FASHION

23 September 2022

Sebastian Gunawan Mengontemplasi Hasratnya Pada Mode


Sebastian Gunawan Mengontemplasi Hasratnya Pada Mode

photo DOC. Sebastian Gunawan

Hampir tiga dekade sudah desainer mode Sebastian Gunawan malang melintang dan menghiasi panggung mode Indonesia. Kini, di usia kariernya yang telah begitu matang, ia menuturkan keinginannya untuk terus eksis berkarya dan bermimpi besar.


Setelah lebih  dari dua tahun lamanya bertahan dengan presentasi virtual, sejumlah desainer kenamaan Indonesia kembali menghelat pagelaran tahunan mereka secara luring, tak terkecuali Sebastian Gunawan. Pada tanggal 19 Juli 2022 silam, para pecinta mode kembali berkumpul di ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta, untuk menyaksikan koleksi terbaru desainer kelahiran Jakarta tersebut. Dalam balutan busana hitam dan putih, sesuai kode busana yang tertera di undangan, serta riasan dan tatanan rambut nan cantik, para tamu menanti dengan penuh antusias. Tak sedikit pula yang membawa serta buket bunga untuk diberikan kepada sang desainer sebagai sebuah penghormatan di akhir perhelatan. Menyaksikan antusiasme yang tak dapat dibendung ini, kita tak dapat melupakan fakta bahwa helatan acara ini menjadi kali pertama Sebastian Gunawan menggelar show sejak pandemi Covid-19 melanda dunia di tahun 2020.

Koleksi Golden Muse karya Sebastian Gunawan

Tepat pukul tujuh malam kurang sepuluh menit, helatan show dibuka dengan dentuman musik dan peragaan koleksi terbaru Sebastian Gunawan yang bertajuk Golden Muse. Deretan gaun dan busana-busana yang menyoroti permainan tekstur, manipulasi bahan, dan aksen kilap tersebut sepenuhnya terinspirasi oleh dua sosok muse yang mengilhami pelukis legendaris asal Austria, Gustav Klimt: Adele Bloch-Bauer dan Emilie Flöge. Motif geometris, floral abstrak, hingga sulur-sulur khas art nouveau; dengan segera mengingatkan siapa pun pada lukisan-lukisan ternama Klimt seperti Portrait of Adele Bloch-Bauer I (1907) dan The Kiss (1907-08). Sementara itu, motif diamond serta aksen flounce pada gaun-gaun berkerah tinggi terinspirasi dari reform dress yang kerap dikenakan oleh Emilie Flöge dan sempat diabadikan oleh Klimt dalam lukisannya.

Lewat koleksinya kali ini, Seba, sebagaimana ia akrab disapa, membayangkan bagaimana kedua sosok perempuan hebat tersebut akan berbusana di masa sekarang. Baik lewat potongan gaun berleher sabrina, padanan cropped top dan celana panjang berpotongan lebar, hingga gaun pas badan bertabur sequin; Seba menawarkan sejumlah tampilan anggun yang turut membuai hati para perempuan yang menyaksikannya. Rasanya tak berlebihan untuk mengatakan bahwa sang desainer selalu dapat mewujudkan impian banyak perempuan lewat karya-karyanya. Dan itu pula yang ingin ia lakukan untuk mewujudkan hidup yang ia impikan.

Koleksi Golden Muse rancangan Sebastian Gunawan

Sebastian Gunawan lahir di Jakarta, pada tanggal 2 Juli 1967 sebagai bungsu dari tujuh bersaudara. Sejak kecil, Seba gemar melukis, sebuah hobi yang terus ia geluti hingga dewasa meski kini tak lagi ia lakukan lantaran tak memiliki banyak waktu luang. Ketertarikannya pada segala sesuatu yang bersifat indah mendorongnya untuk menekuni pemikirannya menyoal perubahan. Ada satu hal yang menyita perhatian dan pandangannya saat kecil, yaitu proses transformasi ibu dan kakak-kakak perempuannya ketika pergi ke salon atau berdandan. Tak hanya berubah dan terlihat lebih cantik, Seba turut mendapati perubahan karakter mereka seusai berdandan dan berpakaian indah. “Meski kecil, ada hal yang dapat membuat mereka tidak bahagia,” ujarnya. “Contoh, ketika pergi ke sebuah acara dan mengenakan sepatu atau baju yang salah. Karakter yang dipancarkan pun tidak maksimal. Anda jadi bad mood atau tidak percaya diri,” tambahnya memberi penjelasan.

Meski belum memahami apa itu fashion, Seba kecil paham bahwa perubahan tak hanya terjadi secara penampilan namun dapat pula memengaruhi karakter pemakainya. Dua hal yang saling berkaitan erat tersebut menjadi sesuatu yang ingin didalami oleh Seba dan mendorongnya untuk terus berimajinasi. terjadi secara penampilan namun dapat pula memengaruhi karakter pemakainya. Dua hal yang saling berkaitan erat tersebut menjadi sesuatu yang ingin didalami oleh Seba dan mendorongnya untuk terus berimajinasi.

Hobi menggambar Seba terus berlanjut hingga ia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Tak hanya gemar menggambar, ia mulai suka membuat sketsa pakaian. Menurutnya, pakaian adalah porsi terbesar yang mampu mewujudkan penampilan manusia. Menyadari ketertarikannya tersebut, keinginan untuk mengikuti kursus dan memperdalam ilmu pun lahir di dalam hatinya. Ia pun belajar di Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo dan menjadi satu-satunya murid yang diajar langsung oleh pendidik dan desainer senior tersebut dari awal hingga akhir masa pembelajarannya.

Koleksi Golden Muse karya Sebastian Gunawan

Keinginannya untuk mengikuti kursus mode bukan berarti tanpa halangan. Datang dari keluarga yang cukup konservatif, keinginan Seba ini awalnya ditentang kedua orangtua dan kakak-kakak laki-lakinya yang lebih menginginkan dirinya untuk berkecimpung di dunia bisnis. Di lain pihak, Seba mendapat banyak dukungan dari kakak-kakak perempuannya yang paham betul kesukaan Seba. Tak tanggung-tanggung, kakak-kakak perempuannya pun membantu membayarkan uang kursus Seba di LPTB Susan Budihardjo agar sang adik dapat mengikuti kursus.

Seusai menamatkan pendidikan di LPTB Susan Budihardjo, Seba mulai mendesain baju bagi teman-temannya sambil mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas di Jakarta. Baik untuk acara ulang tahun atau malam kesenian, ia banyak menerima pesanan mendesain baju dan mulai menghasilkan uang. Di saat teman-teman sebangkunya mulai masuk kuliah seusai tamat SMA, Seba belum memikirkan hal tersebut karena terlalu sibuk mendesain baju dan sudah tergiur kenikmatan menghasilkan uang.

Bisnis kecil-kecilan Seba kemudian ditentang kedua orangtuanya, terutama oleh sang ayah ketika mereka mengetahui bahwa putra bungsunya sudah bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Sebuah rapat keluarga pun dihelat untuk ‘mengarahkan’ Seba dan membicarakan masa depannya. Kakak-kakak perempuan Seba yang telah melihat langsung talenta adik laki-lakinya turut memberi dukungan agar Seba diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan mode. Seba pun akhirnya diperbolehkan belajar mode dengan satu syarat: apabila ia gagal seusai mengenyam pendidikan mode, ia harus berkomitmen dan membantu usaha keluarga. “Hal tersebut turut menjadi tanggung jawab moral pribadi saya,” aku Seba. “Saya harus bisa dan berhasil. Apabila tidak, saya harus menjalani hidup seperti kakak-kakak saya, dan itu bukan hidup yang saya impikan.”

Koleksi Golden Muse karya Sebastian Gunawan

Seba kemudian bertolak ke Los Angeles, Amerika Serikat, dan belajar fashion design di Fashion Institute of Design & Merchandising (FIDM). Lulus dari institusi mode tersebut dengan mengantongi gelar Bachelor of Arts, kakak-kakak perempuan Seba membuat laporan kepada sang ayah bahwa adik laki-lakinya tersebut menonjol di kelas dan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tahun ketiganya di FIDM. Namun karena kurang menyukai kota Los Angeles, Seba memutuskan untuk pindah ke Milan.

Tak seperti di FIDM, di mana Seba belajar banyak mengenai desain pakaian ready-to-wear; di Instituto Artistico dell’Abbigliamento Marangoni (kini dikenal dengan nama Instituto Marangoni), Seba menekuni ilmu ilustrasi. Di tempat ini pula ia bertemu dan berkenalan dengan teman sekelasnya, Cristina Panarese, yang kemudian menjadi istri dan partner desain Seba hingga hari ini.

Seusai menamatkan pendidikan di Istituto Artistico dell’Abbigliamento Marangoni dan mengantongi gelar magister, Seba sempat bekerja paruh waktu kepada Pangeran Egon von Fürstenberg. Karena tak memiliki kewarganegaraan Italia sehingga tak dapat dipekerjakan penuh waktu, Seba memutuskan untuk pulang ke Tanah Air dengan memboyong serta Cristina. Keduanya pun pindah ke Jakarta dan mulai merintis label Sebastian Gunawan bersama-sama.

Koleksi Golden Muse karya Sebastian Gunawan

Kini, 27 tahun sudah sejak Sebastian Gunawan dan Cristina Panarese pertama kali membangun bisnis mode mereka. Berangkat dari lini occasionwear bertajuk Sebastian Gunawan Signature, keduanya kemudian sukses mengembangkan sayap bisnis mereka dan meluncurkan sejumlah lini difusi seperti SEBASTIANred, VOTUM, serta lini gaun pernikahan SEBASTIANsposa.

Dikenal lewat karya-karyanya yang begitu glamor, anggun, dan mampu mewujudkan impian banyak perempuan; Seba mengaku tak pernah terpaku pada satu metode pendekatan desain. Ia dapat terinspirasi oleh apapun yang ada di sekitarnya, baik itu berupa bahan, detail, lukisan, alunan musik, hingga sebuah ideologi. Sebuah narasi turut disebut Seba sebagai salah satu elemen penting dalam karya-karyanya, terlebih dalam sebuah koleksi. “Karena itu menjadi suatu panduan untuk membangun suatu cerita,” ujarnya. “Kami sebagai seorang desainer yang mempresentasikan sebuah koleksi, tak jauh berbeda dengan seorang penulis yang membuat suatu karangan cerita. Bagaimana ia menyiasati kata-kata dan membuat sebuah alur cerita. Bagi saya, hal tersebut begitu esensial dalam sebuah koleksi.”

Koleksi Golden Muse karya Sebastian Gunawan

Seba dan Cristina turut memaknai kepuasan dalam berkarya dengan kacamata berbeda. Menurutnya, ketika karya-karyanya dikenakan oleh selebritas dunia atau ketika show yang dihelatnya viral, pencapaian tersebut dianggapnya sebagai bonus semata. Seba mengaku bahwa pikirannya dan Cristina cukup sederhana. “Kami sebagai desainer berusaha untuk mempresentasikan koleksi kami dan hanya berharap para masyarakat dapat menerimanya. Pada akhirnya, penilaian dan pendapat ada di tangan mereka. Mudah-mudahan mereka dapat menerima dan menyukainya. Hanya itu saja.”

Lantas, di usia karier yang hampir menginjak usia tiga dekade ini, adakah mimpi yang masih dicitacitakan oleh seorang Sebastian Gunawan? “Tentu saja ada banyak, hingga tak dapat diungkapkan satu per satu,” ujarnya seraya tertawa. “Part of being of a designer is we live in a dream world.” Namun apabila harus berbicara mengenai realita, Seba menyebut keinginannya untuk membenahi tim dan membuatnya lebih baik sebagai salah satu mimpi terbesarnya. Ia turut menuturkan bahwa dirinya pun tak imun dari perubahan. “Tak ada yang kekal dalam hidup ini,” pungkasnya. “Kita harus terus berubah dan beradaptasi untuk menjadi lebih baik.”