LIFE

27 Mei 2022

Acha Septriasa Meneguhkan Hasrat Berkarya


Acha Septriasa Meneguhkan Hasrat Berkarya

Acha Septriasa mereguk kebahagiaan lewat upaya menjaga keseimbangan hidup di tengah peran yang berlapis-lapis.

Sebagai jurnalis dan kadang penulis, bisa diduga, saya berkesempatan mewawancarai sejumlah figur publik dan aktor-aktris tenar pada masanya. Namun lebih dari sekadar soal kekaguman, menulis banyak hal dari para bintang film membawa saya pada memoar perjalanan manusia yang menyuguhkan ragam perspektif baru dalam dunia kebintangan. Dan ketika menyodorkan nama Acha Septriasa dalam suatu rapat redaksi, antusiasme itu kembali muncul. Senang rasanya bagi saya bisa menyimak kisah mereka yang berada di industri perfilman Tanah Air.

Seseorang pernah bertanya, kenapa saya suka menonton film-film Indonesia di tengah maraknya tayangan-tayangan internasional. Pertama, saya tidak perlu repot-repot membaca subtitle ketika menonton film-film lokal sehingga bisa menikmati apa yang ada di layar secara penuh. Kedua dan alasan utamanya, film lokal umumnya diangkat dari kisah yang dekat dengan keseharian orang-orang Indonesia. Mulai dari sejarah, budaya, hingga gambaran hidup sehari-hari. Dan karena itu, biasanya humor yang muncul jadi lebih relate. Nuansa dramanya pun terasa dekat, bahkan bagi saya film-film horor Indonesia terasa lebih seram. Tak terkecuali dengan judul-judul film yang dibintangi Acha Septriasa.

Puluhan judul film telah dibintangi Acha Septriasa. Beberapa diantaranya yakni Rectoverso (2012), Test Pack (2012), 99 Cahaya di Langit Eropa (2013), Bulan Terbelah di Langit Amerika (2015), Sabtu Bersama Bapak (2016), Kartini (2017), June & Kopi (2021), dan Layla Majnun (2021). Mulai dari cerita drama keluarga, romansa percintaan anak remaja, kisah pasangan suami istri yang diuji cobaan tersendiri, hingga film drama komedi bertemakan persahabatan anjing dan manusia yang terbilang masih langka di Indonesia.

Acha Septriasa for ELLE Indonesia May 2022 photography Ifan Hartanto styling Ismelya Muntu fashion Louis Vuitton makeup Rommy Andreas hair Leonardus styling assistant Annika Fathma location Tugu Kuntskring Jakarta

Jelita Septriasa, perempuan kelahiran tahun 1989. Anak ketiga dari enam bersaudara. Ibunya bekerja di bidang perbankan, sedangkan ayahnya berkarier di perusahaan oil and gas. Kesibukan profesional kedua orangtuanya membuat Acha sejak kecil dekat dengan neneknya. Sang nenek yang berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia kemudian menurunkan hobi membaca kepada cucunya. Sejak kecil Acha senang membaca cerita pendek dan puisi serta beberapa kali mengikuti kejuaraan lomba Bahasa. Ketika usianya 14 tahun, ia mengikuti ajang pemilihan model sampul majalah remaja. Wajahnya kemudian marak mengisi halaman berbagai majalah dan tayangan iklan. Sampai akhirnya tahun 2005, Acha mengikuti casting profile dan berhasil memperoleh peran pendukung dalam film Apa Artinya Cinta (2005) karya Sunil Soraya. Nama perempuan ini kemudian melambung saat menjadi pemeran utama dalam film drama remaja berjudul Heart (2006). Dan sejak itu Acha menjadi salah satu aktris berbakat yang konsisten di jalur perfilman.

Berkarier di dunia film, Acha teguh pada pendiriannya untuk menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia menempuh studi Mass Communication, Multimedia and Broadcasting di Limkokwing University of Creative Technology, Kuala Lumpur, Malaysia. Lulus kuliah, Acha kembali menata karier di perfilman karena cintanya yang begitu besar pada dunia seni peran. “Sejak pertama kali berada di lokasi syuting, saya sudah merasakan ketertarikan yang sangat besar terhadap dunia film. Ketika kamera menyala dan terdengar teriakan ‘Action!’, ada kesenangan tersendiri yang membuat ruang gerak saya begitu bebas sekaligus nyaman, alih-alih merasa canggung dan cemas. Dan makin lama saya menekuni seni peran, saya merasa makin besar rasa cinta saya dengan dunia film,” ungkapnya. Kecintaan pada seni peran dan profesi aktor itu kemudian mengantarkan Acha pada berbagai penghargaan prestisius. Tercatat namanya masuk dalam nominasi Best Supporting Actress untuk kiprahnya di Rectoverso, menjadi nominasi Pemeran Utama Wanita Terpuji Film Bioskop untuk keterlibatannya dalam Love Story, dan memenangkan Piala Citra kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk perannya di film Test Pack.

Acha Septriasa for ELLE Indonesia May 2022 photography Ifan Hartanto styling Ismelya Muntu fashion Gucci makeup Rommy Andreas hair Leonardus styling assistant Annika Fathma location Tugu Kuntskring Jakarta

Bersama suami dan sang buah hati, Acha kini bermukim di Sidney, Australia. Kembalinya dia ke Indonesia tentu menjadi pertanyaan saya. “Selama 2,5 tahun terakhir semenjak pandemi, saya tidak pernah pulang ke Jakarta untuk bertemu secara langsung dengan kedua orangtua. Meski kami rutin berkomunikasi termasuk video call, rasanya hampa dan rindu sekali dengan mereka. Saya kemudian memutuskan pulang menemui ayah dan ibu, selain saya juga ingin anak saya menghabiskan banyak waktu dengan kakek dan neneknya sebagaimana dulu saya juga sangat dekat dengan nenek. Dan di saat bersamaan, datang berbagai tawaran peran untuk beberapa judul film. Rasanya luar biasa senang bisa bertemu keluarga terkasih sekaligus kembali menjalani syuting bersama sineas-sineas andal,” ujarnya. Acha menceritakan, dia sedang berada dalam tiga proyek produksi judul film dengan genre horor komedi bertajuk Hantu Baru, film horor berjudul Mumun karya sutradara Rizal Mantovani, serta film bertema isu perempuan yang dikerjakan Acha bersama penulis dan sutradara, Gina S. Noer.

Kiprahnya tak sebatas membahana di dalam negeri, tapi juga bergema di jagat internasional. Setelah menolak tawaran membintangi film sekuel Fantastic Beast lantaran sedang hamil, Acha Septriasa kemudian unjuk gigi di panggung global dengan memerankan tokoh utama Sarah Thurston dalam film Daemon Mind dengan genre horror thriller yang dirilis 2021 silam. Mengisahkan kehidupan seorang ahli syaraf dengan menguak sisi kelam manusia. Dan tahun ini, Acha kembali membintangi dua judul film karya rumah produksi Amerika Serikat dan Inggris yang masih dirahasiakan judul dan tanggal penayangannya.

Acha Septriasa for ELLE Indonesia May 2022 photography Ifan Hartanto styling Ismelya Muntu fashion Gucci makeup Rommy Andreas hair Leonardus styling assistant Annika Fathma location Tugu Kuntskring Jakarta

Selain sosok penyayang dan pelindung, perempuan memiliki keberanian dan intuisi tajam yang membuat perempuan gesit beradaptasi sambil tetap menjadi diri sendiri. Sebagai ibu, perempuan mencurahkan kasih sayang penuh pada anak-anaknya sekaligus juga mengajarkan kemandirian agar sang anak mampu melindungi dirinya sendiri. Dan sebagai pasangan, keberdayaan perempuan diperlihatkan oleh kesetiaan tanpa harus bergantung pada pasangannya. Dan persepsi inilah yang muncul manakala saya mendengar kisah romantika Acha Septriasa dengan suami serta relasi sarat cinta ibu dengan sang buah hati, Bridgia Kalina Kharisma. “Setelah menjadi orangtua, saya jadi merasakan ‘unconditional love’ yang selama ini selalu diberikan ayah dan ibu kepada saya. Dan rasanya bukan hanya para ibu dan kaum perempuan yang mendidik dan membimbing anak-anaknya. Sebaliknya, seorang anak juga mengajarkan begitu banyak hal pada orang dewasa. Seperti namanya, Bridgia telah menjadi ‘jembatan’ dalam keluarga kami. Kehadirannya menjadi perekat yang menghubungkan pertalian penuh cinta kasih dalam keluarga. Mendidik anak perempuan artinya saya harus mempersiapkan Bridgia agar menjadi perempuan yang cerdas, berani, sekaligus mandiri. Bridgia tidak harus punya cita-cita yang terdengar mustahil apalagi tidak menyenangkan untuk dia jalani. Saya hanya ingin dia bijak mengambil keputusan sekaligus mahir menentukan langkah menjadi perempuan independen yang bisa hidup di atas kakinya sendiri,” ujarnya.

Menjaga keharmonisan dengan pasangan tak kalah penting jika kita bicara soal keberlangsungan hubungan suami istri. Sudah saatnya maskulinitas laki-laki didekonstruksi dengan melibatkan laki-laki dalam ranah pengasuhan yang konon dianggap tidak maskulin. Sama-sama sibuk oleh rutinitas profesi masing-masing, Acha menuturkan bagaimana ia menerapkan strategi dalam membagi peran dengan suami sekaligus komitmen untuk menjaga keselarasan demi kelanggengan hubungan berdua. “Sebagai perempuan yang telah berkeluarga, menjadi sebuah tantangan ketika kita hendak mengejar ambisi dan cita- cita. Namun di saat bersamaan ada tuntutan dan tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Maka kesamaan cara pandang menjadi penting sekali selain kesesuaian langkah dalam menjaga ritme hubungan. Kami ingin sepanjang apa pun usia pernikahan saya dan suami, cinta itu tak pernah meredup apalagi menjenuhkan. Seiring bertambahnya usia pernikahan, saya juga jadi menyadari bahwasanya cinta yang menggebu- gebu itu lambat laun akan berganti dengan keakraban dan komitmen yang lebih matang. Setiap hari saya ingin mencintai orang yang sama dengan berulang kali dan menyesuaikan langkah kaki kami berdua demi menjaga keharmonisan rumah tangga,” tutur Acha.

Barangkali kita semua setuju, menyenangkan hati orang lain sejatinya harus dimulai dari membahagiakan diri sendiri. Terlebih perempuan dengan tanggungan setumpuk beban dalam berbagai peran yang berlapis, kebahagiaan diri menjadi krusial peranannya. Perempuan perlu memiliki ruang bagi dirinya sendiri untuk dapat bertumbuh secara personal. Karena seorang ibu yang sejahtera akan menghasilkan anak-anak yang sejahtera pula. “Sebagai istri sekaligus ibu, saya senang bisa berkegiatan dan melakukan apa yang saya senangi. Tetapi semua itu bisa terjadi karena ada dukungan suami dan keluarga. Dan keluarga menjadi satu-satunya tujuan penting yang menempati porsi besar dalam hidup saya. Dalam bekerja, berkarier, bergerak menjalani hidup, semuanya dilakukan sebagai bentuk pengabdian saya untuk keluarga. Beruntung saya dan suami memiliki kesamaan cara pandang. Kami berdua berupaya menjaga komitmen untuk selalu menempatkan anak dan keluarga di atas kepentingan apa pun,” pungkas Acha.