16 Maret 2018
Interview: Di Balik Layar Kenapa Harus Bule?

Jujur saja. Judul film Kenapa Harus Bule? tidak begitu menarik perhatian. Ketertarikan itu juga tidak meningkat setelah melihat teaser trailer filmnya.
Dalam cuplikan video berdurasi 28 detik itu tampil seorang perempuan dengan riasan menor berusaha keras mendapat pasangan seorang warga asing. Penilaian secara spontan: film budget murah dengan kisah serupa FTV (film televisi).
Rasa penasaran baru terpicu saat melihat nama Nia Dinata sebagai salah satu produser. Pasalnya, Nia selalu mengangkat cerita yang kadang nyeleneh. Jadi, kami datang menghadiri undangan press screening terbatas di Plaza Indonesia Februari lalu.
[caption id="attachment_652" align="aligncenter" width="685"]
Foto: Dok. Kalyana Shira Film[/caption]
Keluar teater, seluruh persepsi negatif kami luntur dalam sekejap. Dikemas sinematografi gaya indie, alur filmnya ringan tapi sarat inspirasi. Satir akan persoalan white supremacy dan kebiasan judging dalam masyarakat Indonesia. Kami tepuk tangan dan angkat dua ibu jari!
Beberapa waktu lalu, Nia (produser) bersama Andri Cung (sutradara) dan para pemain Kenapa Harus Bule? (Putri Ayudya, Cornelio Sunny, Michael Kho, Natalius Chendana) berkunjung ke redaksi ELLE Indonesia. Mereka khusus berbagi cerita pembuatan film yang akan dirilis pada 22 Maret 2018 itu kepada kami.
Foto: Dok. Kalyana Shira Film[/caption]
Foto: Dok. ELLE Indonesia[/caption]

Dari mana asal ide cerita film ini?
Andri Cung (AC): Berawal dari curahan hati seorang teman saya yang terobsesi mendapat pasangan orang asing. Nia Dinata (ND): Saat Andri datang membawa naskahnya, saya segera merasa relates. Bukan karena saya obsesi dapat pasangan bule, ya. Lebih kepada, sikap judgmental yang disuguhkan dalam kisahnya. Tidak dipungkiri, saya dan teman-teman pun kerap memandang sebelah mata kepada perempuan Indonesia yang berpasangan dengan bule. AC: Padahal, sah saja, jika Anda ingin punya pasangan orang asing. Adapun sebagian orang yang lebih memilih menikah satu etnis.Bagaimana Anda memilih para pemeran?
AC: Saya memilih aktor yang rela memberikan seratus persen waktu serta jiwanya terhadap sebuah karakter. Di luar itu, saya lebih nyaman kerja dengan orang yang sudah kenal. Sebelumnya, saya pernah terlibat produksi bersama Putri, Natalius, dan Sunny. Michael adalah satu-satunya aktor yang butuh pendekatan khusus. Saya menemukan Michael ketika menonton sebuah film, di mana aktingnya keren sekali.Paradigma akan bule lebih kepada kulit putih. Tetapi, film ini justru menampilkan Sunny yang cenderung berkulit tanned.
Cornelio Sunny (CS): Itu juga yang saya tanyakan ketika menerima naskah dari Andry! Saya sadar perawakan saya tidak terlihat bule. Setiap ada yang bertanya, saya juga sering kesulitan menjelaskan asal dari Kanada, keturunan Meksiko, dan lainnya. Malah, saat mengunjungi Sisilia sebelum syuting, saya beberapa kali dikira berasal dari Sisilia (daerah otonomi Italia). Tapi, Andry mengancam tidak akan memproduksi filmnya bila saya menolak. Hahaha! AC: Sebenarnya, jika Anda pergi ke Italia Selatan, mayoritas lelakinya memang berkulit gelap. Tapi tetap jadi salah satu tantangan, karena kami perlu mengubah perawakan Sunny hingga tak nampak seperti orang Meksiko. [caption id="attachment_651" align="aligncenter" width="685"]
Persiapan para pemain untuk film ini?
Putri Ayudya (PA): Saya diminta menambah berat badan hingga 10 kilogram! Belajar merias diri hingga sangat menor, padahal saya hampir jarang sekali makeup. AC: Tapi, Michael paling bikin pangling. Dari cara bicara kemayu dan tanpa jenggot. Michael Kho (MK): Untungnya, inspirasi karakter yang saya perankan adalah sutradara sendiri. Hahaha!Siapa tokoh favorit dalam film ini?
CS: Buyung is the sweet guy and more human being dan juga keren, karena ia mampu tunjukkan emosi. Natalius Chendana (NC): Sebenarnya, sekarang sudah banyak karakter laki-laki yang badboy, tapi karakter Buyung yang pemalu membuatnya terlihat lebih langka dan menarik. AC: In real life, Buyung mungkin akan jadi sasaran bully! Coba saja perhatikan, masyarakat begitu menjunjung tinggi maskulinitas. Simpelnya, sejak kecil laki-laki diajarkan untuk tidak menangis. Sebab, kindness dianggap suatu kelemahan dan orang takut pada penindas. Karakter Buyung yang diperankan Natalius jadi menarik karena ia satu-satunya yang paling tidak menghakimi. PA: Menurut saya, seluruh karakter dalam film ini relates dengan masyarakat di kehidupan nyata. [caption id="attachment_649" align="aligncenter" width="685"]