14 Januari 2022
Stephanie Poetri Suarakan Hubungan Jarak Jauh Dalam Lagu 'Picture Myself'

Sajak tentang kehilangan, kerinduan, dan kebimbangan dibalut iringan gitar akustik yang hangat.
Stephanie Poetri merilis karya baru. Sebuah single berjudul Picture Myself, hasil kolaborasi bersama Sarah Aarons (penulis lagu yang pernah bekerja sama dengan Zedd, Flume, dan Jessie Ware) serta M-Phazes (produser yang menangani Kehlani, Demi Lovato, hingga Madonna).
Picture Myself berkisah tentang kondisi emosional seorang manusia saat berada dalam suatu hubungan jarak jauh. Liriknya mengeksplorasi perasaan kehilangan, kerinduan, dan kebimbangan yang menyelimuti diri dalam upaya menangkal kegelisahan hati, serta berusaha menemukan pengertian atas situasi kehidupan. Tertuangkan secara intim berlandaskan pengalaman pribadi sang musisi.
"Picture Myself adalah balutan akustik tentang bagaimana rasanya hubungan jarak jauh dan terus-menerus bertanya-tanya apakah ini layak atau tidak. Sebagai seseorang yang mengalami hubungan jarak jauh, rasanya lagu ini benar-benar menangkap siklus kekhawatiran dan kehilangan serta kebingungan," ungkap Stephanie. Irama petikan lembut gitar akustik berpadu elemen synth membangun kedalaman melodi yang terasa hangat dalam aransemen musiknya.

Sebuah video musik mengikuti perilisan lagunya. Disutradarai oleh Eileen Yoon, dengan mengambil latar tempat kota New York. Picture Myself menjadi single pertama yang diluncurkan Stephanie sejak minialbum AM:PM. Menyusul kesuksesan single I Love You 3000 sebagai hit global pada awal kemunculan Stephanie Poetri di ranah musik Indonesia dan global. Seiring perilisan single-nya, saya berbincang dengan Stephanie tentang visi kreatifnya.
Poetri, seberapa berat untuk Anda berada jauh dari orang-orang terdekat selama pandemi ini?
“Untuk sekarang, saya sudah terbiasa berjauhan dengan orang-orang. Mengerjakan serangkaian proyek musik cukup mampu menjadi distraksi sehingga perhatian saya tidak berfokus hanya pada kesendirian.”
Saat Anda tengah sendirian, apakah itu lantas membuat Anda merasakan gelisah?
“Saya tumbuh besar di dalam sebuah keluarga besar. Jadi ketika pertama kali memutuskan merantau ke Los Angeles (Amerika Serikat), dan kesendirian itu saya rasakan, tentu adakalanya saya merasa sepi. Tapi tidak sampai membuat anxious. Kini, barangkali karena sudah terbiasa hidup mandiri, sehingga momen karantina tidak lagi membuat hati sepi.”
Tapi apakah Anda sesungguhnya menyukai berada dalam kesendirian? Saya dengar, menyendiri justru semakin membuat kreativitas seorang seniman terbuka.
“Yes. Sendiri secara fisik sangat menenangkan dan terasa ‘aman’.”
Apakah mudah untuk Anda berbicara terbuka tentang perasaan Anda, pengalaman pribadi Anda, dan barangkali mengungkapkan sebuah rahasia melalui lirik?
“A little bit strange, yes, hahaha. Tetapi saya pikir adalah penting untuk menciptakan sebuah lagu secara personal dan jujur, sebab ada orang-orang yang menemukan ‘kenyamanan’ tersendiri lewat keterbukaan orang lain; saat mengetahui bahwa ada orang lain yang mengalami perasaan atau pengalaman serupa, dan mereka merasa terhubung dengan ‘cerita’ saya.”
Dan bagaimana Anda mengomunikasikan kreativitas Anda, yang melibatkan rasa personal, dengan Sarah Aarons, M-Phazes, Eileen Yoon, juga setiap kolaborator Anda ketika bermusik?
“Sesi rekaman musik ibarat waktu terapi. Hahaha. Saya masuk ke dalam studio, kami workshop menciptakan melodi untuk dasar lagu, kemudian mereka akan bertanya kepada saya tentang apa yang sedang saya rasakan saat itu. Dari situ, kami mulai brainstorm sebuah lagu.”
Sebagai generasi muda yang hidup di dunia di mana keterbukaan telah menjadi suatu budaya modern—dengan andil kemajuan internet dan media sosial—apakah ada pengalaman atau perasaan pribadi yang tidak ingin Anda bagikan melalui lagu?
“I would say that I’m pretty an open book. Well, secara teknis, internet telah memiliki arsip tentang informasi diri saya sejak berusia kanak-kanak oleh karena nama besar ibu saya. Setiap kali terjadi sesuatu meliputi ibu, sebagai keluarga kami tidak jarang pun akan ikut tersorot; sehingga saya sudah terbiasa dengan sorotan publik sejak kecil. Positifnya, hal ini membuat saya bertumbuh menjadi pribadi yang terbuka dan mampu menunjukkan diri saya secara jujur. Musik-musik yang saya buat pun memang memiliki kedekatan sangat personal, selayaknya sebuah ‘penceritaan’.”
Bicara tentang ibu Anda, kita semua mengetahui bahwa Titi DJ adalah salah satu penyanyi hebat yang dimiliki Indonesia. Dan saya kira memang 'apel jatuh tidak jauh dari pohonnya'. Tetapi, kapan sesungguhnya Anda menyadari hasrat untuk menjadi seorang musisi?
“Usai menamatkan studi SMA, saya mengambil jeda satu tahun sebelum memulai kuliah untuk mencari tahu apa yang sebenarnya ingin saya lakukan dalam hidup. Pada periode jeda itu, saya kemudian mencoba meracik lagu dan menulis lirik, hingga kemudian rilislah I Love You 3000. Di titik itu, saya tahu dan yakin bahwa hasrat saya bertumpu pada musik. Saya ingin menjadikan musik sebagai profesi.”
Minialbum AM:PM dibuat dengan visi untuk menjadi sebuah tempat perlindungan, tempat yang aman, bagi para pendengarnya. Apa landasan Anda terhadap visi tersebut?
“Selama pandemi, cukup sulit bagi saya untuk tidak berfokus pada pandemi itu sendiri. Situasi kala itu membuat saya seperti berada dalam sebuah loop. Sebuah lingkaran perjalanan yang tiada akhir, seperti terus berputar. Sebab itu, mengerjakan proyek ini cukup mengalihkan fokus perhatian saya. Saya kembali mengingat perasaan-perasaan yang menyenangkan jauh sebelum pikiran saya diselimuti pandemi, misalnya jatuh cinta, dll. Saya harap pendengarnya dapat menemukan ‘pengalihan’ atau ‘ketenangan’ ketika mendengarkan album ini.”
Juga dikatakan bahwa Picture Myself memulai babak baru untuk perjalanan musik Anda; apa yang bisa kami harapkan dari musik Anda selanjutnya?
“Vibe lagu ini sarat melodi akustik, dan cukup simple. Vibe ini akan lebih banyak meliputi aransemen dan produksinya. Saya memiliki beberapa lagu lain yang rencananya akan rilis di awal tahun ini, sebelum akhirnya merilis minialbum berikutnya.