10 September 2025
Kulik Lebih dalam Soal "Cerai Posisi Tidur"

Text by Katie Withington (photo: Aurelio Baiocco (Tank) & Molly Hamlyn (Premier) photograph by Alessio Albi for ELLE Indonesia November 2023; styling Amelianna Loiacono)
Akhir dari hari yang panjang akhirnya tiba. Sejak makan siang, pikiran Anda sudah tertuju ke tempat tidur. Dan kini, di depan mata: bantal lembut; lampu tidur hangat menyerupai cahaya senja; semprotan lavendel yang menenangkan di atas seprai bersih. Lalu orang yang paling Anda sayangi merangkak masuk ke dalam selimut yang hangat dan empuk itu, kemudian realita datang menghadap: akan ada suara dengkuran dan hawa panas yang mengiringi semalaman—dan mungkin saja lebih buruk dari itu...
Menganggap pasangan sebagai penyebab malam yang penuh kegelisahan bisa menjadi titik gesekan dalam hubungan yang seharusnya sehat. Itulah sebabnya semakin banyak pasangan kini memilih tidur terpisah, mengubah anggapan bahwa pasangan yang utuh adalah pasangan yang tidur bersama. Menurut The National Bed Federation, hampir satu dari enam pasangan di Inggris tidur secara terpisah pada tahun 2020 dengan 89% di antaranya benar-benar menempati kamar tidur berbeda, jumlah ini sekitar dua kali lipat dibandingkan angka di tahun 2009.
Secara sederhana, sleep divorce didefinisikan sebagai kondisi di mana pasangan tidur di ranjang atau kamar terpisah. “Meski secara implisit terdengar negatif, alasan di balik sleep divorce sangat masuk akal,” jelas Joshua Piper, ahli tidur di ResMed Marylebone. “Tidur adalah pengalaman yang sangat personal, tapi kita berasumsi bahwa kita harus terbelenggu kompromi canggung seumur hidup dengan pasangan, yang sering kali tidak memberikan manfaat baik.”
Alur “jam tubuh” yang saling bertentangan adalah contoh sempurna untuk hal ini. Body clock atau ritme sirkadian adalah salah satu contoh utama. Ritme ini diatur oleh bagian otak bernama nukleus suprakiasmatik, yang membantu kita membedakan antara siang dan malam. “Jika anda memiliki ritme sirkadian alami yang berbeda dari pasangan Anda, itu dapat memicu munculnya masalah,” ujar Dr Maja Schaedel, pendiri The Good Sleep Clinic di Tunbridge Wells. “Bukan hal yang aneh bagi saya untuk melihat pasien yang tidak memiliki masalah hingga mereka mulai hidup bersama pasangan mereka dan tidur pada waktu yang berbeda.” Ia mencatat bahwa masalah ini sering kali berasal dari satu orang yang mencoba beradaptasi dengan ritme sirkadian orang lain, baik dengan begadang dan mengalami kelelahan pada hari berikutnya, atau tidur lebih awal dan mengalami insomnia.
Serena Motola photography by Park Jong Ha for ELLE Indonesia March 2024; styling Kim Myeong Min; makeup Ihwang Huijung; hair Jang Hye Yeon; set design Muin Hong Joo.
Namun, stigma sosial soal tidur terpisah masih membuat banyak orang enggan untuk mengambil keputusan itu; banyak yang merasa malu karena masyarakat mengaitkannya dengan masalah dalam hubungan atau hilangnya keintiman antara pasangan. Padahal, menurut Dr Wendy Troxel, peneliti senior perilaku dari lembaga RAND dan penulis Sharing the Covers: Every Couple’s Guide to Better Sleep, hal ini tidak melulu demikian. “Sejarah mencatat bahwa norma tidur bersama atau terpisah telah berubah secara drastis,” ujarnya. “Di era Victoria, tidur berpisah justru lebih populer terutama dilakukan oleh pasangan yang mampu dari segi ekonomi. Pada tahun 1950-an, serial komedi I Love Lucy bahkan menampilkan pasangan menikah yang tidur di ranjang berbeda akibat regulasi Hollywood.” National Geographic juga melaporkan bahwa pasangan pada zaman Romawi Kuno biasanya menggunakan satu ranjang untuk percakapan mendalam dan berhubungan intim, lalu tak jarang mereka masuk ke dalam kamar terpisah kala tiba waktunya tidur.
“Baru sekitar masa revolusi seksual di tahun 1960-an kita melihat ada pergeseran dan pemberontakan terhadap ide-ide puritan,” lanjut Troxel. “Kita mulai menyamakan definisi harafiah dari tidur bersama atau berbagi tempat tidur, dengan definisi mengikuti Alkitab, yang berarti seks. Saya pikir dari sanalah datangnya pemikiran bahwa pasangan yang tidur bersama adalah pasangan yang bahagia, dimana tidur terpisah telah diartikan sebagai hubungan yang kehilangan keintiman serta kebahagiaan.”
Kita boleh berpendapat bahwa hal itu tidak berlaku bagi sejumlah selebritas, yang perpisahannya saat tidur telah membantu menghilangkan sebagian stigma. Cameron Diaz dan Benji Madden, Gwyneth Paltrow dan Brad Falchuk, serta Victoria dan David Beckham—yang dikabarkan mempunyai area kamar masing-masing di rumah Cotswolds mereka. Konsep ini semakin mudah diterima oleh masyarakat. Menurut studi yang dilakukan di tahun 2025 oleh Hilton Hotels, 63% wisatawan merasa dapat tidur dengan lebih nyenyak saat sendiri, dan 37% lebih memilih ranjang terpisah saat liburan bersama pasangan. Pada tahun 2025, resort bintang lima Lough Erne di Irlandia Utara bahkan menawarkan paket Sleep Divorce untuk Hari Valentine tahun ini—menginap semalam di lodge dengan dua kamar tidur, ditujukan untuk “pasangan yang menghargai romansa dan tidur berkualitas.”
Justin Matula (Future) photography by Zaky Akbar for ELLE Indonesia November 2023; styling Sidky Muhamadsyah.
“Tentu, ranjang adalah simbol koneksi emosional dan fisik. Gairah seksual lebih sulit dicapai di kamar terpisah” ujar Piper. “Tapi keintiman masih bisa dibangun di awal malam, lalu tidur di ranjang terpisah ketika waktunya benar-benar istirahat.”
Secara anekdot, saya mendengar dari beberapa perempuan yang tidur terpisah dari pasangan mereka. Seorang direktur publisitas dari London mengatakan bahwa kebiasaan itu dimulai saat ia memiliki anak kecil, “Pasangan saya dan saya akan bergantian tidur sendiri sehingga salah satu dari kami dijamin dapat tidur nyenyak. Ketika anak-anak sudah bisa tidur dengan lebih baik, pola itu tetap kami jalankan—dan ternyata kami menikmatinya karena kami menjalankan rutinitas malam masing-masing. Sulit berpaling dari ketagihan yang datang dari tidur nyenyak, jadi kami belum mengubah kebiasaan ini.”
Secara ilmiah, terdapat argumen yang mendukung dan menentang sleep divorce. Studi American Academy of Sleep Medicine tahun 2022 menemukan bahwa orang yang tidur dengan pasangan memiliki tingkat stres dan depresi lebih rendah. Namun, studi tahun 2023 yang dimuat di Journal of Social and Personal Relationships menyebut kualitas tidur yang buruk justru berdampak negatif terhadap dinamika pasangan, meningkatkan rasa marah dan memperburuk persepsi terhadap hubungan itu sendiri.
Aurelio Baiocco (Tank) & Molly Hamlyn (Premier) photograph by Alessio Albi for ELLE Indonesia November 2023; styling Amelianna Loiacono.
“Penelitian menunjukkan bahwa tidur berkualitas bukan hanya penting bagi kesehatan fisik dan mental, tetapi juga untuk keharmonisan hubungan,” ujar Troxel. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa komunikasi sekitar sleep divorce membutuhkan kebijaksanaan. Menurut Troxel, hal terburuk yang dapat dilakukan pasangan adalah menghindari diskusi sepenuhnya, atau merespon secara reaktif (misalnya, mengusir pasangan keluar dari tempat tidur secara tiba-tiba atau memulai percakapan karena frustasi). “Penting untuk diingat bahwa tempat tidur adalah tempat yang sakral bagi pasangan—ada makna yang melekat padanya. Kecenderungan untuk merespon secara reaktif misalnya dengan angkat kaki dari kamar tidur inilah yang menyebabkan munculnya masalah hubungan,” jelasnya. “Salah satu pasangan merasa terluka dan ditinggalkan, sementara pasangannya harus menghadapi kesulitan tidur bersamanya, menyebabkan frustasi, kemarahan, dan kebencian, yang semuanya dapat berdampak negatif pada hubungan.” Sebaliknya, ia menyarankan untuk melakukan percakapan yang rasional, terbuka, dan jujur di siang hari, menggunakan pernyataan berawalan kata ‘saya’ untuk mencegah rasa bersalah dan malu.
Bagi pasangan yang tinggal di apartemen mungil atau studio, ada berbagai teknologi yang bisa membantu. Bagi mereka yang suka merebut selimut, metode tidur Skandinavia yang melibatkan penggunaan selimut terpisah dapat memberikan manfaat. Sistem Bed Pod 4 yang inovatif dari Eight Sleep menawarkan tempat tidur dengan kontrol suhu ganda, yang memanaskan dan mendinginkan masing-masing sisi secara terpisah menggunakan getaran setinggi dada dan perubahan suhu secara bertahap untuk membangunkan Anda. Dan jangan anggap remeh suara dengkuran. “Jangan langsung pindah kamar sebelum memastikan dengkuran itu bukan gejala gangguan tidur serius seperti sleep apnea,” kata Piper. “Lebih baik konsultasi dan jalani tes tidur dengan tenaga medis profesional.”
Hubungan yang baik kerap didasarkan pada kompromi dan penerimaan, tetapi kebiasaan tidur kita sering kali tidak dapat dinegosiasikan. “Yang perlu difokuskan adalah seberapa baik kualitas Anda tidur saat bersama atau terpisah,” kata Troxel. “Itulah metrik yang penting, bukan harus sesuai dengan norma masyarakat.” Lagipula, seperti yang baru-baru ini dikatakan seorang TikToker tentang perceraian karena tidur: “Sangatlah seksi untuk bisa saling mengundang pasangan ke tempat tidur Anda.