23 November 2022
Arya Saloka Meneguhkan Keberanian untuk Mendefinisikan Sukses dengan Caranya Sendiri
Sama halnya seperti film, sebuah sinetron diproduksi dengan melibatkan banyak orang. Satu episode sinetron paling tidak membutuhkan sutradara, asisten sutradara, departemen produksi, urusan konsumsi, seksi transportasi, penulis naskah, tim make up dan wardrobe, bagian keamanan, kameramen, editor, bagian pencahayaan–yang amat dibutuhkan ketika syuting malam hari–, koordinator figuran, koordinator talent, hingga tentu saja para pemeran utama. Industri sinetron memang padat karya dengan sistem kerja yang mungkin tak seramah produksi film. Dengan jadwal yang serba mepet, agak susah mempertahankan semua harus ideal. Naskah harus dikebut. Aktor kesusahan berlatih peran secara serius. Peran yang ada pun nyaris semua tipikal. Sinetron bergulir amat cepat, tak banyak ruang bagi idealisme artistik, dan tak semua karakter meninggalkan kesan apalagi dihapal penontonnya. Namun terdapat jejak masa kejayaan televisi swasta pasca tahun ’90-an yang membuka pintu lebar-lebar bagi para bintang untuk masuk televisi yang konon sering kali dianggap kurang berkelas dibanding film. Lydia Kandou, Nurul Arifin, Lulu Tobing, El Manik, dan Rano Karno adalah bagian dari gelombang ini. Ada masanya relasi film dan televisi tumbuh saling menghidupi, menjadikan para pemainnya kian eksis dalam dua medium berbeda, dan mampu menjadi ruang menanam popularitas para pemainnya di benak para penonton. Arya Saloka menjadi salah satunya, aktor Indonesia yang namanya melejit usai bermain dalam sinetron terkenal berjudul Ikatan Cinta.
Saya masih ingat ketika sinetron tersebut muncul pertama kali pada pertengahan tahun 2020, persis saat pandemi Covid-19 baru melanda dunia. Sinetron ini seperti datang di waktu yang tepat. Alih-alih dianggap tontonan tidak penting hanya supaya televisi tetap menyala selama isolasi di rumah, kemunculan Ikatan Cinta nyatanya menuai kesuksesan dengan berhasil menduduki puncak rating di hari kelima penayangannya. Museum Rekor Dunia Indonesia turut menobatkannya sebagai tayangan prime time yang berhasil mendapat audience share nasional tertinggi yakni di atas 40 persen. Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mendapuk Ikatan Cinta sebagai karya ekonomi kreatif dengan pencapaian penonton terbanyak di Indonesia selama pandemi. Sinetron tersebut meraup popularitas tak terbendung, terlebih-lebih pada sosok Aldebaran alias Arya Saloka. Tercatat Arya meraih sejumlah penghargaan atas perannya dalam Ikatan Cinta, beberapa di antaranya, yakni Aktor Sinetron Terpopuler di Indonesian Television Awards 2021, Pemeran Pria Terpuji Serial Televisi dari Festival Film Bandung 2021, dan Pemeran Utama Pria Terfavorit dalam Indonesian Drama Series Awards 2022. “Tentu ada rasa bangga sekaligus senang bisa menjadi bagian dari kepopuleran Ikatan Cinta. Saya pun merasa yakin sinetron ini bisa begitu sukses karena kerja keras seluruh pemain dan kru yang terlibat. Di produksi ini, semua orang bekerja dengan hati dan saya tidak melihat ada orang-orang yang ingin menonjol apalagi merasa paling hebat sendiri. Seluruh pemain dan kru kompak bersama-sama menciptakan karya yang baik. Barangkali itu juga yang membuat saya betah dan akhirnya dengan senang hati kembali bermain di Ikatan Cinta,” ungkap Arya.
Kendati dua tahun belakangan ia marak dibicarakan di mana-mana, Arya Saloka sesungguhnya telah menekuni seni peran sejak lebih dari satu dekade silam. Ia memulai karier di dunia seni peran dengan membintangi film televisi berjudul Upik Abu Metropolitan pada 2011 yang dilanjutkan dengan puluhan judul FTV lainnya. Dua tahun kemudian, Arya berperan sebagai Guntoro dalam sinetron perdananya yakni Get Married the Series 2. Ia terus bermain sinetron sampai hari ini, termasuk dalam judul-judul populer seperti Tukang Ojek Pengkolan (2016) dan Sayap Pelindungmu (2019). Tak sebatas pada medium televisi, jejak keaktoran Arya Saloka juga dapat disimak di film-film bioskop. Barangkali Anda lupa atau tidak menyadarinya, sebelum tampil di Ikatan Cinta, Arya Saloka sempat muncul pada beberapa judul film layar lebar. Ia pernah menjadi kameo dalam film Brokenhearts (2012) yang diperankan Julie Estelle dan Reza Rahadian, kemudian bermain sebagai Coki, sahabat Vino yang diperankan Adipati Dolken, dalam Malaikat Tanpa Sayap (2012). Arya lalu memerankan Bayu, seorang penjaga toko musik dalam film Ten Seconds Before Sunrise (2017). Simak pula penampilan Arya saat menjadi kakak kelas Maudy Ayunda di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam film Habibie & Ainun 3 (2019). Rasanya juga sulit melupakan adegan emosional di Story of Kale (2020) ketika Arya Saloka berulang kali berlaku kasar pada Aurélie Moeremans lalu berkelahi pukul-memukul dengan Ardhito Pramono. Sederet penampilan Arya Saloka sebagai supporting role yang meski hanya beberapa scenes tapi menuai beragam pujian atas kefasihannya menjiwai beragam karakter. “Sebagai aktor, saya harus bisa membawa pesan yang memuat segala rasa dan emosi. Tentu ada kekhawatiran apabila nantinya tidak berhasil menyampaikan maksud dan makna dari karakter yang dimainkan. Namun saya selalu ingat satu kutipan dari aktor legendaris Didi Petet, beliau pernah berujar bahwa aktor yang baik adalah aktor yang bisa membuat lawan mainnya menjadi lebih baik. Salah satunya membantu memberikan rasa dan kejujuran sehingga apa yang ingin disampaikan bisa diterima dengan baik oleh lawan main sekaligus para penonton. Karena itu saya sangat bersyukur sejak pertama bermain peran, saya banyak dibantu aktor-aktor hebat seperti Surya Saputra, Putri Marino, dan Adipati Dolken,” ujarnya.
Kesenian bukan barang baru bagi laki-laki kelahiran Denpasar 1991 silam ini. Sebagian anggota keluarganya banyak berkecimpung di dunia seni. Arya Saloka bercerita bahwa eyangnya berprofesi sebagai dalang, kakeknya seorang seniman lukis, sedangkan Arya sendiri sudah akrab dengan cerita pewayangan sejak ia masih kecil. Arya bahkan mengoleksi berbagai macam wayang yang dibeli setiap keluarganya pulang kampung ke daerah Jawa. Dari usia 4 tahun, Arya juga hobi menonton acara wayang yang disiarkan di televisi setiap malam hingga menjelang pagi. Dari kisah pewayangan, Arya kemudian gemar memainkan cerita sandiwara dengan menggunakan boneka dan robot-robotan sebagai tokoh sandiwaranya.
Dulu Arya Saloka bercita-cita menjadi anggota tentara. Tapi keinginannya masuk militer tak mendapat restu dari kedua orangtua. Lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan Teknik Informatika di Universitas Negeri Malang. Arya Saloka kemudian mengenal seni peran dengan cara yang tak terduga. “Sewaktu tinggal di Bali, saya sering main berkumpul sama teman-teman. Suatu waktu saya hendak menemui seorang kawan yang sedang syuting di daerah Seminyak. Kami janjian mau nonton bola tapi hari itu jadwal kerja dia cukup panjang, akhirnya saya menunggu sampai teman saya kelar syuting. Tiba-tiba seseorang meminta saya untuk menjadi pemain extras karena waktu itu bagian talent kekurangan orang. Saya berjalan mondar-mandir di belakang pemeran utama, lalu menerima bayaran Rp75 ribu untuk sebuah adegan tanpa dialog apa pun yang bahkan terlihat sedikit blur di kamera,” kenangnya. Dari pengalaman menjadi extras, Arya kemudian beberapa kali menjadi figuran di berbagai film televisi sampai akhirnya ia menemukan dunia baru yang mengasyikkan. Status sebagai mahasiswa ia tinggalkan. Arya memberanikan diri pergi ke Jakarta untuk mulai menekuni seni peran. Hari demi hari, ia terus-menerus belajar menyerap ilmu dan teknik dari berbagai tontonan dan film, mengikuti kelas teater, sampai akhirnya memperoleh kesempatan perdana bermain di sebuah judul film televisi.
Suatu waktu saya sempat mendengar ucapan Ratna Riantiarno yang juga menggeluti seni peran di pelbagai panggung; teater, televisi, dan layar lebar. Ia berujar tentang betapa menantangnya berakting di sinetron. Emosi belum tuntas pada satu adegan sudah harus terpotong oleh pengambilan kamera dari sudut lainnya. Aktris dan pegiat teater tersebut salut kepada pemain sinetron yang ia anggap tahan banting karena sanggup menjalani waktu syuting yang berlarut-larut, kuat menahan emosi yang terpotong di tengah-tengah adegan. Sebuah pekerjaan demikian tidak gampang. Ragam tantangan seni peran yang turut dialami Arya Saloka. “Saya tidak ingin membandingkan sinetron, film, ataupun series dan menganggap salah satunya lebih unggul. Seni peran di mana pun tetap berlaku sama yakni soal pendalaman karakter dan penjiwaan emosi. Saya sendiri melihat ada perbedaan kebutuhan antara beradegan di sinetron atau bermain di film. Sebagai aktor yang bermain di ranah sinetron sekaligus film, penting buat saya untuk belajar di mana dan kapan pun, termasuk ketika sedang off camera. Bahkan ketika sekarang kita berdua sedang mengobrol, saya mencoba menelaah isi percakapan yang bukan mustahil ada hal-hal positif yang bermanfaat di dalamnya. Seorang aktor rasanya memang harus peka terhadap situasi dan lingkungan karena sejatinya pelajaran seni peran yang terbaik datangnya dari kehidupan. Baik kehidupan diri sendiri, maupun hidupnya orang lain,” ungkap Arya.
Pesinetron yang namanya tengah naik daun ini tengah mereguk popularitas di jagat hiburan Tanah Air. Terbukti ketika Netflix Indonesia mengumumkan nama-nama pemain serial terbarunya yang berjudul Gadis Kretek, kolom komentar media sosial lantas dibanjiri hiruk pikuk sanjungan kepada Arya Saloka yang berperan dalam serial tersebut bersama Ario Bayu, Dian Sastrowardoyo, dan Putri Marino. Arya turut memanfaatkan popularitasnya dengan baik untuk membuka beberapa bisnis di bidang kuliner dan skincare yang dijalaninya di sela-sela kesibukan sebagai aktor. Di tengah petualangan menapaki popularitas, laki-laki ini juga mengungkap tentang upayanya menjaga konsentrasi pada hal-hal yang ia anggap signifikan dalam hidupnya; meniti karier di dunia keaktoran dan menjalani peran sebagai ayah dan suami dengan sebaik-baiknya. “Awalnya memang tak sengaja berkecimpung di dunia seni peran, tapi kini rasanya sangat menikmati rutinitas dan profesi aktor. Perihal popularitas, saya mencoba membiasakan diri meski kadang ketenaran membawa konsekuensi yang tak selalu menyenangkan. Tidak selamanya orang tepuk tangan tanda pujian karena ada kalanya kita dikritik, dihujat, dimaki. Saya sendiri tidak ingin mengeluarkan reaksi apa pun karena tidak ada gunanya ‘kan menjelaskan siapa diri kita kepada orang-orang yang memang sudah memutuskan untuk tidak suka. Saya tidak bisa membuat semua orang senang dengan saya, dalam hal ini saya berusaha meniru sikap Nabi Muhammad SAW yang sampai akhir hayatnya tetap bersikap bijak dan tenang menanggapi orang-orang yang tidak menyukainya. Ketimbang meladeni sesuatu yang tak ada faedahnya, lebih baik saya mensyukuri apa yang telah saya miliki. Saya tengah menikmati masa-masa di mana saat ini saya berkesempatan bermain di sinetron sekaligus berkiprah di film, mengerjakan beragam bisnis sebagai bentuk persiapan bekal masa depan, dan tentunya begitu menikmati perjalanan penuh cinta atas peran saya sebagai suami dan ayah,” pungkas Arya Saloka.
photography IFAN HARTANTO styling ISMELYA MUNTU
styling Grooming YANUS PUTRADA
Interview RIANTY RUSMALIA