FASHION

23 Agustus 2022

Kisah Desainer Harry Halim Melawan Arus


Kisah Desainer Harry Halim Melawan Arus

Menembus pasar internasional tentu menjadi mimpi besar banyak desainer mode, tak terkecuali mereka yang berkarya di Indonesia. Baik mengehelat peragaan busana di Paris atau melahirkan karya-karya atraktif yang digandrungi selebriti dunia sekelas Lady Gaga, Dua Lipa, Miley Cyrus, dan Cardi B; seluruhnya mungkin hanya mimpi belaka bagi kebanyakan orang. Namun tidak begitu halnya bagi desainer Harry Halim. Lewat jemari cakapnya dalam mencipta, desainer kelahiran Indonesia satu ini menjadikan semuanya kenyataan lewat jerih payahnya sendiri.

 

HIDDEN TALENT

Harry Halim lahir di Indonesia dan dibesarkan di Singapura. “Saya selalu merasa berbeda dan terasing di ruang kelas,” kenangnya akan masa kecilnya. “Ketika saya di Singapura, saya selalu dijuluki ‘Indo kid’, sementara ketika saya sedang berada di Indonesia, saya kerap dipanggil dengan sebutan ‘anak Singapura’. Saya kerap merasa seperti orang asing di ruang kelas dan tak pernah benar-benar merasa berada di tempat yang semestinya.” Perasaan teralienasi tersebut terus dirasakan Harry hingga ia menginjak bangku kuliah. Pada saat itulah ia mulai merasa nyaman akan dirinya dan menemukan kebebasan.


Kendati prestasinya yang berderet dan talentanya yang tak dapat diragukan lagi, nyatanya, menjadi seorang desainer mode bukan lah pilihan pertama Harry. Meski demikian, sang desainer mengaku bahwa penampilannya selalu menjadi hal penting dalam dirinya sedari kecil. Ia selalu memastikan dirinya tampil rapih, dengan rambut yang klimis untuk mewujudkan tampilan wet look sebelum pergi clubbing, kemeja yang selalu dimasukkan ke dalam celana, dan sepatu yang dipoles hingga mengilap. 


Meski tak menaruh minat secara khusus pada mode—apalagi bercita-cita menjadi seorang desainer mode, Harry memiliki ketertarikan pada seni, sejarah dan hal-hal yang bersifat hiburan. Ia gemar berkreasi dan membuat sesuatu. Ia pun memutuskan untuk mengambil jurusan seni. Keputusan ini mengantarkannya pada sebuah pertemuan dengan salah seorang dosen yang menyadari talenta terpendam Harry. “Melihat karya saya yang glamor dan elegan, ia bertanya apakah saya tertarik untuk mencoba program mode mereka,” kenangnya. Tak butuh lama bagi Harry untuk menyanggupi undangan tersebut. “Saya pun segera menemui mereka. Mereka memperlihatkan kepada saya studio mode mereka, lengkap dengan mesin jahit dan manekinnya.”


Harry pun memutuskan untuk mengenyam pendidikan mode di LaSalle College of The Arts, di Singapura. Meski tak bisa menjahit dan harus belajar banyak tentang kosakata mode ketika memulai program mode, Harry belajar perlahan namun pasti dan menjadi salah satu murid yang paling mahir di kelasnya. Ia menikmati tiap momennya dan jatuh cinta dengan mode. “Kini, mode ada dalam darah saya,” ujarnya penuh keyakinan.


Setelah lulus, Harry bekerja kepada desainer legendaris Singapura, Celia Loe, selama satu setengah tahun, sebelum kemudian pindah ke sebuah perusahaan yang berkantor pusat di London dan beroperasi di Singapura selama tiga tahun. Pada periode waktu tersebut, Harry memberanikan diri untuk mengikuti perlombaan Asian Young Designers. Hasilnya pun tak mengecewakan. Ia memenangkan ajang kompetisi tersebut dengan membawa nama Singapura—sebab sang desainer memiliki status kewarganegaraan PR (Permanent Residency) Singapura. Kemenangannya turut membuahkan hadiah berupa dana yang dapat dipergunakan untuk memulai kariernya sebagai seorang desainer. Namun, alih-alih mempergunakan uang tersebut untuk memulai label independen serta perusahaan modenya di Singapura, Harry memutuskan untuk meluncurkan labelnya di Paris. 



Harry Halim 


THE GREAT BIG MOVE

Keputusan Harry untuk pindah dan berkarier di Paris dilandasi dengan pemikiran bahwa Paris adalah Ibukota mode dunia. “Semua label ingin memamerkan koleksi mereka di Paris. Paris masih menjadi nomor satu dan memiliki traffic tertinggi di dunia mode,” jelasnya. “Para press dan buyer selalu datang untuk menemukan label baru di kota ini. Anda dapat menemukan begitu banyak showroom selama pekan mode.” Melihat kesempatan tersebut, Harry pun mantap melangkahkan kaki ke kota romantis tersebut.


Meski jalannya tak selalu mulus, Harry terus berkeyakinan untuk terus maju dan berkarya di kota Paris. Perjuangannya pun berbuah manis ketika ia meluncurkan koleksi musim semi/panas 2012 miliknya bertepatan dengan helatan akbar Paris Fashion Week, menjadikannya desainer Indonesia pertama yang diterima untuk memamerkan koleksinya di kalender prestisius tersebut. Lewat karya-karyanya yang mengedepankan bentuk sculptural, potongan berani, dan interpretasinya sendiri akan romantisme, Harry pun membuai hati para perempuan dan penikmat mode. Elemen-elemen tersebut menjadi esensi penting dalam tiap kreasinya yang mampu menghubungkan para pemakainya dengan sisi berani dan berbahaya dalam diri tiap perempuan.


Dikenal lewat garis rancangnya yang menonjolkan siluet tubuh perempuan, Harry menghubungkan sensualitas dengan siluet dan fantasi. “Ketika kita memainkan atau mengubah sebuah siluet atau bahan tertentu, ia akan menghasilkan sisi sensualitas yang berbeda,” jelasnya. “Bagi saya, sensualitas dapat pula menjadi fantasi Anda: apa yang Anda ingin lihat dan apa yang merangsang Anda. Saya suka sekali melihat busana ber-tailoring baik dari materi kulit—pada perempuan maupun laki-laki—atau rok dengan belahan samping nan tinggi namun tidak vulgar. Tampilan konservatif dapat pula dipandang sensual bagi sebagian orang. Semuanya tergantung dari siapa yang melihatnya.


Sang desainer juga tak malu untuk mengungkapkan bahwa dirinya tertarik pada hal-hal yang tak biasa dipandang indah bagi kebanyakan orang. “Mungkin sesuatu yang grotesque, sesuatu yang berbeda, dan sesuatu yang tak umumnya menjadi stereotipe akan apa yang disukai kebanyakan orang,” ujarnya. “Contohnya seorang laki-laki yang mengenakan gaun panjang. Di mata saya, hal tersebut dapat terlihat sensual. Tapi pada akhirnya, saya melihat mode sebagai sebuah kebebasan, dan itu menghubungkan pula sensualitas dengan kebebasan.”


Kendati terbilang sukses, nyatanya Harry Halim tak luput pula dari kritik. Namun apabila sebagian orang cenderung menghindarinya, Harry menjadi salah satu orang yang mengaku mencintai kritik. “Saya mendengar hal-hal baik tentang diri saya, tentunya hal-hal ini juga menjadi sesuatu yang ingin saya dengar, namun kami juga menginginkan kritik dari mereka yang berada di luar dan melihat hal-hal yang tidak kami lihat,” pungkasnya. “Saya menerima kritik dengan baik. Saya menghargai kritik dan saran dari mereka yang lebih mampu dari saya. Saya akan memprosesnya, memikirkannya kembali, dan mungkin saja, saya akan mengubah cara saya. Saya sangat berpikiran terbuka dan adventurous. Saya suka mencoba hal baru dan saya menyukai tantangan.” 









Koleksi musim gugur/dingin 2022 Harry Halim yang bertajuk Devotion.


FROM INDONESIA TO THE WORLD
Pada tahun 2017, Harry membuka butik pertamanya di Indonesia, tepatnya di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Keputusan ini berawal dari sebuah ketidaksengajaan. Harry awalnya hanya berniat untuk memindahkan sampling room miliknya ke Jakarta. Tak disangka, ia mampu menghemat begitu banyak uang ketimbang memproduksi koleksinya di kota Paris. Ia pun memutuskan untuk menjadikan Jakarta sebagai headquarter label besutannya dan tetap mengirimkan karya-karyanya ke klien-klien internasional. Tak terasa, hampir lima tahun sudah Harry mengambil keputusan besar ini. Dalam kurun tersebut, sang desainer mengaku masih bolak-balik antara Jakarta, Paris, dan Los Angeles.



Billy Porter mengenakan sepatu bot rancangan Harry Halim.


Salah satu sketsa rancangan busana Harry Halim untuk Billy Porter.

Setelah bergelut dalam industri mode selama limabelas tahun, Harry mengaku dirinya bahagia dengan segala hal yang ia miliki saat ini. Di saat banyak label harus gulung tikar karena dilanda pandemi, ia bersyukur masih mendapatkan kesempatan untuk terus bertahan dan berkarya. Tak banyak yang mengetahui, tapi bisnis sang desainer malah meroket di tengah terpaan pandemi. “Terutama koleksi sepatu bot kami,” bebernya. “Koleksi ini masih menjadi best-seller hingga hari ini.” 



Dua Lipa kenakan sepatu bot rancangan Harry Halim.


Kini, nama-nama besar seperti Lady Gaga, Dua Lipa, Agnez Mo, Miley Cyrus, Christina Aguilera, dan tak terkecuali, aktor Billy Porter, menjadi segelintir dari sekian banyak bintang yang menjadi pengagum dan klien setia Harry Halim. Meski karya-karyanya telah mendunia dan menjadi inspirasi bagi banyak desainer muda lainnya, Harry Halim memaknai kesuksesan dengan kacamata lain. “Bagi saya, kesuksesan tidak berhubungan dengan banyaknya uang yang Anda miliki atau seberapa besar rumah Anda,” ungkapnya. “Kesuksesan datang dalam diri Anda sendiri. Ada begitu banyak level kesuksesan dan semuanya tergantung dari diri kita sendiri bagaimana kita mengukurnya dan mengatakan ‘Hey, I’m happy now. I’ve achieved things that I wanted.’ Saya rasa, kesuksesan adalah ketika saya mencapai kebahagiaan saya.”