan merek-merek raksasa, pelaku label fast fashion dan para pendatang baru dalam mengubah cara mereka berbisnis? ELLE memaparkan rencana dan misi mereka di tahun 2020.

Agustus 2019 silam, François-Henri Pinault, Presiden Kering Group (Gucci, Saint Laurent, dan Bottega Veneta) mempresentasikan Pakta Mode dalam G7 Summit yang diadakan di Biarritz, Prancis, yang bertujuan untuk mengedepankan isu lingkungan dengan mengurangi dampak mode pada keanekaragaman hewan dan tumbuhan, ekologi, dan kelautan. Beberapa misi dari perjanjian tersebut adalah persoalan netralitas karbon, upaya untuk menggunakan energi yang dapat diperbarui, dan mengakhiri penggunaan plastik sekali pakai yang segera diterapkan pada 2030 hingga 2050.

Berbagai label ikut menandatangani perjanjian tersebut, beberapa di antaranya yakni Armani, Hermès, Moncler, Prada, Chanel, dan Burberry. Termasuk label fast fashion seperti H&M, Gap, dan Zara yang ikut menunjukkan komitmennya. Lebih dari 36 perusahaan yang menaungi 250 label mode telah menetapkan suatu tujuan yakni membangun model bisnis yang lebih efisien dan ramah lingkungan serta tidak berkompromi terhadap profit dan pasar global masing-masing label.

Gabriela Hearst S20 075
Gabriela Hearst Spring-Summer 2020

Bernard Arnault, Head of LVMH, mengungkapkan bahwa ia telah menggerakkan berbagai strategi lingkungan. Pimpinan perusahaan raksasa label mewah tersebut menjelaskan kemajuan bisnisnya pada September tahun lalu di acara Future Life. Dalam periode 2013- 2018, LVMH telah mengurangi emisi karbon sebesar 16% dan menghasilkan berlian bersertifikat pada 2020. Misi positif tersebut turut diperkuat oleh kerja sama LVMH dengan Stella McCartney, yang menjadi konsultan Bernard Arnault dalam pengembangan mode yang berkelanjutan, sekaligus pencalonan Hélène Valade sebagai Direktur Pengembangan Lingkungan.

Keinginan mereka untuk berubah menjadi bukti nyata, kendati tidak sedikit organisasi nonprofit yang menginginkan pembuktian lebih jauh dari pengakuan-pengakuan tersebut. Dan jika komitmen para perusahaan besar serta merek mode tidak membuahkan hasil, maka reputasi mereka yang dipertaruhkan.

Respon Pekan Mode

Akibat peningkatan kesadaran isu lingkungan dan kontroversi akibat peristiwa global yakni Extinction Rebellion dan Fashion Revolution (lahir sebagai respons atas runtuhnya Rana Plaza di Dacca, Bangladesh, sebuah gedung berlantai delapan yakni pabrik garmen untuk berbagai merek mode (di antaranya Primark dan Mango), pekan mode di New York, London, Milan, dan Paris pun memulai pergerakannya. Untuk tujuan yang sama, British Council meluncurkan Institute of Positive Fashion pada 2018 silam. Berfungsi untuk membantu merek-merek mode dan para desainer muda yang hendak menjaga lingkungannya dengan berkontribusi nyata lewat profesi masing-masing. Sedangkan Council of Fashion Designers of America, yang dikepalai oleh Tom Ford, mendirikan program serupa bertajuk Sustainaibility Initiative pada Januari 2019 silam.

September tahun lalu di Milan, Gucci menerapkan konsep keberlanjutan pada gelaran koleksi spring/summer 2020 yang memamerkan sisi ramah lingkungan dari sebuah gelaran mode. Dekorasi pertunjukan sepenuhnya menggunakan bahan daur ulang. Di Paris, Fédération de la Haute Couture et de la Mode telah membuat perubahan di berbagai tingkat organisasi, hal tersebut termasuk penggunaan bus listrik, pemakaian aplikasi di smartphone ketimbang menggunakan kertas, dan penyediaan informasi mengenai mode dan pengembangan yang berkelanjutan pada rumah - rumah mode maupun para desainer. Walaupun jauh dari sempurna, perayaan dan aksi-aksi yang cermat ini pada akhirnya meningkatkan kepedulian yang tinggi pada isu sosial dan lingkungan.

Revolusi Industri Perhiasan

“Berlian adalah sahabat terbaik seorang perempuan,” kata Marilyn Monroe dalam Gentlemen Prefer Blondes. Kendati permintaan terhadap perhiasan tetap stabil, namun persediaannya secara alami mulai habis secara perlahan. Apa yang kita lakukan terhadap perbedaan yang semakin besar antara penawaran dan permintaan ini? Jawabannya terletak pada permata sintetis yang dibuat di laboratorium, tetapi identik dengan bentuk alaminya. Bedanya, ia tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar yang kerap dihasilkan dari proses penambangan.

Revolusi ini dimulai oleh Courbet yang didirikan oleh Manuel Mallen, J.E.M asal Prancis, perusahaan Austria Swarovski, Vrai & Oro, Diamond Foundry, serta Kimai, label asal Belgia, yang hanya menggunakan batu sintetis dan emas yang didaur ulang dari limbah elektronik dan industri.

Usai mengetahui bahwa Tiffany & Co., label yang diakuisisi LVMH, pun telah melompat jauh dengan mengungkap informasi asal-usul berlian sebelum tiba di tangan konsumen, maka menjadi sangat jelas bahwa industri ini tengah berkembang. “Tidak ada yang ditutupi. Klien kami patut mengetahui asalusul geografis dan jalan yang dilalui untuk menghasilkan perhiasan berlian yang mereka miliki,” ungkap Alessandro Bogliolo, CEO Tiffany & Co.

Selain itu, aksi lebih nyata dilakukan oleh Chopard yang memulai perjalanan etis dan keterlacakan sebuah emas dengan upaya yakni hanya menggunakan emas bersertifikat Fairminded, untuk memastikan emas yang dipakai diperoleh dengan cara-cara yang bertanggung jawab dan etis.

Gucci fsh S20 109

Jumlah Produksi

Barang-barang yang tidak terjual umumnya dibakar dan yang sulit dijual akan dibuang. Sebuah benda tekstil berakhir di tempat sampah. Konsumsi yang berlebihan seharusnya tidak lagi terjadi di ranah mode. Perubahan pola pikir ini terjadi tidak hanya di kalangan konsumen, tetapi juga pada desainer mode generasi baru. Di Amerika Serikat, Gabriela Hearst adalah pelopornya. Desainer asal Amerika dan Uruguay tersebut, yang masa kecilnya tumbuh di sebuah peternakan yang jauh dari keriuhan kota, telah mengusung konsep ‘slow fashion’. Ia sangat meyakini bahwa sebuah pakaian seharusnya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. “Ketika menggunakan material yang luar biasa, kami berutang pada diri sendiri bahwasanya pakaian tersebut harus tahan lama. Kami ingin menciptakan pakaian yang dapat digunakan sepanjang hidup,” ujar sang desainer. Tujuannya sangat jelas yakni tidak menyia-nyiakan sepotong kain.

Selain merek-merek baru, perusahaan besar turut memiliki tujuan untuk mengakhiri produksi berlebih dengan mengadopsi teknik-teknik baru dalam manufaktur. Louis Vuiton mempromosikan cara produksi yang masuk akal lewat lokakarya yang diadakan September 2019 silam di Prancis Barat. Merek luks tersebut melakukan eksperimen dengan menggunakan ulang berbagai material. Intimissimi, label mode asal Italia, juga mengusung proyek ‘Recycle’ yang berupaya mengurangi sampah dengan menggunakan ulang material-material pakaian. “Dalam sepuluh tahun terakhir, kami telah mengumpulkan pakaian dalam di seluruh dunia. Kini kami telah membuat batas pemisah antara piyama, busana malam, bra, dan celana dalam yang terbuat dari bahan daur ulang,” ujar seorang perwakilan dari merek Intimissimi.

Prada melansir tas ‘ReNylon’ yang terbuat dari bahan daur ulang berupa jaring ikan. Hermès telah meluncurkan koleksi Petit h yang juga dibikin lewat konsep ‘upcycling’. Penciptaan benda-benda mode dari kain bekas dan bahan-bahan lainnya turut diadopsi oleh label H&M dan para desainer muda seperti Marine Serre, Ronald van der Kemp, dan Emily Bode, nominasi pada ajang LVMH Prize di tahun 2019. Kendati demikian, menjalankan konsep ‘upcycling’ bukan sesuatu yang mudah. Pertama, Anda harus menemukan bahan yang tepat dan memastikannya masih dalam kondisi cukup baik, kemudian harus membersihkan sebelum digunakan.

Pertanyaannya, apakah hal tersebut memungkinkan dalam skala yang besar? Sementara itu para pengecer berupaya mengorganisir dan mengembangkan bisnis penyewaan pakaian dan barang bekas. Di London, Selfridges telah mengajak Vestiaire Collective untuk membuka ruang permanen seluas 40m2 di toko mereka. Sedangkan department store asal Amerika, Nordstrom, telah bekerja sama dengan Rent the Runway. Membuat sesuatu yang baru dari sesuatu yang lama rasanya menjadi perspektif modern dalam dunia mode di masa mendatang.