FASHION

16 Desember 2024

10 Figur Publik Dukung Gerakan Memajukan Warisan Kriya Nusantara


10 Figur Publik Dukung Gerakan Memajukan Warisan Kriya Nusantara

Cita Tenun Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang lahir dari kecintaan mendalam para perempuan Indonesia pemerhati wastra tenun dan seni kriya. Lewat inisiasi Okke Hatta Rajasa, Cita Tenun Indonesia didirikan sejak 28 Agustus 2008 dengan visi luhur untuk melestarikan tenun Nusantara sebagai warisan budaya tinggi (heritage). Melalui berbagai program pelatihan dan pengembangan, organisasi ini mendedikasikan upaya untuk menjaga dan mengembangkan keterampilan para perajin, sekaligus memperjuangkan kualitas hidup sambil memperkuat kesejahteraan komunitas tenun serta memperluas pasar produk tenun ke seluruh penjuru negeri dan mancanegara. Tercatat World Craft Council telah menganugerahi sejumlah penghargaan kepada Cita Tenun Indonesia dan perajin binaan untuk hasil tenun dari wilayah Lombok, Sambas, Palembang, dan Jembrana (Bali bagian barat).

Salah satu program CTI adalah pelatihan dan pembinaan perajin yang dilakukan intensif selama setahun serta dirancang untuk memperkaya pengetahuan para perajin, bukan hanya dalam meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan produksi, tetapi juga memperkenalkan mereka pada dinamika pasar mode kontemporer yang terus berkembang. Cita Tenun Indonesia telah membina di 28 kabupaten/ kota sentra binaan pada 14 provinsi di Indonesia, menggandeng praktisi dan desainer untuk berbagi ilmu dengan para perajin untuk hasil tenun dari Lombok, Sambas, Palembang, dan Jembrana (Bali bagian barat).

Melalui program filantropi, Cita Tenun Indonesia turut melibatkan sejumlah individu yang memiliki kepedulian terhadap tenun untuk berkomitmen dan berkontribusi pada pelestarian tenun. Program ini memungkinkan para filantropis untuk mendukung misi Cita Tenun Indonesia selama setahun penuh, baik melalui pendanaan maupun dedikasi pribadi. Sesi foto bersama ELLE Indonesia tahun ini menandai peralihan dari filantropi periode 2023-2024 ke periode 2024-2025, memperlihatkan dukungan yang berkelanjutan bagi misi Cita Tenun Indonesia. Sejumlah sosok filantropi hadir untuk mendukung, menggunakan pengaruh dan kepedulian mereka dalam kampanye pelestarian tenun Nusantara, mengangkat tradisi ini ke panggung modern tanpa melupakan akar budaya.

Para tokoh filantropi periode 2023-2024 yang terdiri dari Loemongga Haoemasan (President Director Asiana Group), Rossa (musisi & public figure), Shinta W. Dhanuwardoyo (CEO & pendiri Bubu.com, angel investor, entrepreneur, founder StartupIndonesia.co), dan Citra Putri (Managing Partner PT Bareksa Prioritas Indonesia) kini diteruskan oleh Julia Purmawati (pendiri JP Wellness Center), Ella Purnamasari (property developer & pendiri Lucre Parfum), Cut Beby Tsabina (aktris & public figure), Tissa Biani (aktris & public figure), Amanda Rawles (aktris & public figure), dan Adit Marciano (Co-Founder & Artistic Director of Asa Pentas Mahakarya & Camp Broadway Indonesia) sebagai filantropi periode 2024-2025, yang akan mendukung misi Cita Tenun Indonesia dalam memperkenalkan dan mengangkat tenun Nusantara ke tingkat yang lebih tinggi. Bersama Cita Tenun Indonesia, mereka menyuarakan pentingnya pelestarian dan pemberdayaan budaya tenun yang menjadi identitas bangsa serta menyulam harapan untuk memastikan keindahan tenun tetap hidup melintasi batas waktu dan generasi.

Cut Beby Tsabina (gaun rancangan fbudi; tenun Sabi Muna, Sulawesi Tenggara)

Apa arti tenun bagi Anda secara pribadi?

Cut Beby Tsabina: “Lebih dari sekadar kain, tenun Nusantara adalah cerita dari leluhur kita yang tertuang dalam setiap motif dan warna yang menyimpan filosofi mendalam dari beragam budaya Indonesia. Saya sendiri senang dapat dipercaya menjadi bagian dari figur filantropi Cita Tenun Indonesia dan berharap bisa ikut menyuarakan budaya lokal dan tenun Nusantara kepada masyarakat luas. Dengan terlibat dalam kampanye pelestarian tenun, saya ingin berkontribusi membuat kaum muda lainnya tertarik untuk mengenakan dan menjaga tenun sekaligus mengingatkan kita semua betapa Indonesia begitu membanggakan dengan segala kekayaan budayanya.”

Loemongga Haoemasan (busana rancangan Auguste Soesastro; tenun Ikat Songket Limar Palembang, Sumatra Selatan)

Bagaimana Anda melihat peran entrepreneur dalam mendukung keberlanjutan tenun sebagai warisan budaya dan apa tantangan terbesar dalam memasukkan elemen budaya tradisional ke dalam produk-produk kontempoer?

Loemongga Haoemasan: “Mengutamakan penggunaan hasil produksi lokal menjadi kian penting agar barang lokal lebih sustainable. Dalam konteks tenun, perlu ada inovasi produk agar tidak sebatas berbentuk kreasi mode, tapi juga aksesori rumah dan produk home decor seperti sarung bantal dan selimut. Perihal tantangan, saya rasa yang menjadi pekerjaan rumah adalah mengembangkan dari segi desain agar wastra Indonesia dapat menghasilkan produk modern yang kekinian namun tetap kuat dari segi narasi budaya. Untuk hal ini, perlu diciptakan kolaborasi antara desainer produk atau desainer mode dengan para perajin tenun.”

Rossa (busana rancangan Eridani; tenun Sobi Muna, Sulawesi Tenggara)

Bagaimana perasaan Anda saat mengenakan tenun dalam acara-acara penting atau penampilan di panggung internasional?

Rossa: “Suatu waktu dalam perayaan acara Imlek di Tiongkok, saya memilih mengenakan kain tenun Ulos dari Batak saat menyanyi di depan ratusan penonton warga asing. Rasanya sangat bangga sebagai bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan budaya, salah satunya tenun Nusantara. Terlebih ketika berada di panggung international, mengenakan tenun Nusantara merupakan misi penting yang menjadi soft power untuk menunjukkan identitas dan kekuatan bangsa Indonesia.”

Ella Purnamasari (busana rancangan Didi Budiardjo; tenun Ikat Jembrana, Bali)

Sebagai seorang entrepreneur, bagaimana Anda melihat peluang ekonomi dari pelestarian dan pengembangan tenun sebagai warisan budaya?

Ella Purnamasari: “Saya melihat tenun bukan hanya sebagai warisan budaya yang harus dijaga, melainkan juga sebuah peluang ekonomi yang besar. Tenun memiliki daya tarik estetika dan nilai budaya yang tinggi yang bisa menarik minat pasar lokal maupun internasional. Di tengah era di mana produk dengan cerita dan nilai budaya semakin dicari, tenun bisa menjadi produk unggulan yang bukan hanya membantu mempertahankan budaya, tetapi juga membuka lapangan kerja dan mendukung perekonomian masyarakat perajin.”

Adit Marciano (busana rancangan Priyo Oktaviano; tenun Songket Lombok, Nusa Tenggara Barat)

Bagaimana Anda melihat relasi untuk kolaborasi antara budaya tekstil tradisional dengan dunia seni pertunjukan dan teater?

Adit Marciano: “Seni pertunjukan teater dan wastra tenun Nusantara sama-sama memiliki pesan yang ingin disampaikan. Sebagai bentuk seni, keduanya dapat bereksplorasi dengan berkolaborasi yang melibatkan unsur-unsur artistik, seperti misalnya dari segi costume design ataupun set design. Sebuah kain tradisional bukan hanya jadi tempelan tanpa arti yang diletakkan di atas panggung, tapi bisa menjadi bagian penting dari keseluruhan penataan ruang pertunjukan yang punya makna signifikan.”

Shinta W. Dhanuwardoyo (busana rancangan Oscar Lawalata Culture; tenun Songket Halaban Minangkabau, Sumatra Barat)

Apa inisiatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan pasar bagi tenun Indonesia?

Shinta W. Dhanuwardoyo: “Kolaborasi dengan desainer internasional yang mengintegrasikan tenun dengan gaya modern, mengadakan pameran atau festival tenun di luar negeri guna meningkatkan visibilitas produk tenun, pemanfaatan platform digital untuk kampanye pemasaran, memberi pelatihan kepada perajin tenun mengenai penggunaan teknologi, serta membangun kemitraan dengan lembaga internasional untuk memperkuat posisi tenun Indonesia di pasar global.”

Tissa Biani (busana rancangan Denny Wirawan; tenun Ikat Sumba, Nusa Tenggara Timur)

Seperti apa upaya Anda dalam membawa unsur tenun atau budaya lokal dalam dalam karier Anda di dunia film?

Tissa Biani: “Saya bersyukur pernah bermain di judul-judul karya sinema yang karakternya mengenakan kain tradisional yakni serial Gadis Kretek dan film Tiga Nafas Likas. Sehari- hari saya juga senang padu-padan baju kasual modern dengan bawahan kain tenun. Bagi saya, ada nuansa berbeda dan kesan istimewa saat mengenakan wastra sebagai busana penunjang penampilan. Maka itu saya sangat senang dilibatkan dalam gerakan positif seperti Cita Tenun Indonesia yang berupaya melestarikan wastra Nusantara dan mudah-mudahan saya bisa ikut andil dalam menyuarakan gagasan penting dari kampanye Cita Tenun Indonesia.”

Citra Putri (busana rancangan Tangan Prive; tenun Ikat Inspirasi Tidore, Maluku Utara)

Bagaimana Anda menilai pentingnya dukungan finansial dalam pelestarian tenun?

Citra Putri: “Dukungan finansial terutama permodalan untuk perajin tenun penting untuk digiatkan dan dibuatkan program terstruktur sebab pengerjaan tenun sendiri prosesnya sangat rumit, cukup panjang, dan butuh keahlian khusus. Dengan kepemilikan modal, para perajin dapat mencari sumber inspirasi lebih banyak, mempekerjakan perajin tenun lebih banyak, dan memiliki standar mutu lebih tinggi.”

Amanda Rawles (busana rancangan Sebastian Gunawan; tenun Ikat Garut, Jawa Barat)

Apa pandangan Anda tentang peran generasi muda dalam mempromosikan warisan budaya Nusantara dan bagaimana agar tenun tetap relevan di kalangan kaum muda?

Amanda Rawles: “Kaum muda perlu memahami dan mengapresiasi tenun sebagai salah satu identitas budaya bangsa. Ada nilai budaya dan makna mendalam dari sebuah kain tradisional yang proses pengerjaannya tidak main-main dan sangat rumit. Termasuk mengapresiasi para perajinnya yang kebanyakan adalah kaum perempuan. Menurut saya agar tenun tetap lestari dan relevan dapat diupayakan lewat kolaborasi antara desainer mode Tanah Air dengan para perajin tenun, selain juga mengembangkan aspek estetika sehingga kain tradisional tidak hanya identik sebagai busana formal tetapi juga pakaian kasual yang modis dan modern untuk sehari-hari.”

Julia Purmawati (busana rancangan Era Soekamto; tenun Cual Sambas, Kalimantan Barat)

Bagaimana pelestarian budaya, seperti tenun, bisa memberikan manfaat dari segi mental atau emosional bagi individu?

Julia Purmawati: “Adanya penguatan rasa identitas sehingga meningkatkan kepercayaan diri, proses menenun membutuhkan fokus dan ketenangan sehingga membantu mengurangi stres dan kecemasan, tenun yang dilestarikan dalam sebuah komunitas turut dapat membangun keterhubungan sosial yang menghasilkan rasa damai, menenun sebagai seni juga memungkinkan ekspresi kreatif yang menyehatkan mental dan emosional, dan partisipasi seseorang dalam budaya warisan mampu menumbuhkan rasa kepuasan emosional dengan cara memberi makna lebih besar dalam kehidupan.”