LIFE

17 September 2024

Faradina Mufti Mengolah Tekanan Jadi Tantangan, dan Ia Mencuat Ke Permukaan


PHOTOGRAPHY BY Zaky Akbar

Faradina Mufti Mengolah Tekanan Jadi Tantangan, dan Ia Mencuat Ke Permukaan

styling Ismelya Muntu; fashion Valentino; makeup Nooi Beauty; hair Sun; assistant styling Angel Febian

Pada sebuah senja, Faradina Mufti membuka kisah lama. Kisah yang mungkin saja sudah hampir terhapus dari ingatan, atau bahkan disembunyikan. Perbincangan yang awalnya terasa formal berakhir happy ending. Percakapan kami berlangsung hangat dan penuh tawa. Faradina sepertinya tidak membatasi segala hal yang sifatnya emosional dan personal untuk masuk ke ranah publik. Kala ia membuka cerita, lawan bicaranya seperti dibawa ke dalam lorong waktu dan perasaan luar biasa, meski dikisahkan dengan nada penuh kehati-hatian sehingga tak terasa ada unsur dramatis yang sengaja ingin ditonjolkan. Kisah lama tersebut merupakan pintu masuk kehidupannya kini, perjumpaan pertamanya dengan realitas kehidupan yang berawal dari kepercayaan bahwa masa depan cemerlang dapat diraih melalui konsistensi. Bahwa keberhasilan tidak datang dari langit. Dan kesuksesan menjadi sebuah perjalanan kehidupan yang teramat mahal dan panjang. Ia membuktikan kebenarannya sepuluh tahun kemudian. Menapak selangkah demi selangkah yang ternyata semua diikat oleh satu kata, cinta. Cinta pada seni peran. Cinta pada sinema. Satu kesenangan yang telah ditekuni sejak kali pertama ia mengenalnya lewat sebuah kesempatan yang tak disengaja. 

Faradina Mufti mengawali karier dari dunia modeling. Di usia 17 tahun, Faradina menjadi salah satu finalis pada pemilihan Gadis Sampul tahun 2007. Empat tahun kemudian, dia mengikuti kontes kecantikan Puteri Indonesia dan berhasil mencapai posisi sepuluh besar. Mudah ditebak, tawaran menjadi pemain film dan bintang iklan laris mengikutinya. Namun ia menolak berbagai tawaran main film karena memilih untuk fokus menyelesaikan kuliah Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti. Lulus kuliah, ia sudah tahu tujuan berikutnya. Ia menengok peluang pekerjaan dan sempat ingin mencoba jalan karier di perusahaan advertising agency. Namun sebelum misi menjadi karyawan kantoran benar-benar terjadi, seorang teman yang dikenalnya saat menjadi finalis Gadis Sampul yang kini menjadi manager Faradina, tiba-tiba menawarkan kesempatan untuk bermain di sebuah judul FTV atau film televisi. 

fashion Hermès.

Bertahun-tahun bermain di film televisi sejak 2013, Faradina masih belum menyentuh lingkaran popularitas. Belum lagi mengitung momen-momen berisi kenangan pahit gara-gara selalu tak lolos casting. Ia baru masuk radar percakapan publik melalui kemunculannya dalam Guru-Guru Gokil. Peran sebagai seorang guru dalam film yang dirilis 2020 silam tersebut turut menempatkan Faradina dalam jajaran nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik dari ajang Festival Film Indonesia. Di tengah karier yang baru akan menanjak, langkahnya sempat terhenti selama tiga tahun ketika perempuan yang juga terlibat sebagai supporting role dalam Love for Sale dan Perempuan Tanah Jahanam ini tengah hamil kemudian melahirkan. Tak berlama-lama, ia pun kembali ke perfilman dan beradu peran sebagai supporting role dalam genre horor berjudul Perempuan Bergaun Merah dan Sri Asih. Kesabaran itu akhirnya mendatangkan hasil. Kerja kerasnya terbayar. Nama Faradina Mufti kemudian meledak dengan cepat ketika tahun ini Siksa Kubur dirilis di seluruh bioskop di Indonesia. Ia menjadi salah satu pemeran utama bersama lawan main aktor kenamaan Reza Rahadian dan pemain senior Slamet Rahardjo. Penampilannya menuai pujian dan menempatkan Faradina Mufti sebagai salah satu aktris yang andal. 

Apakah segala pencapaian ini memberi kebanggaan dan kebahagiaan? Faradina tersenyum. Hal pertama yang diungkapkan, “Orang lain tidak bisa dengan gampang bilang saya beruntung punya jalan yang mudah karena kebetulan berpasangan dengan laki-laki yang berkecimpung di bidang penyutradaraan. Mereka juga tidak semestinya mengganggap perjalanan saya dipermudah hanya karena tidak sengaja diperkenalkan dengan sutradara terkenal yang juga bersahabat dengan suami. Seperti halnya suami saya, Dimas Djayadiningrat, yang sepenuhnya percaya dan senantiasa mendukung keputusan karier saya, sutradara Joko Anwar juga menjadi salah satu figur penting dalam perjalanan keaktoran saya karena dia kerap menaruh kepercayaan besar pada bakatbakat baru. Dia merayakan potensi dan membuka ruang baru untuk kami yang baru mulai menapak di industri. Namun saya bukan bintang jatuh yang tiba-tiba turun dari langit. Saya tegas menyampaikan bahwa ada begitu banyak keringat dan air mata yang tidak pernah terlihat tapi selalu ada menyertai hari-hari saya dalam bentuk sikap keras kepala, konsisten, totalitas, dan penuh daya hidup dalam menjalani pilihan untuk menjadi seorang aktor. Dan saya rasa konsistensi dan kecintaan pada profesi masih menjadi senjata andalan bagi banyak orang untuk meraih keberhasilan.”

fashion Minjukim at Pillar.

Ia memulai cerita dari sebuah masa di mana ia berada di puncak bahagia. Masa kecil yang amat menyenangkan dan memperoleh kesempatan mengenal dunia hiburan lewat sebuah ajang pemilihan model remaja, memasuki industri perfilman, dan menjadi salah satu aktris berbakat yang namanya kini diperhitungkan para pelaku sinema. Faradina Mufti kemudian tersenyum. Sebuah kenangan sepuluh tahun silam kembali mengusik pikirannya. “Seni peran sudah memikat hati saya sejak kali pertama saya mengenalnya. Saya jatuh cinta dengan profesi yang memungkinkan kita masuk ke dalam berbagai kehidupan manusia tanpa harus benar-benar mengubah seluruh kehidupan pribadi. Dunia sinema menjadi wilayah mimpi yang ingin sekali saya jelajahi dengan menjadi salah satu pelakunya. Menoleh ke masa lalu, tak terbayang oleh saya bahwa akhirnya saya punya kesempatan untuk berkarya di perfilman. Sebab bagaimanapun susahnya kehidupan, saya selalu yakin pada satu prinsip bahwa jalan akan terbuka ketika seseorang tiada putus-putusnya mengerahkan segala upaya,” ujarnya.

Kebanggaan tersirat dalam kata-kata. Namun segala keriangan itu terhempas manakala pengalaman syuting film layar lebar pertama kali justru menoreh kenangan buruk. “Sesampai di dunia film, saya sudah dihadang kenyataan baru. Mencari pekerjaan di sektor industri perfilman tak semudah yang dibayangkan. Anda mungkin tidak mau mengitung berapa kali saya gagal diterima dalam sebuah seleksi pemain. Namun nyatanya bertahun-tahun saya mencoba casting, tak satu pun peran saya dapatkan. Sekalinya ada kabar baik. Katanya saya boleh jadi pemain dan bisa ikut reading. Tahu apa? Saat semua sudah siap syuting, proyek itu tiba-tiba dibatalkan. Pernah suatu kali sebuah peran sudah di tangan, sutradara juga senang dengan penampilan akting saya. Tapi sang produser menginginkan yang lain. Sudah antusias rasanya ingin beradegan depan kamera, nama baru tiba-tiba muncul menggantikan posisi saya yang dianggap belum terkenal dan tidak punya banyak pengikut di media sosial. Belum lagi pengalaman lainnya. Kalau Anda mencari di Google, tertulis dalam filmografi peran pertama saya ada dalam film Single yang dirilis tahun 2015. Tidak salah memang, tapi tak sepenuhnya benar. Setelah menjalankan tugas sebagai aktor, bahkan menghadiri premiere filmnya, bayangkan betapa terkejutnya saya ketika menonton film tersebut ternyata scene bagian saya dihilangkan. Saya kaget luar biasa. Apakah saya marah? Tidak sama sekali. Sedihkah saya? Tidak mungkin tidak. Seperti ditampar oleh kenyataan pahit seakan dunia sinema bukan tempat yang ditujukan buat saya,” kenang Faradina. 

fashion Lanvin.

Perempuan kelahiran 1989 silam ini bicara panjang lebar tentang dirinya dan perjalanan kesuksesannya hingga sampai di sini. Perlu waktu dan kesabaran hingga ia ungkapkan sendiri segala kisah yang telah dilalui. Setiap markah selalu membawa catatan yang berarti. Ia menyebutnya, turning point atau titik balik. Bila dulu ia merasa nestapa dengan peristiwa tersebut, kini ia merasa perlu berterima kasih pada berbagai lara yang berhasil dilewatinya. “Mungkin ini yang disebut sebagai blessing in disguise. Tidak ada yang salah dengan penolakan. Hanya sebagai pemain baru, saya merasa resah perihal bagaimana sebuah sistem kadang tidak menciptakan wilayah yang cukup untuk bibit-bibit baru berkembang. Mungkin mirip seperti lowongan pekerjaan yang ditujukan untuk para fresh graduate dengan salah satu syarat yaitu harus ada pengalaman. Bagaimana mungkin bisa membuktikan kemampuan kalau tidak dikasih kesempatan? Bukankah tidak semua orang punya kesempatan kuliah sambil kerja? Dengan cara apa kami bisa memulai jika tidak menerima ruang kebebasan untuk berkontribusi? Selama sepuluh tahun, saya habis-habisan berjuang dan belajar untuk menyamakan kemampuan. Mengolah tekanan menjadi tantangan sambil menyimpan keyakinan dalam relung hati bahwa buah perjuangan pasti selalu berbanding lurus dengan keberhasilan,” tuturnya.

Membuka halaman demi halaman kehidupan Faradina Mufti, kita seperti dibawa dalam sebuah petualangan yang seru juga menegangkan. Saat semua sudah kembali ke sedia kala, ia masih menyimpan keinginan lainnya. Terus mengejar mimpi serta mencoba berbagai peran dan beragam genre sambil menjalani peran ibu dan sebagai istri dengan sepenuh hati, demi menyeimbangkan hidup yang selama ini terlewatkan begitu saja. “Tak hanya porsi sebagai aktor, peran baru sebagai istri dan ibu turut menjadi kenikmatan sekaligus keajaiban nan indah yang terjadi dalam hidup saya. Dan hal itu tak berarti mencegah saya untuk menjadi pribadi resilient yang terus bertumbuh. Komitmen pada pekerjaan dan keluarga sama besarnya. Saya rasa kita perempuan, baik lajang maupun berpasangan, dalam peran sebagai ibu rumah tangga ataupun barangkali belum punya anak, perempuan harus tetap berdaya. Buat sebagian orang, perjalanan saya mungkin terkesan biasa-biasa saja. Namun persentuhan dengan dunia seni peran telah memberi banyak pelajaran dan pengalaman baru. Saya mendapati kenyataan yang jauh berbeda dari pengalaman sebagai model dan bintang iklan. Meski saya sudah meraih apa yang saya inginkan, dalam artian masuk ke dalam industri film, ada ruang kosong dalam diri saya yang terus mencari sisi lain dari seni peran yang bisa dieksplorasi. Saya tertantang untuk terus menjelajahi wilayah-wilayah baru dan memelajarinya dengan serius. Segala kritik dijadikan sebagai pelajaran, sebab saya ingin menjadi orang yang memandang optimis terhadap kehidupan. Berbagai belit kesulitan buat saya justru membuka pintu-pintu kesuksesan. Niat baik akan berbuah baik,” ia mengungkapkan pandangan. Rasanya hidup ini begitu indah di mata Faradina. Segala hal yang diinginkannya dan dipikirkannya, diwujudkan dalam segala upaya dengan satu keyakinan baik. Seperti mengambil potongan puisi Goenawan Mohamad, ia membingkai sesuatu yang kelak retak dan kita membikinnya abadi.