LIFE

13 Oktober 2022

Jourdy Pranata Ambil Risiko Jatuh Cinta Pada Seni Peran


PHOTOGRAPHY BY Hilarius Jason

Jourdy Pranata Ambil Risiko Jatuh Cinta Pada Seni Peran

styling by Sidky Muhamadsyah; fashion Lanvin (sweter & celana); grooming Ranggi Pratiwi

Perjalanan karier dan wajahnya memang baru di industri perfilman. Namun Jourdy Pranata memastikan Anda akan selalu ingat akan bakat dan karyanya.


Dunia seni peran di Indonesia, khususnya industri perfilman, kian hari makin bertumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah film dan serial yang diproduksi secara berkualitas. Kemajuan yang dirasakan ini, selain karena adanya sineas-sineas Indonesia yang andal dan berbakat, juga tidak lepas dari peran para pemainnya sebagai salah satu kendaraan utama untuk menyampaikan cerita kepada publik. Kendati demikian, akan selalu ada aktor atau aktris yang berperan bagus—baik itu dalam series, short movie, atau full-length movie—tapi selalu seperti tidak terlihat. Boleh jadi semua itu memang hanya masalah waktu untuk menemukan momen yang tepat sampai akhirnya kinerja dan keberadaan sang pemain menerima perhatian yang lebih besar. Salah satu nama pemain baru di dunia seni peran yang memiliki andil dalam menghiasi layar dengan bakat aktingnya adalah Jourdy Pranata.

Ketika Anda membaca tulisan ini, Jourdy Pranata adalah nama yang mungkin Anda harus googling dulu untuk mengetahui siapa sosok yang sedang dibicarakan. Mereka yang suka nonton film atau series Indonesia barangkali pernah melihat Jourdy Pranata. Baik kemunculannya yang hanya beberapa menit tapi selalu jadi scene stealer ataupun sebagai side-character sang protagonis yang mungkin pernah Anda lihat tapi Anda lupa namanya. Dalam beberapa penampilannya, Jourdy sering kali bekerja sama dan beradu peran dengan nama-nama besar yang sudah malang melintang di dunia film. Sebuah keberuntungan sebenarnya karena ia jadi punya peluang untuk menyerap banyak ilmu dari para sineas dan pemain senior yang sudah memiliki jam terbang tinggi di industri perfilman, meski hal ini juga sering kali membuat potensi Jourdy terhalangi bahkan kerap terlewatkan.

Saya menemui Jourdy Pranata beberapa hari setelah Pengabdi Setan 2: Communion ditayangkan di bioskop. Saat tulisan ini dibuat, film horor tersebut sudah meraih lebih dari enam juta penonton di hari ke-28 penayangannya. Maka sudah barang tentu, membahas keterlibatannya sebagai ‘keluarga Pengabdi Setan’ menjadi awal mula percakapan kami. Dalam film karya sutradara Joko Anwar tersebut, kita dapat melihat kepiawaian Jourdy dalam membawakan karakter laki-laki bergaya preman yang gemar menggoda perempuan di sebuah rumah susun. Meski sebagai peran pendukung, namun penampilannya membuktikan bahwa Jourdy sanggup bersaing sekaligus bersinar dengan segala scene sebagai Dino di Pengabdi Setan 2: Communion (2022). Yang menarik, Jourdy sebenarnya sudah mengikuti seleksi pemain untuk Pengabdi Setan 1 pada 2016 silam namun tidak lolos casting dengan sedikit pesan sarat motivasi dari sang sutradara, “Belajar lagi ya,” yang kemudian diingat baik-baik oleh Jourdy sampai hari ini.

Sweter dan celana, Lanvin.

Jourdy turut tampil gemilang ketika memerankan Baskara dalam film One Night Stand (2021). Dengan lawan main Putri Marino, Jourdy berakting sangat baik dan mampu membuat penonton ikut bersimpati dengan konflik yang dialami Baskara. Dan meski tidak banyak orang yang bisa mengakses film Dear to Me (2021), tidak lengkap rasanya bila tidak mengapresiasi penampilan Jourdy Pranata sebagai Tim. Dalam film yang memuat isu kontroversial, Jourdy menunjukkan salah satu kualitas akting terbaiknya bersama lawan main Jerome Kurnia.

Bagi sebagian besar orang, keberadaan laki-laki ini mulai mencuri perhatian ketika ia bermain dalam I Love You Silly (2021), serial yang menjadi perkenalan pertama dengan Jourdy Pranata sebagai aktor. Berperan sebagai Jordy teman masa kecil Lily, yang diperankan Prilly Latuconsina, Jourdy menjadi salah satu tokoh utama yang terbilang sukses membawakan karakter. Ia menjangkau perasaan para penonton mulai dari gerak-gerik perhatiannya kepada seseorang yang ia sayangi, kenakalan yang tidak dibuat-buat, dan kemarahan yang kadang membuat kita ikut merasa emosional. Sederet kepiawaian akting yang mungkin membuat I Love You Silly terasa kurang tanpa kehadiran Jourdy.

Lantas siapa sebenarnya Jourdy Pranata?

Kemeja dan celana, koleksi Lanvin.

Jourdy Pranata anak sulung dari tiga bersaudara. Ia punya dua orang adik perempuan. Sejak ayahnya meninggal dunia tahun lalu, Jourdy kini tinggal bersama ibu dan adik-adiknya. Jourdy mengaku sudah lama menyenangi kesenian. Ia pernah ikut paduan suara sekolah dan sempat bermain teater. Namun ia tak pernah tahu bahwa berkesenian ternyata bisa dilakoni secara profesional bahkan menjadi bidang pekerjaan yang menjanjikan. Terlahir dari keluarga Minang yang secara turun- temurun giat berbisnis, Jourdy bercerita bahwa kedua orangtuanya kerap menggambarkan definisi sukses dengan dua cara, bekerja kantoran atau berbisnis.

“Kesenian buat sebagian besar orang adalah sebuah hobi, bukan bidang pekerjaan yang bisa dijadikan sumber nafkah. Saya bisa memahami kekhawatiran orangtua, tentu mereka menginginkan anaknya punya kehidupan yang mapan dan baik-baik. Saya lantas bicara baik-baik dengan orangtua kemudian minta waktu dua tahun untuk membuktikan bahwa pilihan saya tidak salah. Jika saya masih hidup tanpa tujuan dan tak punya tabungan, maka saya berbesar hati akan menuruti pilihan orangtua. Saya bersyukur akhirnya punya kesempatan belajar dengan orang-orang film, pelaku teater, dan seniman-seniman hebat. Sampai akhirnya saya merasa tidak perlu kembali kerja kantoran karena sekarang saya percaya benar dengan keputusan untuk memilih jalan karier sebagai pemain film,” kisahnya.

Jourdy Pranata menyelesaikan kuliah studi Ilmu Komunikasi di Universitas Telkom, Bandung. Sambil menjadi mahasiswa, ia sempat mengisi waktu luang dengan menjalani modeling untuk berbagai fashion brand lokal di Bandung. Siapa pun yang mengikuti perjalanan kreatif Jourdy awalnya pasti mengira laki-laki ini menjejakkan langkah pertama kariernya sebagai aktor. Nyatanya, Jourdy Pranata mengawali perjalanannya sebagai kru film. Sehabis lulus kuliah pada 2016 silam, seorang teman mengajaknya ikut bekerja sebagai kru untuk film Pertaruhan (2017) yang dibintangi Adipati Dolken dan Jefri Nichol. Selain menjadi figuran, Jourdy juga bertugas sebagai asisten penata kostum bersama tim wardrobe. Di samping itu, ia juga sempat menjadi time keeper penata rias Talia Subandrio untuk sejumlah produksi tayangan iklan dan film.

“Pengalaman sebagai kru film akhirnya malah terpakai ketika kini saya meniti karier sebagai aktor. Para kru itu selalu datang lebih awal sebelum syuting dimulai dan pulang setelah semua pekerjaan benar- benar selesai. Jadi sedikit banyak saya bisa merasakan dan mengerti kelelahan orang-orang di balik layar yang terlibat dalam sebuah tim produksi yang kerjanya tidak dilihat tapi ikut menentukan hasil akhir. Saya kemudian belajar menjadi orang yang menghargai waktu dan menghormati kerja keras orang-orang di balik layar. Salah satunya berusaha untuk tidak datang terlambat dan bersikap baik dengan seluruh kerabat kerja tanpa terkecuali,” ujar Jourdy.

Satu tahun jadi kru film, aktor kelahiran 1994 ini kemudian bergabung dengan tim kreatif Global TV dan bekerja sebagai talent coordinator. Jourdy bercerita, “Waktu itu saya bertugas mencari artis-artis, mengurus kontrak kerja, dan ikut mengawasi berbagai rangkaian program televisi. Selama satu tahun bekerja kantoran, saya merasa tercukupi dari segi finansial tapi rasanya ada yang mengganjal hati terutama soal kepuasan batin. Saya mulai gelisah, merasa ingin bisa mengeksplor kemampuan di bidang seni peran. Belakangan saya baru tahu bahwa ternyata akting itu ada sekolah dan ilmunya. Dan sejak itulah saya tidak main-main dengan cita-cita ingin menjadi aktor.”

Usai resign dari perusahaan, Jourdy berguru pada banyak tempat dan sosok di perfilman Indonesia. Ia sempat mengikuti pelatihan akting yang digelar oleh aktor senior Lukman Sardi dan Abimana Aryasatya. Ia juga melibatkan diri di Teater Tetas, kelompok teater kontemporer di Jakarta yang didirikan oleh sejumlah aktivis teater. Bengkel Akting Kuma turut menjadi salah satu tempat Jourdy Pranata menimba ilmu. Dalam komunitas yang didirikan sutradara Paul Agusta tersebut, Jourdy mendalami seni peran dengan memelajari ketubuhan, mengolah rasa, termasuk mengubah mental dan perilaku.

“Seperti namanya, bengkel, komunitas ini mempreteli dan mengubah diri saya secara drastis. Tidak sebatas seni peran, saya juga diajarkan tentang pentingnya punya self-value. Sesuatu yang selama ini tidak saya miliki karena, tak bisa dipungkiri, ada perasaan rendah diri karena saya mengawali jalan sebagai seorang kru dan menyimpan pressure karena harus membuktikan ke orangtua bahwa keputusan saya tidak keliru. Bersama teman-teman di Bengkel Akting Kuma, saya belajar mendengarkan isi hati tentang apa yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup. Saya harus bisa menjawab pertanyaan, kenapa saya ingin menjadi aktor. Apakah cuma mau mencari uang atau hanya ingin mendapatkan ketenaran? Akhirnya saya menyadari, salah satu modal penting seorang pemain film adalah kecintaan yang begitu besar pada profesi aktor. Yang artinya ketika suatu saat saya tidak laku di pasaran, maka saya akan tetap berada di industri ini karena cinta yang begitu besar dengan dunia perfilman dan pekerjaan sebagai aktor,” ungkap Jourdy.

Sweter, kemeja, dan celana, koleksi Givenchy.

Filmografi Jourdy Pranata memang belum banyak, tapi rasanya bukan mustahil kelak ia menjadi salah satu aktor terbaik yang kita punya. Jourdy memegang bekal minimum yang mutlak harus dimiliki oleh mereka yang ingin mengukuhkan dirinya sebagai pemain film: kecintaan pada seni peran dan kegigihan untuk mempelajari kehidupan. Ia juga sempat mengungkap pendapat bahwa menjadi aktor bukan sekadar berpura-pura jadi orang lain di antara “action!” dan “cut!” yang diteriakkan sutradara. Buat Jourdy, yang mungkin juga disepakati aktor-aktor lainnya, membahas keaktoran artinya membicarakan proses menyelami karakter, menempatkan diri dalam perspektif orang lain, yang berujung belajar berempati dan bernalar. Dengan keberanian untuk mencoba segala macam kesempatan, seni peran menjadi salah satu upaya untuk memperkaya cara pandang kita tentang menjadi manusia. Dan akhirnya membuat layar lebar menjadi tempat untuk belajar.

“Jatuh cinta adalah ketika saya merasakan hal-hal tidak enak tapi hal itu tidak lantas membuat saya pergi meninggalkan apa yang saya cintai. Ditolak casting berkali-kali, saya tak pernah menyerah. Dianggap remeh karena memulai pekerjaan sebagai kru, saya tetap gigih berjuang. Dilanda kesulitan finansial berbulan-bulan akibat menolak pekerjaan karena mesti fokus berteater, saya tetap jalani dengan riang gembira. Usia karier saya memang belum berjalan lama, namun selama saya berada di industri ini, tidak pernah satu detik pun saya sesali. Tak pernah terpikir untuk kembali bekerja kantoran atau mengurus bisnis yang mungkin dari aspek keuangan terlihat lebih menyenangkan. Saya sendiri tidak terlalu peduli apakah jumlah followers media sosial saya bakal bertambah atau tidak. Sebab meski baru memulai jadi aktor, sebenarnya saya tidak ada kecenderungan untuk ingin dilihat karena saya percaya film adalah sebuah karya seni yang bersifat kolaborasi. Maka tidak seharusnya hanya satu-dua orang yang berada di depan kamera yang dianggap paling hebat. Dan sebagai aktor baru, sudah menjadi tugas saya untuk belajar sebanyak mungkin tentang apa pun yang diperlukan untuk menjadi seorang aktor yang baik,” ujar Jourdy.