9 Maret 2021
ELLE Women In Music: Perempuan Jujur Bersuara

7 figur perempuan di dunia musik Indonesia yang memiliki daya juang dan menciptakan ruang untuk mengekspresikan diri sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Lahir dalam bahasa suara musik menciptakan permainan ritme sekaligus membawa manusia ke dalam ruang realitas. Menikmati musik artinya menghayati cerita, meresapi kisah, sekaligus mengarungi dimensi waktu. Dengan musik, seseorang bisa larut dalam kebahagiaan atau tenggelam dalam kesedihan. Karya musik mampu menjadi sarana untuk mengungkap kebenaran. Tak jarang bahkan bersinergi dengan semangat feminisme, menyuarakan keberanian dan menegaskan kekuatan perempuan.
Musik juga sanggup menembus kelas sosial. Mendominasi semua tempat dan memenuhi seluruh ruang dari berbagai kalangan. Ada dua hari penting yang diperingati bulan ini. Pada 8 Maret, seluruh aktivis dan pejuang hak asasi manusia merayakan Hari Perempuan Internasional untuk menyuarakan kesetaraan sekaligus melawan ketidakadilan. Di Indonesia, 9 Maret adalah Hari Musik Nasional, bertepatan dengan hari lahir salah satu pahlawan nasional sekaligus pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman. Soal pemaknaan, dua peringatan tersebut tentu berbeda. Agenda keduanya juga tidak sama. Namun dua-duanya adalah seremoni penting atas masing-masing nilai yang dipikulnya.
Penyatuan antara perempuan dan musik merupakan suatu diskursus yang barangkali jarang dibicarakan namun sesungguhnya telah menjadi realitas yang sublim. Sebab pada hakikatnya, musik tidak akan pernah bisa melarikan diri dari keberadaan perempuan. Di era klasik, sulit melihat posisi perempuan dalam historisitas jagat kesenian yang masih didominasi laki-laki. Perempuan kemudian unjuk eksistensi lewat kemunculan Billie Holliday, Ella Fitzgerald, Dorothy Fields, Abbey Lincoln, Janis Joplin, diikuti nama-nama lainnya yakni Madonna, Celine Dion, Mariah Carey, dan Whitney Houston.
Di tahun pertama ELLE: Women in Music, majalah ELLE Indonesia mengedepankan sosok perempuan di dunia musik Tanah Air. Sebagian dari seluruh musikus perempuan yang berdedikasi pada industri musik Indonesia. Mereka ialah Andien Aisyah, Bunga Citra Lestari, Dira Sugandi, Isyana Sarasvati, Monita Tahalea Risakotta, Neonomora, dan Sherina Munaf. Dunia musik kini menjadi wilayah yang tidak asing bagi perempuan. Sebagai suatu proses kreatif, bermusik tak lagi memiliki sekat gender. Kaum perempuan menempatkan diri di posisi subjek dan senantiasa mengukir kontribusi sekaligus memandang optimis terhadap masa depan perempuan di industri musik.
Bagaimana kisah perkenalan Anda dengan dunia musik?

Dira Sugandi: “Dari kedua orangtua, saya banyak mendengarkan musik karya Frank Sinatra, Nat King Cole, The Beatles, Chicago, Stevie Wonder, Earth Wind and Fire, dan Harry Belafonte. Lulus SMA, saya sempat les vokal di Elfa Music Studio Bandung dan mulai menyanyi di beberapa kafe. Sempat 3 tahun kuliah di Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Bandung, saya lantas pindah mengambil jurusan Vocal Performance di Universitas Pelita Harapan. Tahun 2001, saya menonton konser Incognito di Bandung. Usai acara, kami berkenalan di belakang panggung dan saling bertukar nomor telepon. Tahun 2006 ketika lulus kuliah, Jean-Paul ‘Bluey’ Maunick, lead vocal Incognito meminta saya berangkat ke London untuk rekaman sekaligus memproduseri album pertama saya, Something About the Girl.”
Isyana Sarasvati: “Saya sudah menekuni musik sejak kecil dan awalnya mempelajari musik klasik. Saya kemudian mengikuti berbagai kompetisi musik dan mulai menciptakan komposisi musik instrumental. Usai menyelesaikan kuliah di Nanyang Academy of Fine Arts Singapura, tahun 2015, saya bergabung dengan label Sony Music Indonesia dan merilis album perdana.”
Sherina Munaf: “Waktu kecil saya sering menyenandungkan melodi, bahkan sebelum mampu berbicara. Beranjak remaja, saya gemar menonton film-film kartun Disney yang sangat musikal. Sejak kecil kecintaan saya pada musik tidak sebatas dalam bentuk audio, tapi juga aspek visual dan penceritaan dalam karya musik. Saya lantas masuk sekolah musik Bina Vokalia, kemudian belajar vokal di Bina Seni Suara dan menerima tawaran bernyanyi dari Elfa Secioria ketika usia saya 8 tahun. Tahun 2001 saya mengambil jeda dari musik untuk fokus mengerjakan kegiatan lain, di antaranya menekuni balet dan berlatih wushu. Tahun 2004 saya mulai menciptakan karya musik dan merilis album pertama berjudul Primadona, di usia 16 tahun.”
Monita Tahalea Risakotta: “Awalnya saya bercita-cita menjadi psikolog. Karena suka menyanyi, saya ikut ajang Indonesian Idol pada 2005. Empat tahun kemudian, saya kembali bertemu Indra Lesmana. Beliau banyak mengajarkan tentang musik dan akhirnya memproduseri album perdana saya yang bergenre jaz, dengan judul Dream, Hope & Faith.”

Bunga Citra Lestari: “Sejak kecil sebetulnya ingin jadi penyanyi. Namun saya mengawali karier dengan berakting di sinetron yang kemudian membuka kesempatan lainnya. Grup musik Pas Band mengajak saya berkolaborasi untuk salah satu lagu di album mereka. Kerja sama ini akhirnya membuka jalan untuk meraih cita-cita saya sebagai penyanyi.”
Neonomora: “Berawal dari pengalaman bekerja sebagai public relations sekaligus penyiar di radio Mustang FM, saya lantas berkeinginan untuk menjadi penyanyi. Akhirnya saya mencari produser dan merilis lagu pertama di website neonomora.com. Dan 6 bulan kemudian, saya berkesempatan tampil di Java Rockingland, WeTheFest, dan lainnya. I felt blessed.”
Andien Aisyah: “Dulu waktu kecil, saya senang menyanyi di depan banyak orang. Akhirnya saya masuk sekolah musik dan belajar dari almarhum Elfa Secioria. Tiga tahun kemudian, saya mengeluarkan album perdana ketika duduk di kelas 3 SMP. Elfa Secioria adalah guru sekaligus sosok penting yang berjasa dalam membantu saya mengenal dan memahami musik.”
Apa yang membuat Anda jatuh cinta pada musik?
Andien Aisyah: “Musik mampu membahasakan perasaan dan hal-hal yang sulit didefinisikan. Ketika bernyanyi atau mendengarkan musik, saya merasa ada suatu emosi yang tergambarkan dengan jelas.”
Isyana Sarasvati: “Musik merupakan sumber inspirasi dan bagian penting yang menemani perjalanan saya dalam bertumbuh dan berkembang sebagai manusia.”
Dira Sugandi: “Musik adalah bahasa universal yang bisa dipahami banyak orang. Ketika di rahim ibu, manusia sudah mendengar detak jantung ibunya yang memiliki ritme serupa melodi tersendiri. Dan musik tidak pernah meninggalkan manusia. Apa pun suasana hati dan keadaannya, musik mampu mengubah perasaan dan menggerakkan hati. Dia bahkan bisa menginspirasi manusia untuk melakukan banyak kebaikan. Menyanyi jelas bukan sekadar melantunkan musik tanpa arti.”
Bunga Citra Lestari: “Musik mampu mengubah suasana hati jadi bahagia. Saya turut merasa menjadi versi terbaik dari diri sendiri manakala saya bermusik.”
Neonomora: “Lewat musik, saya dapat bertransformasi menjadi sosok apa pun yang saya inginkan.”
Sejauh mana musik berperan dalam kehidupan Anda?

Andien Aisyah: “Bagi saya, musik sama pentingnya seperti tarikan napas. Bukan hanya soal tampil di atas panggung untuk menyampaikan lirik dan nada, tapi musik juga telah menyentuh ranah-ranah personal mulai dari saat saya jatuh, kehilangan, sampai bangkit kembali dengan kekuatan yang baru.”
Isyana Sarasvati: “Sebagai seorang introver, musik menjadi cara saya untuk mengekspresikan diri dan menuangkan perasaan yang sulit diungkapkan.”
Dira Sugandi: “Melalui musik, saya mampu melihat dunia dengan cara dan sudut pandang yang beragam. Hidup kian ‘kaya’ terlebih ketika berkesempatan untuk mengenal orang-orang yang sangat inspiratif di industri ini.”
Bunga Citra Lestari: “Musik membantu saya membebaskan perasaan sekaligus memperoleh energi positif. Setiap momen dalam hidup saya, selalu ada lagu-lagu yang mengisi tiap peristiwa. Dan ketika mendengar lagu tertentu, saya seolah menyeberangi masa lalu dan kenangan- kenangan dalam hidup.”
Neonomora: “Sebagai seseorang yang tumbuh dengan hidup berpindah-pindah negara, musik bagi saya ibarat jalan keluar. Ia membuat saya selalu merasakan kehangatan rumah.”
Sherina Munaf: “Musik barangkali bukan satu- satunya yang saya miliki. Namun ketika saya berkreasi lewat gambar ataupun film, aspek musiknya tidak pernah hilang. Saat menggambar, saya memperoleh inspirasi dari musik. Ketika menonton film, saya menyimak segi musiknya. It’s never just music alone, but also never without music.”
Musisi atau musik seperti apa yang memengaruhi Anda dalam bermusik?
Sherina Munaf: “Saya senang mendengarkan scoring film dan suka menyimak karya-karya Benj Pasek dan Justin Paul, Hans Zimmer, James Newton Howard, dan John Williams. Saya juga terinspirasi oleh Lin-Manuel Miranda. Ia sangat mahir membuat cerita dengan lirik dan nada.”
Andien Aisyah: “Sejak remaja, saya banyak dipengaruhi musik jaz dan lagu-lagu bossa nova. Musisi yang mempengaruhi proses bermusik saya beberapa di antaranya yakni Astrud Gilberto, Ella Fitzgerald, dan Billie Holiday.”
Dira Sugandi: “Pada masa awal mengenal musik, saya banyak belajar dari karyanya Whitney Houston dan Mariah Carey. Lama- kelamaan saya juga terinspirasi oleh Aretha Franklin, Chaka Khan, Billie Holiday, dan Yolanda Adams.”
Seperti apa proses kreatif Anda?

Sherina Munaf: “Dulu saya banyak menggali perasaan untuk menentukan tema apa yang ingin dijadikan karya musik. Namun kini, saya justru kerap mengerjakan karya lagu tentang sesuatu di luar diri sendiri. Sebab itu saya suka bikin karya musikal yang menyajikan dunia dan kisah untuk kemudian dibuat lagunya. Karya musik harus dibuat sesuai naskah dan karakter cerita. Termasuk memperhitungkan genre musik, visual, dan lokasi perpindahannya. Selain juga menyimbolkan bunyi dedaunan dengan suara flute, merepresentasikan suara orang jahat dengan bunyi klarinet. Seru sekali!”
Isyana Sarasvati: “Bagi saya, sebuah lagu terlahir atas naluri refleks. Pada saat menciptakan karya, saya tidak menggunakan rumus, melainkan melakukan refleksi atas perasaan atau fase hidup yang yang telah dilewati.”
Andien Aisyah: “Proses bermusik harus diawali dengan kemampuan untuk ‘merasa’. Yang artinya membiarkan diri ‘terluka’ dan merasakan sakitnya. Begitupun ketika bicara soal rasa senang, mesti sepenuh hati merasakan kebahagiaannya. Ketika membuat karya, saya sengaja menyendiri. Namun tidak jarang ide dan gagasan itu muncul secara tiba-tiba. Karena itulah saya sering menulis banyak catatan dan merekam ide lewat voicenote di handphone.”
Monita Tahalea Risakotta: “Pada dasarnya saya suka menulis. Dan ketika membuat lagu, saya berangkat dari tulisan-tulisan untuk kemudian dibikin nada dan melodinya. Namun proses kreatif tidak selalu sama. Kadang memulai dari lirik, tapi bisa juga mengawalinya dari melodi.”
Bunga Citra Lestari: “Di awal karier, saya banyak berdiskusi dengan penulis lagu dan produser. Belajar memahami sampai akhirnya saya mengenali karakter seorang Bunga Citra Lestari. Kini saya sangat antusias, kali pertama menulis lirik sendiri untuk lagu terbaru saya yang berjudul 12 Tahun Terindah. Selama ini saya seperti kurang percaya diri. Namun ketika berada di titik terendah hidup, saya seperti punya keberanian untuk mengutarakan perasaan lewat musik.”
Sekian lama berkecimpung dalam dunia musik, pengalaman apa yang akhirnya memperkaya perjalanan Anda?

Sherina Munaf: “Dikenal sejak kecil itu membuat saya punya pertahanan yang cukup kuat. Rasanya lebih tahan banting dalam menghadapi penolakan ataupun komentar negatif. Bertahun-tahun ada di industri hiburan, saya sampai pada pemahaman bahwa saya punya dua pilihan: terus berkarya dan berkontribusi positif walaupun akan selalu ada opini buruk atau memendam keinginan dan tidak melakukan apa-apa. Saya lebih memilih opsi pertama.”
Monita Tahalea Risakotta: “Bahwa menjadi pendengar yang baik itu penting untuk membuat kita belajar banyak hal. Mau untuk belajar menyimak karya musik dari bermacam genre, berdialog dengan musisi-musisi dari berbagai kalangan dan usia, serta melihat bagaimana perjuangan musisi-musisi senior dalam pengalaman bermusiknya. Semua hal tersebut memperkaya pengetahuan.”
Isyana Sarasvati: “Memahami kenyataan bahwa saya tidak bisa menyenangkan hati semua orang. Saya juga belajar bahwa sebagai seorang musisi ataupun pencipta lagu, kita tidak semestinya mengubah jati diri atas opini orang lain.”
Dira Sugandi: “Berbagai pengalaman yang dilewati saat berjuang dari titik nol adalah kekayaan yang sesungguhnya. Menyanyi dari satu kafe ke kafe lainnya, tampil di acara 17 Agustus di gang-gang rumah, serta berdandan di dalam bus ketika harus bolak-balik dari Jakarta ke Bandung untuk menerima tawaran bernyanyi. Saya pernah menyanyi di atas panggung yang nyaris roboh! Sampai akhirnya berkesempatan satu panggung dengan David Foster untuk menyanyi bareng dan menerima layanan VVIP. Ibarat tentara, saya dilatih dan ditempa oleh keadaan. Semua pengalaman bikin saya jauh lebih kuat dan bijak.”
Bunga Citra Lestari: “Bahwa penting untuk memiliki karakter agar dapat mempertahankan eksistensi di industri musik. Dan untuk menemukannya, kita perlu mendengarkan orang lain sekaligus menggali kekuatan diri sendiri. Dengan kekuatan karakter, maka musisi perempuan bisa beradaptasi di zaman apa pun.”
Andien Aisyah: “Saya sempat melakukan rekaman dengan pita kaset dan menerima komentar dari para pendengar berupa surat-surat yang dikirimkan lewat pos. Dari hasil karya masih berupa kaset, berubah jadi compact disc, hingga kini sama sekali tidak ada bentuknya. Pelajaran paling penting ialah saya harus beradaptasi. Mau mendengarkan pendapat mereka yang lebih muda dan menyadari bahwa zaman telah berubah. Saya berusaha belajar banyak agar terus mengikuti perkembangan zaman. Termasuk memahami Youtube dan TikTok! Apa pun yang terjadi, saya selalu kembali pada alasan dan tujuan awal mengapa saya bernyanyi dan memasuki dunia musik.”
Dalam menciptakan karya, persoalan apa yang hendak Anda suarakan lewat jalur musik?

Dira Sugandi: “Saya sering menyaksikan banyak perempuan yang lupa dengan kebahagiaan dirinya sendiri. Di single terakhir, judulnya Utuh, ada makna penting lewat lagu bertema self-love. Saya ingin menyampaikan pentingnya perempuan untuk mencintai dirinya sendiri. Di luar statusnya sebagai perempuan berkarier atau ibu rumah tangga, perempuan selalu punya hak untuk bahagia. Saya merasa persoalan ini penting dan harus disuarakan banyak orang, termasuk melalui musik.”
Neonomora: “Di awal karier, saya banyak berorientasi pada isu-isu politik. Tetapi seiring waktu dan bertumbuh usia, saya menyadari bahwa saya hanya ingin berkarya secara jujur dari hati.”
Bunga Citra Lestari: “Saya selalu berkeinginan untuk menyuarakan kekuatan dan keberdayaan perempuan lewat karya musik. Mengenai sikap saling mendukung antarperempuan, serta tentang mencintai dan menghargai diri sendiri.”
Andien Aisyah: “Dulu, apa pun temanya, saya selalu membungkus karya musik dengan makna yang positif. Bahwa selalu ada jalan keluar dari semua permasalahan. Namun belakangan, saya menyadari ternyata tidak semua hal mesti baik- baik adanya. Kadang manusia hanya perlu ikhlas menerima keadaan. Ke depannya, saya akan menggali tema yang sifatnya reflektif.”
Bagaimana Anda melihat persoalan pandemi dan pengaruhnya terhadap pelaku di industri musik?
Sherina Munaf: “Baik di film ataupun musik, pandemi jelas telah menciptakan perubahan dan dampak besar. Kita semua sedang berada di masa-masa paling menantang dan satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan beradaptasi. Kini di tengah proyek Petualangan Sherina 2, saya dan tim yang terlibat mengerjakannya secara virtual dari rumah masing-masing. Kami tidak pernah bertemu sejak terakhir melakukan riset di awal Januari 2020. Hanya sesekali saya bekerja di kantor Miles Films untuk mengerjakan bagian orkestrasi yang memang sulit diselesaikan secara virtual.”
Andien Aisyah: “Dunia selalu bekerja dengan prinsip bahwa hanya mereka yang beradaptasi yang mampu bertahan hidup. Pandemi dan seluruh konsekuensinya telah memaksa manusia untuk melakukan berbagai penyesuaian. Di acara AMI Awards 2020, saya menerima kabar bahwa jumlah karya meningkat 200% dibanding tahun 2019. Artinya, kreativitas selama masa pandemi justru bertambah di mana orang-orang kini bisa berkarya dari mana pun mereka berada. Mulai dari menulis lagu, merekam musik, hingga melakukan konser virtual. Manusia memang selalu punya cara untuk beradaptasi.”
Monita Tahalea Risakotta: “Situasi ini membuat saya dan banyak orang harus ikhlas ketika banyak hal terjadi tidak sesuai rencana. Tidak ada cara selain terus berkarya sambil berdoa agar selalu dikuatkan dalam menghadapi ketidakpastian.”
Dira Sugandi: Pandemi telah menyadarkan saya tentang banyak hal penting selain sekadar ambisi diri sendiri. Kesehatan dan keluarga, misalnya. Di ranah musik, saya melihat bangsa Indonesia memiliki ketahanan cukup tinggi untuk melewati masalah secara gotong royong dan saling membantu. Saya juga melihat ada lebih banyak kolaborasi yang terjadi di masa pandemi ketimbang masa sebelumnya. Termasuk kesempatan untuk bekerja sama dengan musisi- musisi mancanegara.”
Bunga Citra Lestari: “Kita dituntut untuk bekerja lebih keras dan terus mencari cara agar tetap berkarya. Membawa diri agar keluar dari batasan-batasan yang selama ini terbentuk. Selalu ada sisi baik dari keadaan yang paling buruk sekalipun. Pandemi telah memberikan banyak waktu untuk kita semua mencari inspirasi, menulis lagu, dan menghasilkan karya.”
Adakalanya perempuan dihadapkan pada situasi sarat stigma di tengah lingkungan yang patriarkis. Sepanjang pengalaman dan perjalanan Anda di dunia musik, bagaimana Anda melihat persoalan ketimpangan perlakuan terhadap kaum perempuan?

Bunga Citra Lestari: “Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menyuguhkan karya terbaiknya. Salah satu tantangan perempuan adalah ia kerap disalahartikan. Bagi saya, perempuan dan laki-laki berada dalam posisi yang setara.”
Dira Sugandi: “Dulu di awal karier ketika menyanyi di kafe, saya seringkali menerima perlakuan tidak menyenangkan. Beberapa di antaranya adalah tuntutan agar berpakaian lebih terbuka dari yang saya kenakan dan permintaan untuk mengakrabkan diri dengan tamu laki-laki. Selain itu saya merasa industri musik Indonesia masih melihat ‘kemasan luar’ dari seorang penyanyi perempuan. Perempuan dituntut agar sesuai dengan standar kecantikan paling umum. Saya sendiri lebih memilih untuk mensyukuri apa yang saya miliki dan fokus menciptakan karya dan kontribusi positif.”
Neonomora: “Kita mesti mengakui bahwa dunia ini masih bekerja dengan cara laki-laki. Perempuan seolah dipaksa harus berusaha berkali-kali lipat untuk menunjukkan kemampuannya. Di tengah kondisi demikian, perempuan harus selalu berani menyuarakan gagasan dan kapasitasnya kendati di tengah situasi yang patriarkis.”
Monita Tahalea Risakotta: “Ada masanya saya dituntut agar berpenampilan dengan standar gaya tertentu untuk bisa menyanyi di atas panggung. Misalnya memakai aksesori serta dandanan yang berlebih. Termasuk tuntutan agar ‘ramah’ dengan tamu laki-laki manakala saya sedang tampil menyanyi di suatu acara. Kaum perempuan jelas harus punya keberanian untuk menjaga nilai-nilai dan kebenaran yang dianutnya.”
Bagaimana Anda melihat kaum perempuan dalam industri musik?
Andien Aisyah: “Walau jumlahnya belum sebanyak laki-laki, namun perempuan di dunia musik sudah semakin banyak yang bermunculan. Perempuan kini tidak segan-segan menunjukkan taringnya untuk mengekspresikan diri di dunia musik.”
Isyana Sarasvati: Peran perempuan sangat signifikan. Ia menentukan banyak hal dan memengaruhi berbagai aspek. Dan keberhasilan perempuan di dunia musik membangkitkan semangat kaum perempuan untuk berkarya dengan hati.”
Sherina Munaf: “Saya senang melihat banyak musisi perempuan yang luar biasa berbakat dan berkarya dengan hati. Perempuan di dunia musik kini menempati berbagai genre, membawa karya dan gayanya masing-masing. Mereka hadir untuk menciptakan karya, bukan sebatas menjadi pemanis di dunia musik.”
Dira Sugandi: “Dengan sensitivitas dan perspektifnya, perempuan memegang peran signifikan di dunia musik. Perempuan mampu secara lantang menyuarakan isu-isu penting sekaligus memberdayakan manusia lewat musik. Kaum perempuan juga dapat menjangkau hati dan pikiran banyak orang dari berbagai kalangan, usia, dan kelas sosial. Ke depannya, mudah-mudahan ada lebih banyak lagi perempuan yang terlibat di dunia musik karena masih sangat sedikit sekali perempuan Indonesia yang menjadi produser, pembuat scoring, ataupun komponis. Kita perlu memperbanyak jumlah perempuan di berbagai posisi selain penyanyi. Sebab ketika seluruh perempuan bersatu dan berkolaborasi, maka kemajuan industri musik Tanah Air bukanlah mustahil.”
cover story
Andien Aisyah
Sherina
ELLE Women in Music
Isyana Sarasvati
Monita Tahalea
Bunga Citra Lestari
Neonomora
Dira Sugandi