20 Juni 2025
Menengok Massaro dan Montex, Dua Pilar dalam Ekosistem Mètiers d'Art Chanel di le19M
PHOTOGRAPHY BY IGN RADITYA BRAMANTY

Di balik gemerlap runway Chanel, tersembunyi dunia sunyi yang penuh presisi, emosi, dan sejarah bernama le19M—sebuah suaka untuk keahlian tangan yang nyaris sakral. Di sinilah dua atelier ikonis, Massaro dan Montex, merajut mimpi-mimpi mode untuk koleksi Métiers d’Art yang legendaris. ELLE bersama Elxi Elvina mendapat kehormatan bertandang.
Di dunia yang kian cepat dan digital, kerja tangan merupakan bentuk “perlawanan” yang elegan. Lewat le19M, Chanel memastikan bahwa denyut tradisi ini akan terus hidup—untuk dikenakan dan untuk dikenang. Bertempat di 19th arrondissement kota Paris, le19M adalah wadah bagi industri kreatif. Menjadi lokasi di mana waktu dilipat menjadi benang, manik, dan kulit. Didirikan oleh Chanel dan diresmikan pada tahun 2021 silam, bangunan ini adalah perwujudan visi jangka panjang Chanel dalam melestarikan Métiers d’Art, yang memiliki arti: seni para pengrajin.
Ketika busana haute couture Chanel ditampilkan di atas runway, yang terlihat hanyalah hasil akhir dari keindahan luar biasa. Nyatanya, di balik setiap sulaman, jahitan, dan detail rumit, tersemat keahlian tangan-tangan terampil dari para artisan yang tergabung dalam Métiers d’Art; sebuah ekosistem yang didedikasikan untuk seni dan kerajinan yang diwariskan turun temurun dan dijaga dengan penuh penghormatan oleh Chanel. Tangan-tangan para artisan secara strategis diakuisisi oleh Chanel sejak 1985 agar keahlian unik ini tidak punah. Sebab itu, perhelatan Métiers d’Art menjadi sebuah tribut bagi profesi artisan seperti bordir, plissage, pembuatan sepatu, perhiasan, hingga hiasan bulu yang menjadi tulang punggung haute couture.
Elxi ELvina berbincang bersama Antoine Besnard, pemimpin Atelier Massaro.
Jejak tangan para artisan Atelier Montex dalam lookbook Métiers d’Art.
Elxi Elvina mendapat kesempatan menilik berbagai sampel bordir di Atelier Montex.
Gedung le19M menjadi rumah dari para artisan dan menampung lebih dari 600 pengrajin dari 11 Maison d’Art berbeda. Dua diantaranya adalah Massaro dan Montex, dua pilar dalam ekosistem Métiers d’Art yang masing-masing memiliki sejarah panjang dan kontribusi vital bagi keindahan busana Chanel. Di awal musim semi lalu, saat Paris masih mengembuskan angin dingin dalam temperatur satu digit yang kontras dengan paparan sinar matahari yang terik, ELLE bersama Elxi Elvina berkesempatan untuk berkunjung ke dua atelier ikonis tersebut.
MASSARO
Berdiri sejak 1894, maison Massaro dikenal luas sebagai pembuat sepatu pribadi Gabrielle Chanel dan pencipta sepatu two-tone legendaris pada tahun 1957. Kini di le19M, keahlian Massaro tetap hidup dalam bentuk sepatu indah yang menjadi bagian integral dari konstruksi busana. Setiap sepatu dikerjakan melalui lebih dari 40 tahap. Mulai dari montage kulit hingga penambahan aksen kustom seperti bordir, perhiasan, atau bahkan teknik quilting yang senada dengan tekstil Chanel.
“Mungkin Anda sudah melihat karya terakhir yang kami perkenalkan di Métiers d’Art, yaitu sepatu bot dengan sulaman yang terinspirasi dari panel Coromandel milik Gabrielle Chanel,” ujar Antoine Besnard, Head of Massaro, saat menyambut kami. “Kebanyakan orang lebih mengenal tipe slingback, yang sebelumnya pernah kami hadirkan kembali. Namun sebenarnya, Gabrielle Chanel juga memiliki banyak desain lain yang belum digunakan kembali, termasuk sepatu bot tersebut.”
Untuk merealisasikannya, Massaro mengajukan desain awal ke Chanel Studio dan berlanjut dalam sejumlah penyesuaian. Kemudian masuk ke tahap pembuatan. “Ada tiga tahapan utama dalam proses pembuatan sepatu di Massaro, yaitu pembuatan last—membentuk cetakan kaki dari kayu, pembuatan upper—membuat bagian atas sepatu, dan pembuatan bottom—menyatukan semua bagian mulai dari sol hingga hak. Kami menggunakan pola kertas khusus untuk memotong kulit dan bagian sulaman secara presisi. Lalu kulit dijahit membentuk bagian atas sepatu yang kemudian dibentangkan di atas last. Terakhir, sol dan hak ditambahkan,” Besnard menjelaskan. “Setiap sepatu memerlukan kurang lebih 300 jam untuk dibuat.”
Ketiga tahapan tersebut membutuhkan keahlian tinggi dalam kerajinan tangan. “Tidak ada satu pun orang yang mampu menguasai semua tahapan secara utuh. Sebab itu, setiap sepatu dikerjakan oleh tim yang terdiri dari tiga orang: pembuat last, pembuat upper, dan pembuat bottom.” Penjelasan ini menggugah Elxi yang larut dalam kekagumannya. Sebagai seorang fashion influencer yang selalu menaruh antusiasme tinggi pada rumah mode Chanel dan pernah mengemban pendidikan Fashion Design, ia sangat menghormati makna dan proses dari craftsmanship itu sendiri. “Ini adalah bentuk dari keterampilan dan kualitas yang ditunjukkan seseorang saat mereka membuat atau menciptakan sesuatu dengan tangan secara presisi. Proses ini membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi seseorang untuk bisa menguasainya,” ucap Elxi.
Kiri: Proses bordir yang dilakukan dari sisi belakang kain. Kanan: Barisan sampel bordir.
“Alat-alat yang digunakan pun berbeda di setiap tahapan,” Besnard menimpali. “Kami menggunakan alat-alat tradisional kuno untuk menyelesaikan bagian bawah sepatu. Alat-alat ini sangat tua. Sudah tidak bisa lagi kami temukan di pasaran. Kami harus mencarinya di pasar loak.” Dengan peralatan yang kian langka untuk ditemukan, tak heran keterampilan ini begitu dilindungi. Dedikasi dan ketekunan ini mengelevasi nilai setiap karya Massaro.
MONTEX
“Ini adalah bordir untuk kerah mantel berbahan tweed. Selain bordir, kami juga membuat rajutan dan beberapa trim seperti Coromandel knitwear ini, lalu menambahkan elemen timbul untuk menciptakan bagian yang mengilap,” papar Aska Yamashita yang menjabat sebagai Artistic Director Montex tak lama saat melihat Elxi tertegun mengamati barisan sampel bordir untuk koleksi Métiers d’Art di atas meja ruang pertama yang kami masuki di atelier ini. “Ada patch untuk atasan dan berbagai macam trim lainnya. Seperti ini, bordir klasik yang dibuat dengan benang namun diberikan sedikit kejutan, karena benangnya menyala dalam gelap. Begitu juga payet dan manik-manik kecilnya. Ini memberi andil besar karena koleksi Métiers d’Art 2024–2025 ditampilkan di malam hari,” Yamashita tersenyum.
Didirikan di tahun 1939 dan diakuisisi Chanel di tahun 2011, Montex telah menjadi salah satu maison bordir paling prestisius di dunia. Keahlian Montex terletak pada perpaduan bordir tangan tradisional dengan teknik bordir mesin yang mutakhir. Keunggulan Montex adalah pendekatan artistiknya, di mana benang logam, manik-manik kaca, payet mikro, hingga material eksperimental mampu dikombinasikan menjadi satu sulaman yang nyaris menyerupai lukisan tekstil.
Salah satu peran penting le19M dan Montex adalah regenerasi keterampilan. Di tengah menurunnya minat generasi muda terhadap kerajinan tangan, Chanel secara aktif mempromosikan pendidikan dan pelatihan. Di Montex, para pengrajin senior membimbing generasi baru untuk memahami nilai kesabaran dan presisi. Hal ini memberi kesan mendalam bagi Elxi. “Para artisan yang bekerja di Montex sangat beragam—usia muda dan tua. Tapi mereka berbagi passion yang sama. Dan sekecil apapun peran mereka, misalnya ada satu artisan yang pekerjaannya ‘hanya’ menggunting benang sisa, semuanya dihargai dan dianggap sama di Montex,” ia menarasikan apresiasinya.
Yamashita memperlihatkan mock-up dari sebuah tas yang hanya digunakan untuk menunjukkan desain bordir yang rumit. “Sangat presisi, karena bordir ini harus dilakukan oleh tangan-tangan ahli. Dan Anda lihat bahwa semua bordir ini dilakukan dari sisi belakang kain. Jadi Anda membordir tanpa melihat bentuk apa yang sedang Anda kerjakan dibaliknya. Panduan Anda hanya mengikuti contoh ilustrasi di sketsa.” Dan bisa dikerjakan selama 150 hingga 200 jam oleh satu artisan.
Melalui Montex, Chanel tidak hanya mempertahankan nilai-nilai warisan haute couture, namun juga meredefinisi relevansi kerajinan tangan di era modern. Di setiap benang, payet, dan motif bordir yang dihasilkan Montex, terkandung filosofi bahwa kemewahan sejati bukan semata tentang kilau, melainkan tentang waktu, dedikasi, dan keindahan yang lahir dari tangan para pengrajin. “Setelah melihat proses di balik layar di Montex, semuanya menjadi masuk akal mengapa harga dengan kualitasnya sangat sebanding,” Elxi tertegun.
Berada di dalam salah satu studio bordir ternama di dunia, Yamashita seolah membaca kekaguman kami. “Di sinilah kami menyimpan semua sampel yang kami kembangkan untuk berbagai koleksi. Proses pengembangan koleksi baru hampir selalu dimulai di ruangan ini,” Yamashita bergumam sambil memperlihatkan kami sejumlah sampel material dan look dari perhelatan Métiers d’Art yang tertempel di dinding showroom. Hampir seluruh look menunjukkan kode estetika fundamental, bahwa bagi Chanel, bordir bukan semata hiasan pelengkap atau sentuhan terakhir, melainkan fondasi kreatif dari keseluruhan siluet. Dan Montex merealisasikannya lewat kreasi-kreasi istimewa.