FASHION

24 Oktober 2025

Tiffany & Co Menyulap Frankenstein Menjadi Simfoni Cahaya di The Landmark


PHOTOGRAPHY BY Tiffany & Co.

Tiffany & Co Menyulap Frankenstein Menjadi Simfoni Cahaya di The Landmark

Ada sesuatu yang magis ketika dunia perhiasan dan perfilman bertemu. Dua ranah yang sama-sama terobsesi pada keabadian. Film membekukan waktu lewat cerita, sementara perhiasan mengabadikan keindahan dalam bentuk yang tak lekang. Keduanya adalah upaya manusia menaklukkan waktu. Maka, ketika Tiffany & Co. berkolaborasi dengan Netflix untuk merayakan pemutaran perdana film Frankenstein karya Guillermo del Toro, hasilnya bukan sekadar pesta, tetapi sebuah perayaan atas seni mencipta kehidupan, baik di layar maupun di laboratorium imajinasi.


Malam itu, The Landmark di Fifth Avenue, New York, berubah menjadi semacam laboratorium keindahan. Lima jendela ikonisnya disulap menjadi instalasi teatrikal yang menggugah, menafsir ulang adegan-adegan paling penting dari Frankenstein dengan gaya visual khas Tiffany: puitis, mewah, dan penuh misteri. Guillermo del Toro, yang dikenal akan kecintaannya pada keindahan di balik kegelapan, bekerja sama dengan Tiffany & Co. dan Netflix menciptakan pengalaman yang terasa seperti puisi visual.


Begitu para tamu melangkah masuk, dunia sinema dan perhiasan berbaur. Dinding video yang hidup berpadu dengan pertunjukan teatrikal kilat, sementara perhiasan arsip Tiffany & Co. yang dikenakan Mia Goth dalam film terpajang sebagai artefak keabadian.


Di lantai delapan dan sembilan The Landmark, suasana malam makin imersif: pameran kostum, potret karakter, dan tata ruang yang menyelami jiwa film. Koktail khas, hors d’oeuvre pilihan, dan alunan musik dari DJ Tiana Verhagen melengkapi malam yang nyaris terasa seperti adegan dalam film itu sendiri.


Para tamu yang hadir mulai dari Mia Goth, Guillermo del Toro, Oscar Isaac, Daniel Boulud, hingga Julian Schnabel menyaksikan bagaimana Tiffany & Co. sekali lagi menegaskan statusnya sebagai penjaga momen-momen sinematik yang membentuk budaya populer.


Sejak Breakfast at Tiffany’s memperkenalkan pesona Audrey Hepburn di depan etalase kaca hingga kalung bersejarahnya berkilau dalam The Great Gatsby, Tiffany & Co. selalu menemukan cara untuk membuat perhiasan menjadi bagian dari narasi besar manusia tentang cinta, ambisi, dan keabadian. Kini, melalui Frankenstein, rumah perhiasan asal New York itu melanjutkan tradisi tersebut, menghidupkan kembali hubungan antara seni dan sains, antara ciptaan manusia dan mimpi akan keabadian.


Didirikan pada 1837 oleh Charles Lewis Tiffany, rumah perhiasan ini telah menulis sejarah tentang inovasi, keanggunan, dan pengerjaan tangan yang nyaris mistis. Lebih dari 3.000 pengrajin Tiffany mengasah berlian di bengkel mereka sendiri seolah menyalakan kehidupan di dalam batu. Dan malam itu di Fifth Avenue, di antara cahaya, cermin, dan kilau, Tiffany & Co. membuktikan satu hal: keindahan, sebagaimana hidup, adalah karya yang terus diciptakan kembali.