LIFE

13 November 2024

Julie Estelle Menemukan Makna Baru Kehidupan


PHOTOGRAPHY BY Ifan Hartanto

Julie Estelle Menemukan Makna Baru Kehidupan

styling Ismelya Muntu; fashion Louis Vuitton; makeup Ryan Ogilvy; hair Yez Hadjo

Kerap kali kita ditanya, mau berkarier atau menjadi ibu rumah tangga? Seolah-olah memilih salah satu akan mengorbankan yang lainnya. Pilihan bekerja akan dilihat sebagai pilihan yang melawan kodrat, sementara pilihan menjadi ibu rumah tangga akan membuat perempuan dinilai mengorbankan bakat. Situasi ini jamak terjadi dan barangkali kita bisa tegas pada satu hal, bahwa perempuan itu selalu multiperan. Sebab membicarakan perempuan artinya memperhitungkan potensi mereka. Tidak ada satu pun perempuan yang tidak mengambil peran dalam hidupnya. Menjadi pengurus komite di sekolah, mengelola kegiatan bisnis yang dijalankan secara mandiri dari rumah, atau menjadi pemilik perusahaan yang memimpin puluhan pegawai di kantor. Baik sebagai anak dan menantu, sebagai istri atau ibu, berstatus pekerja atau ibu rumah tangga. Perempuan nyaris tidak pernah tidak sanggup menjalankan semua itu. Banyak tantangan tapi bukan berarti mustahil bagi perempuan untuk sukses di kedua wilayah, domestik dan profesional. Maka menarik untuk kita menyimak kisah perempuan yang memelihara cinta begitu besar untuk pasangan hidup dan buah hatinya, namun tak sekalipun dia mengabaikan hasrat untuk mengejar mimpi dan ambisinya sendiri.

Kali ini saya berkesempatan berbincang dengan sosok yang tidak asing di dunia perfilman Tanah Air. Dua tahun silam, saat perempuan ini baru saja menikah, ELLE sempat bertukar cerita panjang lebar tentang babak baru kehidupan berumah tangga. Dalam percakapan kali ini, ia telah menyandang status baru sebagai ibu dari seorang anak perempuan. Di sebuah hari yang terik, Julie Estelle bercerita tentang aktivitas, cinta, kehidupan, dan mimpi-mimpinya. Cuaca panas melarutkan segala kisah yang dituturkannya dalam suasana santai. Kadang Julie senyum tertawa kala dia bercerita tentang buah hatinya, Brielle. Namun tak jarang terasa bersemangat ketika meluapkan gairah dan kecintaannya pada dunia seni peran dan keaktoran yang telah ditekuninya selama nyaris dua dekade.


Bagi Julie, hadirnya seorang anak dirasa menyenangkan namun juga menantang. Banyak hal ikut berubah ketika seseorang beratribut sebagai orangtua. “Satu hal yang sudah pasti berubah adalah prioritas hidup. Jadwal kegiatan saya kadang jadi tidak menentu karena perlu menyesuaikan dengan kebutuhannya Brielle. Saya dan Brielle tidak terpisahkan, dia selalu mengikuti setiap kegiatan saya dan saya selalu membawa dia ke mana pun saya pergi. Termasuk ketika saya melakukan pemotretan untuk majalah ELLE. She’s my little boss. Kesibukan dan rutinitas sebagai ibu juga membuat saya perlu merombak ulang susunan prioritas, apa yang harus diutamakan dan mana yang bisa dikesampingkan. Menjadi ibu membuat saya ‘dipaksa’ untuk tidak lagi memikirkan hanya diri sendiri. Kini saya harus membuang semua sifat manja dan kekanak-kanakan. Termasuk berlapang dada apabila pada akhirnya saya tidak punya cukup waktu untuk diri sendiri. Saat ini saya dan suami memilih untuk mengurus Brielle tanpa bantuan pengasuh. Hal ini tentu menjadikan hari-hari saya sibuk kocar-kacir tapi rasanya hati saya senang tidak keruan. Saya tidak mau kehilangan momen-momen penting dalam tahap usia-usia awal Brielle. Saya ingin menyaksikan saat dia mulai bisa duduk sendiri, ketika dia pertama kali belajar melangkah, sewaktu dia mulai bisa berbicara dan memanggil orangtuanya. Hal-hal seperti ini jadi sesuatu yang amat berharga dan rasanya saya tidak ingin waktu cepat berlalu. Saya sendiri tak pernah menyesali apapun, pilihan saya untuk menikah dan memiliki anak merupakan sesuatu yang saya syukuri dalam-dalam. Hari-hari yang lelah saat menjalani rutinitas sebagai istri dan ibu, tidak berarti saya anggap sebagai pengurangan kualitas hidup. Mungkin sekarang saya tidak bisa bebas mengobrol di restoran favorit sampai terlalu malam, karena harus menemani Brielle tidur. Pagi-pagi, saya enggak bisa memikirkan urusan lain kecuali kebutuhannya Brielle. Tentu banyak hal dikorbankan untuk bisa seperti ini. Tetapi jika dipikir-pikir, sampai kapan saya bisa punya privilese untuk mengurus anak? Saya yakin ketika Brielle besar, dia tidak butuh saya lagi untuk mengerjakan apapun. Ritme hidup pasti berubah, dan kadang ada hal-hal yang harus dikorbankan. Namun saya telah memutuskan untuk selalu ada dalam setiap masa pertumbuhan Brielle. Dan saya menyadari bahwa hari di mana seorang anak lahir, saat itulah perempuan juga merayakan kelahiran dirinya sendiri sebagai seorang ibu,” ujarnya.

Julie Estelle berkata pada saya, bahwa menjadi ibu telah mendewasakannya. Cara berpikir dan pola pemahamannya terhadap hidup ikut berubah. “Brielle mengingatkan saya pada sesuatu yang penting tetapi kerap terlupakan. Melihat pertumbuhannya setiap hari, saya jadi menyaksikan bahwa waktu adalah hal terpenting yang kita miliki sebagai manusia. Saya jadi kembali memerhatikan hal-hal sederhana untuk senang dan bahagia. Sesederhana cara saya dan suami untuk membuat Brielle tertawa, dengan membunyikan suara atau menunjuk hewan untuk memancing senyuman,” kisah Julie. Tak hanya perspektif yang ikut berganti, rutinitas Julie turut berubah pada hari-hari awal memegang predikat ibu. Ia yang biasanya beraktivitas tanpa tanggung jawab mengurus orang lain, kini secara cermat mengatur waktu dan menyusun tugas dan perannya sebagai istri dan ibu. “Yang paling menantang itu ketika Brielle baru lahir. Jelas kurang tidur dan rasanya saya lupa kapan terakhir kali bisa tidur nyenyak tanpa interupsi. Ada kalanya saya merasa sangat capek, namun melihat senyum dan tawa Brielle, semua kelelahan seperti terbayar tuntas. Beruntung saya juga dikelilingi support system yang membantu kelancaran saya dalam mengurus segala sesuatunya. Termasuk kerja sama dengan suami untuk sama- sama menjaga dan merawat Brielle. Namun kendati sedang asyik menjadi ibu rumah tangga, saya tetap merindukan suasana syuting. Sesekali saya kangen saat-saat reading, berkumpul bersama teman-teman aktor, dan bekerja dalam kreativitas seni peran yang telah saya cintai selama belasan tahun terakhir. Mudah-mudahan saya bisa segera kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan dan menata karier saya di dunia akting. Sebab dengan bekerja, saya tetap memiliki ruang untuk bermimpi dan berkarya. Saya rasa, punya kemandirian di luar wilayah domestik menjadi begitu penting agar hidup perempuan tetap kokoh dan berdaya” ujarnya.


Julie Estelle memulai kariernya pada 2004 silam. Ia memasuki industri perfilman sejak bermain dalam film berjudul Alexandria, karya sutradara Ody C. Harahap. Melalui film ini, Julie meraih nominasi Most Favourite Rising Star di ajang MTV Indonesia Movie Awards 2006. Sebelum menyentuh karier di seni peran, Julie lebih aktif sebagai model iklan. Sejak dua dekade silam, Julie terus bermain peran dan berkontribusi di jagat perfilman Indonesia melalui kiprahnya di berbagai judul film, diantaranya ialah Rumah Dara (2010), The Raid 2: Berandal (2014), Filosofi Kopi (2015), Surat dari Praha (2016), The Night Comes for Us (2018), dan Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (2023). Kita tentu masih ingat sepak terjang aktor ini di film laga The Raid 2: Berandal dan The Night Comes for Us. Penampilannya juga sangat mengagumkan ketika Julie memerankan Larasati dalam film Surat dari Praha yang terinspirasi dari sejarah kisah para pelajar Indonesia di luar negeri yang tak bisa pulang ke Tanah Air pasca Gerakan 30 September 1965. Bukan hanya membuahkan prestasi kemenangan sebagai Pemeran Utama Wanita Terfavorit dari ajang Indonesian Movie Actors Awards 2016, Surat dari Praha juga menjadi debut Julie Estelle menyanyikan lagu dalam sebuah film. Sedangkan pada 2022, untuk pertama kalinya Julie Estelle menjejakkan langkah di panggung teater. Melalui pertunjukan teater bertajuk Mereka yang Menunggu di Banda Naira, Julie memerankan karakter Maria Duchtaeau, perempuan asal Belanda yang sudah memiliki dua orang anak kemudian jatuh cinta dengan Sutan Sjahrir. Bisa membawakan sebuah cerita secara langsung dan lengkap dengan latar tempat dan waktu yang deskriptif di atas panggung menjadi tantangan seorang pemain teater. Kejelian dan kegigihan para pemain dalam mengolah rasa dan mengomunikasikan bahasa tertulis agar dapat menggerakkan emosi penonton adalah misi utama penuh tuntutan.

Kiprahnya di seni teater memang masih terlalu dini untuk dinilai, namun keberhasilan pementasan tersebut yang menuai puji khalayak seakan menegaskan Julie sebagai salah satu pemain baru yang mampu menyampaikan elemen tersebut dengan baik. Satu hal yang membuat saya tak kuasa menolak tawaran bermain teater adalah karena kesempatan tersebut mengajak saya keluar dari zona aman. Saya senang dengan tantangan dan selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Bertarung dalam film laga atau bernyanyi di genre drama menjadi kekayaan tersendiri dalam perjalanan karier saya di dunia seni peran. Sementara pengalaman bermain teater bisa jadi sebuah momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak pemain, tak terkecuali diri saya. Keberanian untuk mencoba dan kemauan untuk belajar menjadi bekal penting untuk memasuki dunia yang baru. Saya tidak jera bermain teater, malah sangat tertarik ingin mencoba peran-peran yang berbeda. Terlebih saya merasa nyaman dengan jam kerja teater yang cenderung lebih luwes, fleksibilitasnya cocok buat saya yang kini sudah berumah tangga dengan prioritas yang tak lagi sama dibanding waktu masih lajang.”


Barangkali tidak ada yang meragukan kemampuan Julie Estelle perihal konsistensi menekuni karier di bidang seni peran. Dua dekade mengukir karya. namanya nyaris tak pernah redup dalam radar sinema Indonesia. Pun ketika dirinya memasuki babak baru kehidupan berumah tangga, Julie tak serta-merta meninggalkan karier keaktoran yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama 20 tahun terakhir. Julie bercerita, tahun ini tahun yang sangat sibuk baginya dengan peran baru sebagai seorang ibu. Kesibukan yang membuat dia akhirnya memilih untuk menunda keterlibatan di perfilman untuk sementara waktu. “Saya memasuki industri ini secara tidak sengaja. Hari demi hari dijalani, akhirnya saya tiba di satu titik dimana saya jatuh cinta dengan dunia akting. Saya begitu menyukai seni peran dan sangat menghormati profesi aktor sebagaimana saya ingin terus bisa berkontribusi secara positif. Dua dekade saya menjalani pekerjaan ini dengan rasa cinta dan gairah tinggi, akhirnya muncul sebuah komitmen. Ketika kita passionate terhadap sesuatu, kita pasti akan terus mencari cara untuk tetap melakukannya. Ada dorongan besar yang menggerakkan bahkan di saat-saat kita merasa payah dan sulit. Dan tidak ada yang bisa menghentikan saya. Mungkin ada momen- momen dalam hidup yang membuat kita perlu mundur sejenak dan barangkali ada hal-hal lain di luar pekerjaan yang membutuhkan perhatian lebih besar. Namun dengan rasa cinta yang besar pada pekerjaan, maka kita akan punya konsistensi untuk bertumbuh dan berkembang di dalamnya. Atas dukungan orang-orang yang saya cintai, saya pasti akan kembali berkarya di perfilman karena sulit bagi saya untuk melepaskan sesuatu yang telah menjadi bagian penting dan ikut membentuk identitas saya selama ini,” kata Julie.

Dari percakapan dengan Julie, semakin jelas saya melihat bahwa kita perlu mendorong dan mendukung lebih banyak lagi perempuan untuk berkarya dan berkontribusi. Bukan sekadar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, tapi untuk mengembangkan potensi yang ada pada setiap perempuan. Bukan sekadar demi mendukung perekonomian, tapi agar menjadi teladan sekaligus menemukan versi terbaik dari diri kita sendiri. “Ada beberapa hal dalam hidup yang tidak bisa kita pahami seutuhnya tanpa benar-benar dijalani prosesnya. Salah satunya menjadi orangtua. Ketika saya menjadi ibu, perlahan saya mulai mengerti apa arti menjadi orangtua. It is clear for me now, being a woman is a superpower. Menjadi ibu membuat saya semakin mengagumi sosok perempuan, khususnya ibu- ibu, yang kegigihan dan kekuatannya sama sekali tidak bisa dianggap enteng. Mereka bisa berganti peran dengan cepat secara otomatis. Mereka sanggup melakukan banyak hal dalam ragam tanggung jawab berbeda. Seorang CEO di perusahaan yang punya puluhan atau bahkan ratusan karyawan, ketika di rumah dia bisa bisa menjadi istri dan ibu yang mahir mengurus anak dan suami. Perempuan bisa punya prinsip yang tegas dalam kepemimpinannya sebagai pemilik perusahaan, perempuan mampu mengukir prestasi di berbagai bidang lewat cara-cara kreatif. Dan yang mengagumkan, pada saat bersamaan, perempuan juga sanggup merawat anak dan keluarga dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. That’s what amazing about being a woman,” ujarnya.

Senang rasanya menyimak pernyataan-pernyataan dari seorang perempuan yang tahu caranya mendefinisikan keberdayaan: berani membuat pilihan, berambisi mengejar hasrat, sekaligus berkesadaran untuk tetap punya rasa welas asih. Kita mungkin juga tahu bahwa ketika seorang perempuan memutuskan untuk bekerja di luar rumah, tekanan yang muncul bukan hanya dari lingkungan sekitar, tapi juga datang dari keraguan dalam diri yang membuat perempuan kerap didera perasaan bersalah. “Segala bentuk kerja dan hasil karya yang kita lakukan di luar peran sebagai ibu, terkadang memunculkan kekhawatiran. ‘Sudahkah saya menjadi ibu yang baik?’. Padahal seorang ibu yang bekerja, berapa lama pun dia berada di luar rumah, jelas tetap seorang ibu sepenuh waktu. Memang ada lebih banyak tantangan, tapi bukan berarti kita perempuan tidak bisa merasa bahagia ketika kita melakukan keduanya. Menjadi ibu dan terus berkarya adalah dua peran yang kita pilih untuk saling melengkapi, bukan saling menegasi. Dan kita perempuan tak harus memilih untuk bisa mendapatkan keduanya. Kita pantas dan berhak untuk menjadi ibu sekaligus menjadi perempuan berkarier tanpa diliputi kekhawatiran akan celaan dari sekitar. Saya bahagia karena memiliki cinta yang begitu besar untuk menjalani beragam peran dalam satu eksistensi saya sebagai perempuan. Cinta untuk keluarga, suami, anak, dan rasa cinta pada pekerjaan di perfilman yang telah membesarkan nama saya selama bertahun-tahun,” pungkas Julie. Cinta yang terus memberinya energi untuk terus berbuat dan berkarya. Julie Estelle menutup pembicaraan. Matanya berbinar. Di ujung sana, harapan itu masih terus bersinar.