LIFE

22 Maret 2023

2023 ELLE Women In Cinema: 11 Perempuan Beropini Tentang Ekosistem Dunia Sinema Indonesia Saat Ini


2023 ELLE Women In Cinema: 11 Perempuan Beropini Tentang Ekosistem Dunia Sinema Indonesia Saat Ini

Karya sinema menjadi salah satu alat untuk mengalami kemanusiaan dengan memadatkan kisah dan kondisi manusia dalam setiap zamannya. Meski kerap dibingkai dalam metafora dan simbol, film kerap menyuguhkan suatu bentuk proyeksi mengenai kenyataan hidup. Buat sebagian orang, sinema barangkali dipandang sebatas medium hiburan. Namun sejatinya sinema merupakan artefak budaya, penanda identitas bangsa, sekaligus penyampai informasi serta sarana edukasi yang persuasif. Karya film bahkan dapat merefleksikan sebuah bangsa dan mampu mengubah rasa serta pikiran. Sedemikian penting peran sinema sehingga para pelakunya pun menjadi sangat signifikan. 

Perempuan acap kali ditempatkan sebagai ‘catatan kaki’ dalam kehidupan masyarakat, termasuk dunia sinema. Kadang perempuan dianggap penting dan dinilai perlu tampil, sejauh ia tidak keluar dari kerangka ciptaan laki-laki. Sebagai praktik budaya, sinema tak jarang menguatkan hal tersebut, meski ada juga bahkan kini marak bermunculan karya-karya sinema yang menampilkan perempuan-perempuan berdaya. Lewat kekuatan cerita dan karakter, sinema mulai menunjukkan kekuatan perempuan dalam mengendalikan semestanya, bahkan melawan kuasa yang selama ini menjadikan mereka objek. Bicara keterhubungan perempuan dan sinema, maka kita patut mewacanakan pentingnya female gaze, memandang perempuan dari sudut pandang perempuan. Semacam pembalikan terhadap male gaze yang patriarkis. Tak hanya itu, representasi perempuan dalam industri perfilman turut menjadi kajian yang menarik untuk dicermati sebab perempuan sudah hadir dan berperan dalam dunia sinema, setua usia perfilman itu sendiri. Keterlibatannya tak hanya terlihat di depan layar tapi juga memenuhi ruang-ruang penciptaan kreativitas.


Dalam bulan perayaan Hari Film Nasional yang diperingati setiap 30 Maret, ELLE Indonesia kembali mengedepankan sejumlah figur perempuan di industri perfilman. Sebagian dari seluruh sosok pekerja seni yang berdedikasi dalam perfilman Tanah Air. Sederet nama perempuan yakni Aghniny Haque (aktris), Amanda Rawles (aktris), Kamila Andini (sutradara), Laura Basuki (aktris), Maudy Koesnaedi (aktris), Mawar de Jongh (aktris), Ratu Felisha (aktris), Sheila Dara (aktris), Shenina Cinnamon (aktris), dan Yulia Evina Bhara (produser). Ada keinginan dan hasrat bagi perempuan dalam dunia sinema—atau mungkin dalam bidang apa pun—untuk mengekspresikan dirinya. Perempuan tak menghendaki dan tentu meradang ketika dunia menempatkannya sebagai entitas yang tak lebih tinggi dari laki-laki. Ada ketangguhan yang menjadikan perempuan sosok penting perihal kontribusi yang memajukan industri perfilman. Bukan sebagai pelengkap dan pemanis sebuah karya, namun subjek yang secara cerdas dan cergas menyuguhkan perspektif-perspektif feminin yang terasa kuat sekaligus berdaya.


Kesan terhadap industri perfilman Indonesia.

Amanda Rawles: “Dari sinetron yang minim proses reading, saya terkejut sekaligus tertarik dengan proses pendalaman karakter di perfilman. Sejak bermain di Promise, saya seperti diyakinkan bahwa pekerjaan ini memang bukan cuma peluang buat cari uang, tapi jadi sebuah kesenangan tersendiri yang memungkinkan saya mengalami kehidupan-kehidupan lain di luar keseharian saya sebagai Amanda Rawles.”

Laura Basuki: “Dunia seni peran membuat saya merasakan pengalaman yang mungkin tidak akan pernah saya alami di dunia nyata. Dari keterlibatan di industri film, saya belajar banyak sekali tentang manusia dan kehidupan.”

Lutesha: “Keterlibatan sebagai aktor membawa kesempatan baru buat kami untuk belajar skill baru. Selain itu, mendalami sebuah karakter membuat saya belajar banyak hal tentang seorang manusia, baik dari segi fisik maupun psikologis. Menyenangkan sekali!”

Maudy Koesnaedi: “Tidak mungkin bisa masuk dalam sebuah karakter kalau tidak mempelajari dengan baik latar belakang yang membentuknya. Setiap peran yang dimainkan membuat saya merasa ‘kaya’ dalam memandang berbagai hal. Dunia seni peran menyuguhkan banyak rasa dan warna yang meluaskan cara pandang dalam memahami kehidupan.”

Mawar de Jongh: “Dunia perfilman turut mempertemukan saya dengan orang-orang berbakat. Dan profesi aktor bikin saya belajar banyak hal. Melihat suatu peristiwa dan persoalan dengan cara yang berbeda. Dengan personalitas karakter yang nyaris tak pernah sama, maka pada akhirnya setiap hari saya memperoleh perspektif yang beragam.”

Ratu Felisha: “Sistem kolaborasi dan team work dalam dunia perfilman juga menjadi sesuatu yang asyik sekali. Begitu banyak orang yang terlibat dalam departemen yang berbeda-beda, seluruhnya bekerja dengan hati. Saya juga sangat terkesan dengan semangat dan kegigihan orang-orang film dalam upaya menciptakan karya yang bermutu.” 

Sheila Dara: “Awalnya saya melihat profesi aktor sebatas mata pencarian. Namun ketika terlibat dalam Sabtu Bersama Bapak, saya bertemu Acha Septriasa dan Abimana Aryasatya dan menyaksikan kapabilitas keduanya dalam mendalami karakter, menggerakkan imajinasi berdasarkan naskah. Sejak itu saya tak lagi sama memandang dunia seni peran. Ada privilese bagi para aktor untuk memasuki berbagai kehidupan manusia dan merasakan pengalaman yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.”


Tentang tantangan perempuan berjalan di dunia sinema.

Kamila Andini: “Menyeimbangkan kehidupan profesional dan personal. Tak bisa dipungkiri, industri perfilman sangat maskulin dan cenderung tidak teratur. Salah satu ketidakaturan adalah soal jam kerja yang mana hal tersebut cukup berdampak bagi kesejahteraan keluarga terutama mereka yang memiliki anak.”

Lutesha: “Saya bersyukur dikasih banyak kesempatan untuk memerankan beragam karakter. Namun jadi merasa ada pressure ketika saya tahu bahwa publik menantikan kebaruan apa lagi yang akan ditampilkan Lutesha?

Maudy Koesnaedi: “Persepsi bahwa tingginya jumlah followers di media sosial berarti seorang aktor harus bisa membawa pengaruh pada tingginya jumlah penonton di bioskop. Padahal keduanya tidak selalu berbanding lurus.”


Yang menarik dari dunia sinema Indonesia.

Ratu Felisha: “Saya melihat progres yang amat jelas dalam hal kreativitas penulisan cerita. Kemajuan juga terjadi pada kualitas produksi dan editing sehingga sekarang film-film Indonesia punya mutu yang enggak main-main. Terbukti apresiasi film Indonesia tidak hanya bergemuruh di dalam negeri, tetapi juga dihormati oleh negara-negara lain.”

Aghniny Haque: “Kemajemukan Indonesia membuat film-film di negeri ini punya sudut pandang penceritaan yang sangat ‘kaya’.

Maudy Koesnaedi: “Dulu saya merasa ketika pemain perempuan sudah menua, maka peran yang ditawarkan kebanyakan supporting role. Maka saat saya dipercaya jadi pemeran utama di Losmen Bu Broto dan Ave Maryam, saya merasa hal itu jadi sebuah pertanda baik bahwa cerita dan karakter perempuan yang tak lagi muda bisa dibuat menarik di tangan orang-orang yang mumpuni.” 

Yulia Evina Bhara: “Saya rasa film ataupun serial bikinan Indonesia terus berkembang dan semakin bervariasi. Ada banyak orang yang telah mencoba berbagai macam genre dan penceritaan yang unik. Tentu kita sebaiknya tidak merasa puas, sebab keberagaman harus terus diupayakan.”


Tentang pentingnya keterlibatan perempuan di industri perfilman.

Kamila Andini: “Saya selalu memastikan rasio antara perempuan dan laki-laki berimbang dalam setiap produksi, demi terwujudnya atmosfer nyaman dan aman di tempat bekerja. Menurut saya, cara perempuan bekerja lebih mengikuti intuisi dan rasa, yang mana kepekaan itu menjadi sebuah kelebihan yang menguntungkan dalam proses berkarya. Perempuan memiliki dualisme tertentu yang memungkinkan kita kerap menemukan irisan yang berimbang dalam menyuguhkan sesuatu.” 

Yulia Evina Bhara: “Tentu sangat penting untuk melibatkan banyak perempuan di industri perfilman. Namun problem yang lebih mendesak di Indonesia adalah soal minimnya jumlah tenaga kerja film. Kondisinya bahkan kami sampai berebutan kru karena tingkat produksi sangat tinggi tetapi ketersediaan sumber daya manusianya rendah sekali. Saya pikir sudah saatnya Indonesia memperbanyak lembaga pendidikan film agar tenaga profesional semakin banyak dan semakin berkualitas, sehingga niat kita untuk mempekerjakan lebih banyak lagi perempuan di perfilman bisa tercapai.”

Mawar de Jongh: “Kontribusi perempuan menambah keistimewaan tersendiri bagi dunia sinema. Dan ada beberapa aspek yang sejatinya tidak bisa diinterpretasi oleh laki-laki.” 

Shenina Cinnamon: “Perempuan makhluk yang terbiasa multitasking, sedangkan cara kerja dalam perfilman boleh dibilang menuntut kemampuan serupa. Jadi secara natural, perempuan dan sinema merupakan hubungan yang saling terkait.”

Simak feature ELLE Women In Cinema dalam edisi ELLE Indonesia Maret 2023.