12 April 2019
Intip Isi Lemari: Caroline Robianto

"Fashion is something I can have fun with!” ujar Caroline Robianto ketika ditanya apa arti fashion baginya. “Sudah dari dulu,” timpalnya, “saya selalu bahagia ketika melihat benda-benda cantik.” Selain sebagai platform untuk menunjukkan suasana hati, fashion turut dipergunakan perempuan yang akrab disapa dengan nama pendek Kero ini, sebagai cara untuk menunjukkan dirinya sendiri.
Kero mengakui jika gaya personalnya tidaklah terlalu feminin dan tidak terlalu maskulin. Ia gemar berganti gaya, menyesuaikannya sesuai suasana hati. Ia juga tidak terlalu terpaku pada kiblat tren. “Saya hanya memakai apa yang saya suka,” ujarnya, “yang terpenting nyaman, and I look good in it.” Materi-materi nyaman seperti linen, dan soft cotton pun menjadi bahan favorit perempuan yang gemar bergaya ala resort ini. “Saya suka mengenakan luaran. Saya suka memadankan luaran dengan dalaman, yang soft dengan yang strong. Saya menyukai perpaduan keduanya, feminin namun maskulin dalam waktu yang sama.”
[caption id="attachment_7242" align="aligncenter" width="685"]
Tas Gabriela Hearst.[/caption]
Untuk melengkapi gaya resort miliknya, Kero kerap memilih tas berwarna tan sebagai aksesori andalannya. Tak tanggung-tanggung, ia memiliki empat buah tas dengan warna yang hampir serupa. “Saya rasa semuanya berawal dari tas Celine Box Bag ini. Warnanya begitu klasik dan mudah untuk dipadupadankan. Mungkin karena saya suka bergaya resort, saya pun akhirnya memilih warna tan lagi untuk tas-tas lainnya,” bebernya sambil tertawa, “you can never have too many tan bags! Bagi orang lain mungkin hitam, tapi bagi saya tan!”
Tak sulit menebak perancang favorit internasional Kero. Nama Phoebe Philo terlontar dengan begitu cepat. “Bagi saya, rancangan-rancangan Philo begitu empowering. Sangat subtle, not trying too much, tapi terlihat elegan. Feminin, namun tidak terlalu feminin. Selalu ada kesan maskulin. Lembut, namun kuat.” Untuk desainer lokal, Kero menyukai karya-karya Sapto Djojokartiko, Tangan, Stella Rissa, dan Friederich Herman.
[caption id="attachment_7247" align="aligncenter" width="685"]
Sepatu Dior dan Chanel.[/caption]
Kero juga melihat adanya kesinambungan antara fashion dengan dunia seni. “In a sense, karya seni tidak selalu dapat dimengerti oleh semua orang. Apabila Anda yang membuat karya seni tersebut, Anda akan memahaminya.” Hal ini dipandang perempuan pengagum seniwati Yayoi Kusama ini sebagai sebuah platform bagi seseorang untuk mengekspresikan diri. “Di fashion, saya mengapresiasi kreasi-kreasi haute couture, dimana sebuah karya membutuhkan waktu pengerjaan yang begitu panjang. Ada begitu banyak cerita di balik sebuah kreasi. Sebuah karya seni memiliki kisah di balik pembuatannya, fashion juga memiliki kisahnya sendiri,” tutupnya dengan penuh senyum.
(Photo: DOC. ELLE Indonesia; photography ZAINI RAHMAN styling GISELA GABRIELLA)


