25 November 2025
Ketika Waktu Melambat dan Menemukan Rumah di Plataran Borobudur
Ada perjalanan yang terasa seperti liburan jauh dari rumah, dan ada juga perjalanan yang terasa seperti pulang ke rumah. Perjalanan saya selama tiga hari dua malam di Plataran Borobudur termasuk dalam kategori kedua. Bukan sekadar menginap di resor mewah, tetapi perjalanan yang membawa saya kembali ke akar, ke keheningan diri, dan pada esensi hidup yang sering terlupakan di tengah ritme cepat dan padatnya kota besar.

Tiga Dari Rooftop di Plataran Borobudur
Plataran Borobudur bukan hanya menawarkan kenyamanan jasmani, tetapi juga ruang untuk merenung, merasakan, dan menyelaraskan kembali laju kehidupan. Bagi saya, perjalanan ini seperti undangan untuk kembali menyentuh tanah leluhur—perlahan, tapi pasti, membawa rasa damai yang sepertinya sangat familier.
Setibanya di Plataran Borobudur Heritage Hotel & Convention Center, sambutan hangat tim Plataran segera menghapus lelah perjalanan. Senyum tulus, sapaan hangat, dan welcome drink segar menciptakan rasa “diterima” dan dijamu. Tidak lama kemudian, saya diajak untuk menikmati makan siang di Tiga Dari Borobudur, restoran yang menyajikan kuliner nusantara dengan pemandangan menakjubkan ke Candi Borobudur. Dari balkon restoran, siluet Candi Borobudur menjulang di kejauhan, dikelilingi bukit hijau yang asri.
Tiga Dari di Plataran Borobudur
Arsitektur kolonial modern yang berpadu dengan kenyamanan khas Plataran menyita atensi siapapun yang melangkah ke area lobi. Kamar luas dengan suasana tenang, dan perhatian cermat pada detail narasi spasial membuat saya merasa tengah menyatu dalam ruang yang penuh makna budaya dan sejarah.
Sore harinya, saya menikmati afternoon tea di Beranda Eyang sambil mengenakan kebaya serba hitam dengan kain wiron. Momen itu mengingatkan saya bahwa kebaya lebih dari sekadar pakaian, tapi juga simbol warisan yang melekat pada identitas saya sebagai perempuan Jawa. Selepas teh hangat, saya mengikuti aktivitas mewarnai wayang kulit—sederhana, namun penuh makna, seolah Plataran mengingatkan pentingnya merawat seni, budaya, dan komunitas sekitarnya. Malam harinya, santap di selasar Citrakara di bawah langit penuh bintang menciptakan pengalaman syahdu. Lampu-lampu di bukit menambah keheningan malam yang damai.

Beranda Eyang di Plataran Borobudur.
Pagi hari esoknya dibuka dengan sarapan di Tiga Dari rooftop yang menghadirkan pemandangan langsung ke Candi Borobudur. Tidak heran pengalaman ini meraih penghargaan Best Breakfast 2026 dari Condé Nast Johansens Awards for Excellence 2026. Udara sejuk Magelang, matahari yang perlahan muncul, dan siluet Candi Borobudur menciptakan suasana sakral yang sulit dideskripsikan.

Sunrise Breakfast di Tiga Dari Rooftop Plataran Borobudur.
Tentu, perjalanan ke Magelang tidak lengkap tanpa mengunjungi Candi Borobudur. Pengalaman pilgrimage ke puncak candi menenangkan jiwa. Menginjak batu-batu kuno yang telah dilewati banyak manusia, membuat saya merasa “kecil” di hadapan sejarah dan kehidupan.
Siang dilanjutkan dengan hidangan di Stupa Restaurant yang menyajikan masakan Nusantara yang tertata rapi dan meninggalkan kesan mendalam. Malamnya, saya mencoba hidangan Italia di Prego Restaurant yang selalu istimewa di tengah suasana Plataran.

Stupa Restaurant di Plataran Borobudur
Hari berikutnya dimulai dengan yoga dan meditasi di Joglo Putri Dewi, ruang warisan yang dipenuhi energi tenang. Angin lembut yang berhembus, suara alam, dan aroma pohon dan kicau burung membuat meditasi terasa begitu khusyuk dan tenang. Aktivitas dilanjutkan kunjungan ke UMKM lokal dengan mengendarai double deck car, pabrik rumahan gula kelapa, di mana saya menyaksikan tangan-tangan penuh dedikasi mengolah gula tradisional—sederhana, namun sarat kehangatan dan kebanggaan.
Rumah Joglo Putri Dewi di Plataran Borobudur
Siangnya sebelum kembali ke Jakarta, saya mengunjungi Plataran Enam Langit di Bukit Menoreh. Dari titik tertinggi ini, Gunung Merapi, Merbabu, dan Sumbing berdiri megah, sementara hamparan sawah hijau menyelimuti kaki bukit. Langit pagi berpendar lembut, seakan memberi salam pembuka hari. Ketentraman spiritual yang dirasakan sulit digambarkan.

Enam Langit di Plataran Syailendra, Magelang.
Merangkum perjalanan saya, Plataran Borobudur berbeda dari resor mewah lain. Kemewahannya bukan sekadar fasilitas, tetapi pengalaman yang menyentuh hati dan jiwa. Resor ini memahami bahwa liburan paling berkesan adalah yang menghubungkan pengunjung dengan diri, budaya, dan tanah yang diinjak. Sejak hari pertama, keramahan staf, perhatian penuh dari butler, kuliner Nusantara yang disajikan dengan apik, dan aktivitas budaya membuat saya kembali pada identitas Jawa yang sempat terlupakan.
Tiga hari dua malam di Plataran Borobudur terasa sebagai jeda yang sangat saya butuhkan—jeda dari kesibukan, rutinitas, dan kehidupan yang berjalan terlalu cepat. Di Magelang, waktu seolah melambat. Orang-orangnya ramah, suasananya damai, dan setiap sudut mengajak bernapas lebih perlahan. Saya datang sebagai tamu, tetapi pulang dengan perasaan pulang ke rumah. Plataran Borobudur tidak hanya memberikan pengalaman menginap istimewa, tetapi juga perjalanan spiritual yang meninggalkan jejak halus namun mendalam.