LIFE

19 September 2023

Mengenal Perihal 'Kecerdasan Buatan' atau Artificial Intelligence


PHOTOGRAPHY BY GETTY IMAGES

Mengenal Perihal 'Kecerdasan Buatan' atau Artificial Intelligence

Peradaban manusia terakselerasi dan tereskalasi ke tingkatan berikutnya berkat ragam terobosan teknologi yang senantiasa mengiringi perjalanan kehidupan dari satu era ke era lainnya. Saat ini kita berada dalam sebuah era di mana artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan menjadi bagian dari keseharian. Kecerdasan buatan merupakan kemampuan mesin untuk melakukan tugas yang dianggap serupa dengan kecerdasan manusia.

Anda telah menggunakannya saat bertanya-tanya dengan layanan virtual seputar kebutuhan Anda sebagai konsumen, mendapatkan rekomendasi jitu sesuai minat di aplikasi streaming film dan musik, bersenang-senang dengan filter yang tersedia di Instagram dan TikTok, hingga membuat artikel dan rumus Excel dengan Chat GPT.


Hal-hal yang tadinya mungkin kita pikir hanya ada di adegan-adegan film fiksi ilmiah, kini telah beralih ke kategori nonfiksi. Melalui film-film pula kita disodorkan oleh hal-hal mengerikan yang timbul dari kecerdasan buatan. Skynet dalam rangkaian film Terminator, The Matrix dalam rangkaian film The Matrix, humanoid robot dalam film I, Robot, hingga robot boneka dalam film M3GAN. Film-film tersebut menampilkan kecerdasan buatan sebagai sosok antagonis yang mampu memporak-porandakan keadaan, bahkan menindas dan memusnahkan manusia.

Kita tidak perlu menjadi paranoid terhadap kecerdasan buatan dengan berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, salah satunya adalah menggantikan pekerjaan manusia. Kita hanya perlu berfokus pada apa yang bisa dihasilkan kecerdasan buatan untuk membuat hidup manusia menjadi lebih baik. Berikut sekelumit perjalanan kecerdasan buatan beserta dampak yang ditimbulkan maupun potensi yang dapat terjadi.

AI From Time to Time
    Tujuan utama pengembangan kecerdasan buatan adalah meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas hidup manusia dengan memungkinkan mesin untuk melakukan tugas-tugas yang sulit, bahkan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia. Kecerdasan buatan melibatkan penggunaan algoritma komputasi untuk memodelkan kemampuan kognitif manusia, seperti pemecahan masalah, pengambilan keputusan, pembelajaran, dan pemahaman bahasa alami.

Berikut adalah kronologi perkembangan kecerdasan buatan dari masa ke masa:

Tahun 1900-an
Di era ini, sejumlah ilmuwan seperti George Boole, Alfred North Whitehead, dan Bertrand A.W. Russell mengeluarkan teori-teori matematika yang menjadi landasan mesin komputer atau kecerdasan buatan. Matematikawan George Boole menemukan Aljabar Boolean yang bisa membuktikan nilai kebenaran true atau false yang direpresentasikan dengan digit biner 0 dan 1, sama seperti bahasa yang digunakan mesin komputer saat ini.
Sementara itu, Alfred North Whitehead dan Bertrand A.W. Russell menghasilkan Principia Mathematica yang mencoba menjelaskan aksioma atau kumpulan pernyataan serta aturan inferensi dalam bentuk symbolic logic yang belum bisa dibuktikan, tapi bisa menjadi landasan pemikiran logis.

Tahun 1930-an
Ahli logika dan perintis komputer, Alan Mathison Turing, menjadi salah satu figur penting dalam perkembangan kecerdasan buatan. Ia adalah penemu Turing Machine dan teori Tes Turing yang bisa menguji tingkat kecerdasan suatu mesin komputer. Pada tahun 1935, Alan mendeskripsikan mesin komputasi abstrak yang terdiri dari memori tak terbatas dan pemindai yang bergerak bolak-balik melalui memori, simbol demi simbol. Tindakan pemindaian tersebut ditentukan oleh program instruksi yang juga disimpan dalam memori dalam bentuk simbol. Ini adalah konsep program tersimpan Turing yang memungkinkan mesin beroperasi, memodifikasi, atau meningkatkan programnya sendiri.

Semua komputer modern pada dasarnya adalah Turing Machine yang bersifat universal. Pada era sekarang, Tes Turing dapat kita lihat pengaplikasiannya dalam fitur tes CAPTCHA. Ada pula Claude Shannon yang dikenal sebagai bapak dari teori informasi yang lahir sebagai bentuk pengaplikasian Aljabar Boolean, dan John von Neumann, yakni ilmuwan yang merumuskan bahwa komputer harus dipisahkan menjadi dua bagian: hardware dan software.

Tahun 1950-1960-an
Memasuki era 1950-an, dunia sudah memiliki komputer digital. Awalnya, komputer diciptakan di Amerika Serikat untuk keperluan perang. Ketika perang sudah berakhir, mesin komputer digunakan oleh Departemen Statistik untuk mengolah data besar demi kepentingan negara. Pada 1956, John McCarthy, Marvin Minsky, dan Claude Shannon memperkenalkan istilah "kecerdasan buatan" dalam konferensi yang diadakan di Dartmouth College, Amerika Serikat. Dalam kurun waktu tahun 1950-an hingga 1960-an, para ahli AI pertama kali mengembangkan program komputer untuk memecahkan masalah matematika dan catur. Salah satu program yang terkenal pada saat itu adalah The Logic Theorist yang dikembangkan oleh Allen Newell dan Herbert Simon. Program ini dapat membuktikan teori matematika secara otomatis dengan menggunakan mesin komputer.

Tahun 1960-1970-an
Para ahli AI mulai memfokuskan perhatian pada pemrosesan bahasa alami dan sistem pengambilan keputusan. Pada tahun 1964, program komputer ELIZA yang dapat melakukan percakapan sederhana dengan manusia dikembangkan oleh Joseph Weizenbaum. Program ini menjadi cikal bakal pengembangan chatbot yang digunakan hingga saat ini.

Tahun 1980-2000-an
Era 1980-an dikenal sebagai the second wave of AI. Para ahli yang berkontribusi dalam era ini adalah David Rumelhart, Lotfi Zadeh, John Holland, Lawrence Fogel, Ingo Rechenberg, dan John Koza. Hasil penemuan mutakhir dalam kecerdasan buatan di era ini meliputi fuzzy logic, genetic algorithms, evolutionary programming, evolution strategy, dan genetic programming.


Dari tahun 1980-an hingga 1990-an, para ahli AI mulai memperkenalkan teknik-teknik pembelajaran mesin yang memungkinkan komputer untuk memperoleh pengetahuan dari data-data yang dimasukkan ke mesin. Pada 1986, salah satu teknologi AI, yakni program Alpha-Beta Pruning yang dikembangkan oleh Feng-hsiung Hsu, berhasil mengalahkan pemain catur manusia.


Sejumlah ahli memberikan kontribusi penting dalam perkembangan kecerdasan buatan. World Wide Web (WWW) oleh Tim Berners-Lee pada 1989, Internet of Things oleh Kevin Ashton pada 1999, sistem cloud yang dimulai dari tahun 1950-an dan terus dikembangkan hingga 1990-an, istilah big data oleh John R. Mashey pada 1998, dan deep learning oleh Geoffrey Hinton pada 2006. Era 2000-an sendiri merupakan the third wave of AI.

AI in Everyday Life
Secara umum, sistem kerja kecerdasan buatan adalah menyerap data dalam jumlah besar, menganalisis data untuk korelasi dan pola, selanjutnya menggunakan pola itu untuk membuat prediksi tentang kondisi pada masa mendatang. Pemrograman kecerdasan berfokus pada tiga keterampilan kognitif utama yaitu pembelajaran mesin (Machine Learning), pemrosesan bahasa alami (Natural Language Processing), dan pemahaman gambar/citra (Computer Vision). Kecerdasan buatan dibedakan menjadi dua, yaitu weak AI dan strong AI. Weak AI dirancang untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai dengan yang diprogramkan. Sementara strong AI dirancang dengan sistem yang bersifat kognitif layaknya manusia, sehingga strong AI melakukan proses belajar dan mampu menciptakan solusi dari masalah seperti halnya manusia. Saat ini kecerdasan buatan telah menjadi bagian dari denyut kehidupan kita sehari-hari melalui berbagai penerapan yang sangat familiar:

Asisten Virtual
Asisten virtual seperti Siri (iPhone), Bixby (Samsung), OK Google (Google) mempelajari rutinitas harian Anda sehingga dia akan mencoba untuk memberikan saran dan rekomendasi terkait aktivitas yang biasa dilakukan. Ketika Anda melontarkan pertanyaan, asisten virtual akan mendeteksi suara Anda dan langsung mengumpulkan informasi dari apa saja yang terekam dalam gadget Anda, kemudian akan menjawab lewat pesan suara secara real time.

Navigasi GPS
Anda tentu sudah terbiasa menggunakan Google Maps atau Waze untuk memandu Anda dalam mencari dan menempuh rute perjalanan yang terbaik. GPS tidak hanya mampu memprediksi jarak dan waktu, tetapi juga mampu mendeteksi seberapa macet jalanan yang hendak dilalui. Pengguna diberikan opsi rute tercepat agar terhindar dari kemacetan atau jalur ganjil-genap.

Layanan Konsumen Virtual/Chatbot
Chatbot dibekali kemampuan untuk mengenali frasa atau kata, memahami bahasa, memilih diksi yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari konsumen. Chatbot menjadi pilihan banyak perusahaan karena dapat memberikan solusi untuk layanan yang lebih cepat dan mampu bekerja selama 24 jam penuh.

Rekomendasi Produk dan Konten

Saat Anda masuk ke marketplace favorit, kemudian Anda diberikan rekomendasi produk yang sedang Anda incar. Atau ketika membuka Netflix atau Spotify, Anda mendapatkan rekomendasi film atau lagu yang sesuai dengan minat dan selera Anda. Inilah andil dari kecerdasan buatan yang bekerja berdasarkan kata kunci yang kita gunakan, serta pola dan jenis konten yang sering dinikmati.

Mesin Pencari
Kecerdasan buatan dalam mesin pencari seperti Google terletak dalam sistem yang dibekali kemampuan untuk mempelajari kebiasaan penggunanya. Ketika Anda memasukkan keyword, sistem yang mampu melakukan predictive search akan merekomendasikan berbagai informasi yang relevan.

AI and Our Future
Kecerdasan buatan kian menjadi perbincangan, tidak hanya karena cara kerja dan perannya yang memberikan banyak kontribusi bagi aktivitas manusia, tetapi juga kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi di masa mendatang, yang justru bergerak menjauh dari hal positif.
Dalam dunia pendidikan, Google Indonesia menyatakan bahwa kecerdasan buatan akan menjadi game-changer dalam masa depan pendidikan. Kecerdasan buatan akan banyak membantu dalam hal personalisasi proses belajar, meningkatkan kualitas pengajar, dan penerapan pembelajaran seumur hidup (lifelong learning).


Ada kekhawatiran bahwa kecerdasan buatan dapat membuat ketergantungan, baik guru dan pelajar. Jika terlalu sering bergantung pada kecerdasan buatan, maka guru akan kehilangan kemampuan belajar, karena terlena dengan kemudahan. Begitu juga pelajar, jika terlalu sering memakai kecerdasan buatan, maka kemampuan berpikir analitik dan mengolah data semakin lemah. Terlepas dari hal tersebut, peran guru harus tetap diprioritaskan sehingga nilai-nilai humanis dalam proses pendidikan bisa berkelanjutan sesuai esensi dari pendidikan itu sendiri.
Sementara itu, dari dunia jurnalisme, media sosial dianggap lebih cepat menyajikan informasi melalui jurnalisme warga, dibandingkan produk media massa. Kemunculan Chat GPT oleh OpenAI dan Bard oleh Google juga disebut semakin menyudutkan peran media massa. Melalui aplikasi berbasis kecerdasan buatan, semua informasi bisa disajikan dengan penjelasan yang sangat 'manusiawi'.


Hal tersebut ditanggapi dengan optimisme bahwa bagaimanapun juga, kecerdasan buatan tidak akan mampu menggantikan pekerja media secara psikologis dan filosofis. Jurnalisme harus memanusiakan manusia dan menghargai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Wartawan mencari berita bukan hanya untuk memenuhi informasi, melainkan membayangkan masa depan yang akan mereka bentuk. Visi ke depan hanya bisa ditulis oleh manusia, mesin tidak bisa membentuknya.

Pada akhirnya, manusia dan mesin harus hidup berdampingan dan saling melengkapi satu sama lain. Manusia tetap memiliki peran tersendiri―yang kian dipermudah―tetapi tidak tergantikan oleh kecerdasan buatan.