FASHION

19 Februari 2024

8 Desainer Mode Bicara Tentang Peranan HEB by Shopee Dalam Kemajuan Industri Mode Indonesia


8 Desainer Mode Bicara Tentang Peranan HEB by Shopee Dalam Kemajuan Industri Mode Indonesia

Tidak dapat dipungkiri, kehadiran e-commerce telah menjadi salah satu elemen penting dalam industri mode. Peranannya yang begitu instrumental pun mencatatkan semakin banyak label mode independen yang berstrategi tak mengoperasikan toko fisik. Kebiasaan belanja masyarakat pun telah bergeser, terutama sejak masa pandemi. Dari yang semula berkunjung ke butik, kini proporsi pembelian konsumen cenderung dilakukan melalui online. Sebuah laporan dari Statista pada 2021 turut menegaskan bahwa 43% konsumen yang belum pernah membeli pakaian secara online mulai melakukan hal tersebut selama periode pandemi beberapa tahun silam.

Di ranah ini Shopee berperan dan menjadikan e-commerce sebagai arena utamanya. Didirikan di Singapura sejak tahun 2015 silam, Shopee sendiri dikenal sebagai platform pertama di Asia Tenggara dan Taiwan yang menawarkan transaksi jual beli melalui online. Selama hampir satu dekade, Shopee telah menawarkan jawaban atas segala kebutuhan berbelanja masyarakat Indonesia; mulai dari kebutuhan primer dan sekunder; termasuk urusan pangan, sandang, gaya hidup, hingga komoditas luks.

Reputasi mumpuni sebagai salah satu marketplace pilihan teratas di Indonesia tak lantas membuat Shopee berhenti menghadirkan kebaruan. Di tahun 2024, Shopee memperkenalkan High-End Brands by Shopee (HEB), sebuah platform istimewa yang khusus dirancang untuk memberi panggung berfasilitas teknologi tinggi bagi para desainer mode terbaik Tanah Air. Lewat platform khusus di aplikasi Shopee ini, kini masyarakat luas di Indonesia maupun mancanegara dapat menikmati mahakarya terbaru dari nama-nama besar di industri mode Indonesia layaknya Edward Hutabarat, Sebastian Gunawan, Ghea Panggabean, Samudra Hartanto, Tex Saverio, Didiet Maulana, Mel Ahyar, hingga Harry Halim; tanpa batasan jarak dan lokasi. Simak wawancara eksklusif ELLE dengan desainer-desainer tersebut.


Menurut Anda, mengapa berkarya dan berbisnis secara digital saat ini menjadi begitu penting dan perlu dilakukan?

Ghea Panggabean: “Kita hidup di zaman di mana teknologi berkembang begitu hebat. Karenanya penting untuk kita beradaptasi memanfaatkan teknologi digital. Dengan begitu sekaligus membukakan akses bagi karya agar kita dapat menjangkau khalayak yang lebih luas.”

Didiet Maulana: “Memanfaatkan platform digital menurut saya merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menjual sebuah produk. Kini, screen time semakin tinggi, akses digital pun tidak terelakkan. Banyak kesempatan pun lahir di sana. Mau tidak mau, kami para pelaku bisnis pun harus turut hadir di sana.”

Mel Ahyar: “Karena digital bisa menjangkau pasar di mana pun, siapa pun, dan kapan pun.”

Harry Halim: “10 tahun lalu, ketika pertama kali membangun label saya, hal tersebut dirasa belum terlalu penting. Namun, kita kini tinggal di era digital, yang membuat perihal tersebut pun menjadi penting, dan tidak dapat terhindarkan manakala membangun sebuah bisnis. Anda perlu memiliki media sosial dan platform digital. Online presence pun menjadi sangat penting, terlebih ketika segala sesuatu sudah tersedia secara online.”

Sebastian Gunawan: “Kita berada di sebuah era di mana digitalisasi menjadi begitu penting. Tak hanya penting dalam berkarya, tapi juga dalam berbisnis. Tak dapat dipungkiri, hampir seluruh aspek berbisnis dapat didigitalisasi. Kita pun harus bisa melihat bahwa mendigitalisasikan sebuah bisnis berarti membuka peluang usaha secara lebih luas.”

Edward Hutabarat berpose dengan J Ryan (mengenakan rancangan Edward Hutabarat) photography by Hendra Kusuma styling Sidky Muhamadsyah & Alia Husin.

Bagi sebagian orang, berkarya dan berbisnis secara digital artinya mendemokratisasikan mode, sebab produk yang ditawarkan pun kini dapat dikenal dan dinikmati masyarakat luas, tanpa batasan usia maupun jarak lokasi. Apa pendapat Anda mengenai hal tersebut?

Samudra Hartanto: “Tak dapat dipungkiri, kita kini hidup di era digital di mana berbelanja dapat dilakukan dari sebuah layar kecil. Konsumen menginginkan kepraktisan dan kecepatan, dan hal ini turut mendorong kami sebagai desainer dan pelaku bisnis untuk tetap bisa melayani dan menjadi relevan. Saya pun menyayangkan apabila masalah jarak membuat kami tak dapat menjangkau dan berhubungan baik dengan para klien.”

Tex Saverio: “Digitalisasi mode, bagi saya, merupakan sesuatu yang patut diselebrasi. Sejak awal karier, karya-karya saya dapat dikenal banyak orang—hingga dikenakan oleh Lady Gaga dan mendesain untuk film Hunger Games—seluruhnya berkat digitalisasi. Saya pun merasa kini sudah saatnya untuk memperkenalkan karya-karya saya secara lebih luas lewat e-commerce.”

Ghea Panggabean berpose dengan Viola (2Icons), mengenakan rancangan Ghea Panggabean.

Aplikasi belanja online mengutamakan inklusivitas yang artinya siapa pun dapat mengakses produk-produk Anda. Sedangkan di satu sisi, ada nilai eksklusivitas yang perlu dipertimbangkan dalam hal menjaga eksistensi label mode Anda. Bagaimana Anda menyikapi situasi tersebut?

Didiet Maulana: “Untuk memilih siapa yang membeli produk kami, tentunya sebuah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Karena apabila mereka memiliki daya beli yang pas dengan harga yang kami tawarkan, mereka pun dapat segera menjadi klien kami. Tugas saya adalah bagaimana mengarahkan agar mereka yang membeli produk kami bisa mendapatkan inspirasi untuk memadu-padankan busana kami.” 

Samudra Hartanto: “Transparansi menjadi aspek penting bagi saya. Saya tidak keberatan menghasilkan koleksi ready-to-wear yang dapat diakses oleh masyarakat luas alih-alih berpura-pura membuat sebuah koleksi yang disebut-sebut eksklusif namun tersedia dalam jumlah banyak. Penting bagi saya untuk mendefinisikannya secara jelas dan transparan.”

Didiet Maulana berpose dengan Devita (Balitar), mengenakan rancangan Didiet Maulana.

Apa yang melandasi keputusan Anda untuk menampilkan karya Anda di Shopee?

Edward Hutabarat: “Saat Shopee menyampaikan ide mereka dalam membangun e-commerce khusus produk mode high end Indonesia, saya pikir ini dapat menjadi sebuah sarana untuk meningkatkan citra produk Indonesia termasuk UMKM yang unggul. Saya berharap upaya ini dapat menginspirasi bahkan mengubah persepsi publik terhadap produk UMKM sebagai benda berkualitas yang layak, bukan hanya sekadar untuk dibeli, tetapi juga dikoleksi.”

Ghea Panggabean: “Terlepas dari kepentingan menjangkau masyarakat yang lebih luas dan lebih beragam. Shopee telah lama menjadi pemain di ranah e-commerce. Melalui kolaborasi ini, saya berharap dapat meretas pelajaran baru tentang iklim pasar digital untuk meningkatkan performa berkarya.”

Harry Halim: “Kita semua tentu tahu seberapa besar Shopee. Di mata saya, Shopee adalah sebuah platform internasional yang begitu penting. Tentunya sangat berguna bagi kita semua untuk memiliki platform semacam ini untuk mempromosikan apa saja yang Indonesia miliki, sebab kita memiliki banyak sekali label yang mumpuni. Bersama Shopee, tentunya menjadi sangat mudah bagi kami untuk menyentuh pasar-pasar yang belum terjamah sebelumnya.”

Harry Halim berpose dengan Denia (Balitar) & Matthew Reuben (Studio47); mengenakan rancangan Harry Halim.

Bagaimana transisi ke platform online seperti Shopee berdampak pada pendekatan Anda dalam mendesain dan menjual produk fashion Anda? Apakah Anda menyesuaikan estetika desain Anda?

Edward Hutabarat: “Seorang seniman membentuk pasar, bukan mengikuti arusnya. Dalam berkarya, saya hanya menaruh keyakinan pada empat esensi mode: identitas, kualitas, kreativitas, dan simplicity.”

Sebastian Gunawan: “Koleksi yang saya persiapkan untuk Shopee ini berasal dari dua lini ready-to-wear saya, yaitu Votum dan Sebastian Red. Memang keduanya memiliki DNA dan gaya desain yang berbeda. Tentunya, saya dan mitra desain saya, Cristina (Panarese), telah menyesuaikannya.”

Samudra Hartanto: Ketika berbisnis secara online, secara langsung kita harus memikirkan sizing. Tentunya ada kompromi dari pihak saya sebagai seorang desainer, karena kita tidak dapat bertemu langsung dengan klien dan mereka pun tak memiliki kesempatan untuk mencoba pakaian tersebut terlebih dahulu. Oleh karena itu, kami memikirkan betul-betul aspek ini dan mencoba menawarkan mereka pengalaman berbelanja yang lebih mudah. Baik lewat pilihan siluet pakaian yang lebih wearable hingga arahan foto dan video ketika memasarkannya.”

Tex Saverio: “Secara estetika desain, tidak ada perubahan besar yang saya sesuaikan, karena menurut saya esensi dari menghadirkan karya saya di Shopee adalah dengan tetap mempertahankan DNA desain saya. Namun terus terang, persoalan ukuran menjadi tantangan terbesar bagi kami. Kebetulan kami selalu berhadapan dengan pesanan-pesanan made-to-order, sehingga hal ini menjadi hal baru bagi kami. Kami pun menyiasatinya dengan mengimbuhkan elemen semi custom dalam koleksi tersebut.”

Chiquitta (Andika Management) mengenakan rancangan Tex Saverio; Fabel (2Icons) mengenakan rancangan Samudra Hartanto; Reti Ragil (Balitar) mengenakan rancangan Mel Ahyar.

Setiap desainer akan menelurkan sebuah koleksi eksklusif di Shoppe. Bisa ceritakan sedikit mengenai koleksi tersebut?

Edward Hutabarat: “Saya ingin menunjukkan kepada dunia kekuatan Indonesia; bahwa Indonesia memiliki identitas, dan dibalut dengan kualitas yang hebat.”

Ghea Panggabean: “Selama lebih dari 40 tahun berkarya unsur kebudayaan Nusantara selalu menjadi sumber inspirasi bagi desain mode saya. Sebuah nilai signature yang tidak akan pernah saya lepaskan.”

Didiet Maulana: “Inspirasinya dari budaya Indonesia. Namun kami mengolahnya sedemikian rupa agar cerita budaya tersebut dapat mewakili zaman, relevan, dan bertemu dengan permintaan yang dicari.”

Harry Halim: “Koleksi yang khusus kami luncurkan di Shopee sedikit lebih terjangkau dari lini utama kami. Apabila Anda terbiasa dengan detail frill dan draping kami yang dramatis, kami menyederhanakannya dan lebih berfokus pada permainan potongan, materi, dan siluet.” 

Samudra Hartanto: “Koleksi ekslusif saya yang tersedia di Shopee adalah koleksi kolaborasi saya dengan Iwan Tirta. Bagi saya, koleksi ini begitu penting karena saya memiliki respek mendalam terhadap Shopee dan Iwan Tirta.”

Tex Saverio: “Untuk Shopee, saya membuat ulang tampilan-tampilan ikonis Tex Saverio yang mungkin sudah banyak orang ketahui, seperti gaun-gaun yang dikenakan oleh Lady Gaga, Kim Kardashian, Jennifer Lopez, dan Jennifer Lawrence. Tampilan-tampilan ini akan kami buat ulang dalam versi baru yang diharapkan dapat dinikmati lebih banyak orang.”  

Mel Ahyar: “Saya akan menghadirkan koleksi ready-to-wear Mel Ahyar dengan ciri khasnya yang eksentrik, romantis serta sejumlah tampilan yang menyoroti keterampilan tangan.”

Sebastian Gunawan berpose dengan Angel (2Icons), mengenakan rancangan Sebastian Gunawan.

Bagi Anda, seberapa besar pengaruh ulasan dan masukan dari pelanggan di Shopee dalam membangun kredibilitas merek fashion Anda?

Harry Halim: “Saya rasa kita semua ingin memiliki rating bagus, bukan? Jadi hal tersebut sangat lah penting bagi kami.” 

Sebastian Gunawan: “Hal tersebut tentunya penting bagi kami. Sebab tak hanya menjadi motivasi bagi kami untuk merekonstruksi label kami, kami pun dapat mengetahui tingkat kepuasan klien hingga kekurangan kami. Hal-hal tersebut tentunya perlu kami ketahui dan penting bagi kami.” 

Samudra Hartanto: “Bagi saya, hal ini sangat lah penting karena saya pun ingin tahu dan mengenal lebih dekat preferensi dan kebiasaan berbelanja para klien. Mulai dari apa yang membuat mereka memilih produk tertentu hingga siluet-siluet yang mereka sukai. Ada begitu banyak hal yang ingin saya ketahui dan perlu pelajari, jadi rasanya penting sekali untuk mengenal kebiasaan berbelanja para klien.”

Mel Ahyar: “Kami bukanlah pemain baru di dunia e-commerce. Oleh karenanya kami paham betul pentingnya ulasan pelanggan dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi hasil.”