26 September 2025
Pengaruh AI Generatif Bagi Masa Depan Inovatif Dunia Mode

text by Cempaka Asriani (Gigi (York Models) photography by Zaky Akbar for ELLE Indonesia August 2025; styling Sidky Muhamadsyah)
Pekan mode musim gugur baru saja dimulai di London, Milan, New York, dan Paris. Para rumah mode dan desainer bekerja siang dan malam untuk menciptakan desain setiap helai pakaian untuk dipamerkan di pagelaran busana yang tak jarang akan menentukan tren di masa depan. Di masa mendatang, sangat mungkin bahwa desain tersebut akan memadukan kehebatan mencipta sang direktur kreatif dengan kekuatan kecerdasan buatan atau Artificial Intellegence (AI) generatif.
Saat ini, Anda mungkin sudah pernah mendengar atau familiar dengan ChatGPT buatan OpenAI, chatbot berbasis AI yang menjadi sensasi seketika dan memicu persaingan untuk menciptakan teknologi serupa. ChatGPT hanyalah salah satu contoh AI generatif, sebuah teknologi berisi kumpulan algoritma cerdas yang dapat digunakan untuk membuat aneka konten baru, termasuk audio, kode, gambar, teks, simulasi, dan video.
Sementara itu, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, industri mode telah banyak bereksperimen dengan AI dasar dan teknologi terdepan lainnya, Sebut saja metaverse, nonfungible tokens (NFT), ID digital, dan augmented reality atau virtual reality dan baru memiliki sedikit pengalaman dengan AI generatif. Benar, teknologi ini belum tersedia secara luas. Itu pun tak luput dari bugs dan inkonsistensi, tetapi semua indikasi menunjukkan bahwa tak lama lagi, AI generatif dapat berkembang pesat dan menjadi game changer dalam banyak aspek, terutama bisnis dalam industri mode. Dalam tiga hingga lima tahun ke depan, AI generatif diprediksi dapat berkontribusi ke laba industri busana siap pakai, fashion dan barang mewah sebesar USD150 hingga USD275, menurut analisa biro konsultan global McKinsey & Company.
Dari pembuatan kode hingga mempercepat proses pengembangan konten, AI generatif menciptakan ruang gerak baru untuk kreativitas. Sesuatu yang dahulu hanya pernah kita lihat dalam adegan-adegan di film sci-fi. Teknologi ini dengan jenius dapat memasukkan semua bahan data mentah yang “tidak terstruktur” seperti teks mentah, gambar, dan video menjadi bentuk media baru, mulai dari skrip yang ditulis lengkap hingga desain 3-D dan model virtual yang tampak sangat realistis hingga sulit dibedakan dengan kenyataan
Tak dapat dipungkiri jika teknologi ini masih berada dalam tahap awal penggunaan, tetapi tren menunjukkan aplikasinya dari hari ke hari semakin inovatif. Penerapan AI generatif dalam jangka waktu pendek seperti dalam penciptaan produk, pemasaran, penjualan, dan pengalaman pelanggan dapat memberikan hasil yang signifikan bagi brand maupun konsumen.
Gigi (York Models) photography by Zaky Akbar for ELLE Indonesia August 2025; styling Sidky Muhamadsyah; fashion Dior (jaket, rok, tas).
DESAIN
Desain adalah salah satu area penerapan AI generatif yang paling jelas dengan kontribusi karya yang bisa dikatakan paling signifikan. Teknologi ini memberikan desainer sarana yang cepat untuk menyiapkan variasi desain produk dalam jumlah sekali banyak, bahkan dari beragam inspirasi sekaligus atau dari ide baru yang mungkin sekilas terdengar gila dan tak masuk akal sekalipun. Desainer dapat dengan mudah mulai membuat citra dengan aplikasi generator gambar AI seperti Midjourney, Difusi Stabil, atau OpenAI DALL-E, hanya dengan mengunggah petunjuk teks atau gambar.
Lihat bagaimana seniman Str4ngeThing, (Instagram: @Str4ngeThing) mengeksekusi sebuah konsep koleksi pakaian laki-laki terbaru yang dirancang oleh AI Generatif dengan mengambil inspirasi dari merek Nike disilangkan dengan estetika era Renaissance. Koleksi ini bergerak dari pentingnya wol dalam mode era Renaissance, di mana tak hanya fungsional tetapi juga menjadi simbol kekayaan dan status sosial. Siluet yang menjadi fokus dalam koleksi ini adalah dua jumper wol yang menampilkan teknologi AC built-in. Jumper ini adalah solusi sempurna bagi siapa saja yang mencari kenyamanan dan gaya terbaik selama musim dingin. Selain itu, Str4ngeThing juga berkreasi dengan menghubungkan jumper ini ke jam tangan berdesain ramping dan resik melalui bluetooth yang memanfaatkan teknologi AI untuk mengatur suhu tubuh. Jam tangan ini juga memungkinkan pemakainya untuk memilih suhu yang mereka sukai, memberikan kendali dan kenyamanan tertinggi, membawa mode mewah ke ketinggian baru!
Namun, penggunaan AI generatif di ranah desain bukan tanpa masalah. Penciptaan desain secara umum memerlukan pengeditan manual dengan perangkat lunak terpisah. Contohnya saat ingin menambahkan elemen pemasaran seperti logo. Proses mengubah warna atau alterasi pemendekan lengan tanpa menghasilkan gambar yang sama sekali baru juga biasanya membutuhkan teknis yang tidak otomatis. Belum lagi persoalan Intelektual Properti. Dari Getty Image sampai ke sekelompok artis tercatat telah mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan AI yang dituduh melakukan pelanggaran hak cipta karya karena mengaplikasikan teknologi AI Generatif ke karya mereka tanpa persetujuan. Sejumlah kasus sedang berlangsung dan belum diselesaikan.
Gigi (York Models) photography by Zaky Akbar for ELLE Indonesia August 2025; styling Sidky Muhamadsyah; watches Cartier.
KONTEN VISUAL
Di tengah meningkatnya tekanan bagi fashion brand untuk senantiasa menciptakan konten visual yang cepat namun artistik, penggunaan AI generatif dianggap menjanjikan untuk menjadi jalan keluar. Teknologi ini berpotensi untuk memberikan lebih banyak kebebasan kreatif dan mempersingkat waktu dan biaya produksi. AI generatif dapat membantu membuat sebuah rangkaian foto kampanye tanpa harus mencari lokasi, menemukan model, pengarah gaya, makeup artist, dan hair stylist. Namun apakah teknologi ini dapat mempercepat proses produksinya atau tidak mungkin tergantung pada bagaimana teknologi tersebut digunakan. Tetapi untuk perusahaan atau brand dengan sumber daya terbatas namun tetap berusaha mengikuti tekanan kebutuhan konten di internet, atau hanya untuk mengeksplorasi cara kreatif baru, AI generatif tentu bisa menjadi alat berharga.
Pada bulan Maret 2023, seperti dilansir oleh situs Business of Fashion, perusahaan induk Levi’s, LS&Co, mengumumkan kemitraan dengan studio mode digital Lalaland.ai untuk menguji bagaimana peritel dapat menggunakan model ’manusia’ buatan AI yang lebih beragam untuk menampilkan produk secara daring. Tapi Levi’s juga menghadapi serangan balik. Para pekerja mode mengungkapkan kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan akibat penggunaan teknologi ini secara masif. Meskipun Levi’s menekankan bahwa akan terus mempekerjakan manusia yang beragam dan hanya menggunakan model AI sebagai opsi untuk memperluas jangkauannya, namun tetap saja para kritikus melayangkan tuduhan bahwa Levi’s menggunakan AI untuk memangkas biaya penggunaan model manusia. Dalam sebuah pernyataan, Levi’s mengatakan bahwa hal itu: “secara fisik tidak mungkin untuk memotret setiap produk di setiap ukuran pada SKU,” dan mencatat teknologi dapat memungkinkan untuk menawarkan pengalaman menjadi: “lebih pribadi, relevan dan berpotensi lebih menarik sebagai pengalaman berbelanja.”
Gigi (York Models) photography by Zaky Akbar for ELLE Indonesia August 2025; styling Sidky Muhamadsyah; fashion Peggy Hartanto (mantel); bags & jewellery vlgari (tas Serpentine Duo dan kalung Serpenti Seduttori).
PERAGAAN BUSANA
Pendiri studio kreatif berbasis AI, Maison Meta, Cyril Foiret melansir AI Fashion Week di Spring Studios New York pada Maret lalu. Di sebuah ruangan di lantai enam di mana perhelatan fashion show nyata sering dilangsungkan silih berganti, kini bersalin rupa dengan memasang 24 layar yang menampilkan gambar-gambar “runway” yang dibuat dengan berbagai perangkat lunak pencitraan.
Terlepas dari namanya, fashion week, AI Fashion Week sebenarnya bukanlah pekan mode, melainkan sebuah kompetisi. Setelah peluncuran berlangsung, publik dapat mengambil bagian dengan mengunjungi situs AI Fashion Week dan memilih koleksi yang paling mereka sukai. Sepuluh koleksi teratas kemudian akan dinilai oleh panel pakar industri di mana karya dari tiga pemenang akan diproduksi dan dijual oleh peritel digital Revolve Clothing untuk konsumen di dunia nyata.
Salah satu desainer grafis yang berpartisipasi, Rachel Koukal, mengangkat koleksi bertajuk Soft Apocalypse, menampilkan beragam kelompok model yang sebagian besar curvy yang mengenakan campuran siluet body-con futuristik dengan jaket dan celana yang terbuat dari kain berteknologi sebagai pelindung dari berbagai elemen. Koukal adalah desainer grafis dan seni serta pernah bekerja di industri mode di masa lalu tetapi kecewa akan mentalitas industri mode yang ia anggap ketinggalan zaman dan tidak mendukung tampilan yang beragam. Koukal adalah salah satu dari sedikit desainer yang memanfaatkan fakta bahwa perangkat lunak memungkinkan pencitraan apa pun yang dapat Anda bayangkan. Situs AI Fashion Week mencatat bahwa model bisa “menjadi alien jika Anda mau”, tetapi sebagian besar koleksi disajikan pada model standar yang sangat tipis, hampir selalu putih. Ironisnya, saat acara berlangsung faktanya, di luar Spring Studios, seorang pengunjuk rasa memegang tanda yang mencela kurangnya keragaman ras dan tubuh dalam acara tersebut. Memang pada akhirnya keberagaman adalah tentang pola pikir dan mentalitas terlepas dibuat dengan manual atau dengan bantuan teknologi.