LIFE

23 Agustus 2022

Berawal Tanpa Sengaja, Rizky Nazar Kini Memberi Seluruh Hatinya Untuk Seni Peran


PHOTOGRAPHY BY Zaky Akbar

Berawal Tanpa Sengaja, Rizky Nazar Kini Memberi Seluruh Hatinya Untuk Seni Peran

fashion Givenchy styling Sidky Muhamadsyah grooming Ryan Ogilvy grooming assistant Jimmy Panai hair Ichana styling assistant Annika Fathma

Cinta tumbuh perlahan namun pasti. Mengawali karier dari ketidaksengajaan, Rizky Nazar kini memberi seluruh hatinya untuk seni peran.


Menulis banyak hal dari semesta bintang film membawa saya pada memoar tentang sejarah pertumbuhan era teknologi modern yang menyuguhkan perspektif baru dalam dunia kebintangan. Di era 1990-an, muncul berbagai majalah remaja yang menjadi ruang pemberitaan para artis baru seperti Lulu Tobing, Anjasmara, dan Ari Wibowo. Demikian juga Onky Alexander, Roy Marten, Lydia Kandou, sampai Eva Arnaz serta sejumlah aktris dan aktor dengan sex appeal tertentu yang berdaya hipnotis tinggi. Kemunculan para bintang sinema populer kemudian mengantarkan saya pada satu fenomena bahwa kebintangan tidak hanya membawa citra kecantikan dan ketampanan semata, melainkan ada pelbagai unsur dan aspek yang ikut menentukan bagaimana sosok artis itu akan diingat.

Persis enam bulan menjelang 2023, seorang manajer artis yang juga berprofesi sebagai lawyer menghubungi saya dan mengabarkan bahwa Rizky Nazar hendak bertemu untuk mengobrol. Kesempatan langka yang rasanya sayang untuk diabaikan. Ia datang 10 menit lebih telat dari waktu yang kami sepakati. Namun siapa yang tak tahu betapa sulitnya mengira-ngira lalu lintas Ibu Kota. Semua kendaraan berjejal di jalan raya, jalan tol, jalan tikus, sampai jalan buntu pun terlihat runyam. Seolah semua itu memang tidak untuk dimengerti. “Siang-siang begini macetnya sudah seperti jam pulang kantor. Memang enggak bisa ditebak ya jalanan Jakarta,”ujar Rizky Nazar sambil menjabat tangan ramah dan menyampaikan maaf karena datang agak terlambat. Rizky mengambil posisi duduk di hadapan saya. Tangan kanannya memegang segelas kopi hitam. Harus tanpa gula. Karena dia tidak suka minum kopi yang rasanya manis. Usai saling menanyakan kabar, ia menaruh handphone di saku celana kemudian mulai menceritakan perjalanannya di industri hiburan.

Jaket, kemeja, celana, dan sneakers; seluruhnya koleksi Louis Vuitton.

Saya mengawali percakapan dengan bertanya, mengapa ia jarang mau muncul di media. Kalaupun ada, pemberitannya nyaris tidak pernah jauh-jauh dari kabar perilisan serial atau film. Katanya, “Sebenarnya dari dulu saya kurang nyaman jadi pusat perhatian. Ada rasa aneh yang bikin tidak tenang ketika tahu ada banyak orang yang memerhatikan. Terlebih sekarang saya beraktivitas di industri hiburan sehingga sulit buat saya untuk sekadar makan nasi goreng sendirian di pinggir jalan, yang mana momen seperti itu sebetulnya menyenangkan sekali. Tapi saya juga menyadari ada hal baik yang bisa diperoleh dari popularitas. Salah satunya pertemanan dengan jaringan yang makin luas. Buat saya menjalin hubungan baik dengan banyak orang itu penting sekali. Prinsipnya adalah seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.”

Buat saya pribadi, mengobrol dengan orang-orang perfilman akan sulit untuk jadi membosankan. Dinamisme dunia film dan geliat para pelakunya pasti punya cerita-cerita seru yang asyik untuk diperbincangkan. Kehadiran Rizky Nazar boleh jadi dianggap angin segar yang membuat kita bisa optimis dengan regenerasi talenta. Pandangannya jauh ke depan, mimpinya besar tak terkurung batasan, dan sikapnya cenderung tidak setengah-setengah bak orang tak punya tujuan. Melangsungkan sesi wawancara dengan Rizky Nazar berarti berbincang dengan sosok generasi muda yang sedang menggebu- gebu menata mimpi tapi saat bersamaan juga asyik menikmati hidup. Konsekuensinya, dialog yang cukup kompleks ditambah keseruan tentang bagaimana kami melihat industri hiburan Tanah Air yang makin hari makin menunjukkan taring.

Jaket dan hoodie; seluruhnya koleksi Lanvin.

Lahir di Jakarta tahun 1996, Rizky Nazar anak bungsu dengan satu orang kakak perempuan. Ayahnya seorang keturunan Arab, sedangkan ibunya berasal dari Singaraja, Bali. Usai menyelesaikan pendidikan menengah pertama di Global Islamic School, Rizky melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 14 Jakarta. Ayahnya telah meninggal dunia pada 2010 silam. Rizky kini tinggal bersama sang ibu tercinta. Dan dalam obrolan kami, ia berkali-kali mengungkap tentang betapa sayang ia terhadap ibunya. “Sebagai anak laki-laki dan semenjak ayah meninggal, saya jadi merasa sangat dekat dengan ibu. Beliau selalu mendukung setiap keputusan saya tanpa pernah menghakimi. Bukan hanya kasih sayang, saya juga ditempa dengan berbagai didikan agar tumbuh menjadi laki-laki yang bertanggung jawab dengan kehidupannya sendiri. Menyadari bahwa kelak saya akan bertanggung jawab atas kehidupan istri dan anak, maka sejak dini ibu mengajarkan saya tentang pentingnya punya rasa tanggung jawab dan tertib dengan diri sendiri,” tutur Rizky.

Sejak kecil, kehidupannya tak bertalian dengan wilayah kesenian. Rizky Nazar hobi bermain gim, bertanding sepak bola, dan menonton film, namun seni peran jelas bukan sesuatu yang lazim untuknya. Sampai pada 2012, Rizky Nazar sedang bertamasya bersama keluarganya di kawasan Ancol, Jakarta Pusat, ketika ia ditemukan oleh seorang pencari bakat. “Saya sedang berjalan kaki, tiba-tiba sebuah mobil berhenti lalu pengendaranya membuka jendela. Saya mengira dia ingin bertanya rute arah jalan, ternyata mau mengajak saya ikut bermain sinetron. Tentu saya terkaget-kaget mendengarnya. Dan tidak saya tanggapi karena sejujurnya ada kekhawatiran orang ini menyimpan niat jahat. Belakangan saya baru tahu, dia ternyata berteman dengan temannya ibu saya dan memang benar bekerja di bagian casting pemain,” cerita Rizky.

Di tengah masa libur sehabis ujian kelulusan kelas 3 SMP, Rizky berupaya mencari kesibukan dan akhirnya menghubungi si pencari bakat atas saran ibunya. Ia berkisah, “Beberapa kali ikut casting untuk berbagai sinetron di SCTV, saya kemudian mendapat peran utama untuk sebuah tayangan film televisi yang kemudian dijadikan sinetron karena sukses dengan rating tinggi. Saat itu semua masih terasa abu-abu. Saya belum merasa senang dengan berakting karena sebenarnya mau terlibat di sinetron supaya penghasilannya bisa untuk membantu ibu. Apalagi saya juga masih SMA. Rutinitas tiap hari pulang sekolah langsung syuting, hampir tidak ada waktu untuk main-main. Rasanya melelahkan sekali dan cukup stres dalam membagi waktu. Tapi di sisi lain, saya senang uang yang dihasilkan bisa saya berikan untuk ibu meskipun belakangan saya tahu uang itu disimpan beliau untuk kebutuhan masa depan saya.”

Sweter dan rompi; seluruhnya koleksi Louis Vuitton.

Kali pertama bermain peran di serial televisi berjudul Cinta Bersemi di Putih Abu-Abu (2012). Sejak itu, Rizky Nazar jarang absen dari kancah industri hiburan Tanah Air. Tercatat sudah puluhan judul film televisi dan sinetron memasang laki-laki ini sebagai pemainnya. Yang tadinya hanya bermain peran untuk mencari pengalaman dan penghasilan, Rizky kini menemukan cintanya pada dunia perfilman yang kemudian beberapa kali menobatkan namanya dalam sederet ajang penghargaan untuk insan perfilman; nominasi Aktor Utama Paling Ngetop di acara SCTV Awards 2013, nominasi Pemeran Utama Pria Terpuji Film Bioskop untuk perannya di film Mekah I’m Coming dalam ajang Festival Film Bandung 2020, kemudian memenangkan piala Selebriti Pria Paling Memikat dalam penghargaan Infotainment Awards 2017.

Usai bermain-main di layar perak, Rizky menjelajah layar lebar kali pertama lewat film berjudul 2014 yang diikuti judul-judul film lainnya di antaranya Magic Hour, ILY from 38.000 Ft, Mekah I’m Coming, Danur 3, Love Knots, dan yang terkini Satria Dewa Gatotkaca. Ia mulai mereguk popularitas tak terbendung usai menjadi pemeran utama di serial Cinta Fitri. “Rasa-rasanya saya beruntung pada banyak hal dalam hidup. Termasuk salah satunya ketika memerankan Farel di Cinta Fitri. Serial Cinta Fitri sudah sangat terkenal ketika 15 tahun lalu dia ditayangkan sebagai sinetron dan sudah punya basis penggemar yang cukup luas. Namun rasa jatuh cinta pada perfilman sesungguhnya terjadi ketika saya terlibat sebagai pemain di film layar lebar berjudul 2014. Sebuah film yang mengangkat tema pemilihan umum dengan isu politik bercampur drama di dalamnya. Ketika itu saya mengetahui ternyata ada proses yang begitu panjang dan rumit untuk menghasilkan satu karya film berdurasi tidak lebih dari 120 menit. Bukan hanya jumlah pekerjanya yang sangat banyak, keterlibatan di film layar lebar turut membuat saya akhirnya menyadari betapa magisnya kekuatan sebuah film. Dia bisa menyimpan banyak pesan, memuat agenda tertentu, dan menyampaikan berbagai kritik sosial yang berdampak pada banyak aspek kehidupan manusia. Sejak itu, mustahil buat saya untuk tidak bangga dengan pekerjaan sebagai aktor. Dan saya tidak lagi bisa melihat profesi ini sebatas kegiatan senang- senang semata,” ungkap Rizky.

Blazer, kemeja, dan celana; seluruhnya koleksi Dior.

Laki-laki ini bercerita, dia sangat bangga menjadi aktor, sama bangganya seperti kalau dia sedang bermain film lalu mengetahui para penontonnya tergerak hati dan pikiran karena akting yang dilakoninya. Rizky Nazar memandang keaktoran sebagai sebuah profesi dan bukan sebatas memandangnya sebagai suatu kesenangan atau hobi belaka. Dan karena demikian, laki-laki ini senantiasa berupaya melaksanakan tugas-tugas profesionalnya secara bertanggung jawab. Rizky berujar, “Terus-menerus belajar tentang apa yang disebut sebagai berkesenian dan bermain peran. Masih banyak yang perlu digali untuk saya bisa jadi aktor yang mumpuni. Kedepannya, saya juga ingin mengetahui hal-hal teknis dan strategi di balik layar. Mencoba untuk belajar cara kerja produser dan sistem penyutradaraan yang baik dan benar. Kendati saya menyadari, tidak mudah mengerjakan tugasnya orang-orang di balik layar. Dan karena itu saya sangat menghormati kreativitas para pekerja seni.”

Cangkir kopinya sudah lama kosong, dan sore kian larut. Meskipun demikian, mata laki-laki ini bersinar dengan semangat yang menyala-nyala. Jika Anda meluangkan waktu untuk berbincang dengannya, tidaklah terlalu sulit untuk memahami seorang Rizky Nazar. Dalam usianya yang masih terbilang muda, sang aktor memahami bahwa berkarya adalah sebuah proses kreatif dan kesempurnaan bukanlah tujuan utamanya. “Menekuni seni peran barangkali menjadi salah satu keputusan terbaik yang tidak pernah saya sesali. Tentu ada kesenangan tersendiri ketika mengetahui kita bisa mandiri dengan penghasilan sendiri. Namun di luar itu, menjadi aktor adalah sebuah kebahagiaan manakala saya tahu bahwa saya dapat menyenangkan hati orang lain lewat kemampuan seni peran. Dan pada akhirnya, profesi ini juga sangat membanggakan, karena kita para pekerjanya bekerja dan berkarya dengan sepenuh hati. Bukan hanya untuk mencari uang dan bersenang-senang, tapi juga berkontribusi terhadap dunia perfilman sekaligus ikut menggerakkan perekonomian kreatif Indonesia dengan cara yang sungguh mengasyikkan,” tutup Rizky Nazar.