LIFE

18 Maret 2022

Reza Rahadian memantik kreativitas & popularitas di jagat sinema


Reza Rahadian memantik kreativitas & popularitas di jagat sinema

Serba-serbi karakternya melahirkan warisan tutur dan akting yang sangat penting dalam sejarah film Indonesia. Sebuah kisah perihal kenapa segala tentang Reza Rahadian tak bisa tidak didengar.

Kebintangan tidak hanya menyoal fisik, tapi juga membawa bahasa tubuh dalam berbagai identitas makna. Aspek tersebut bisa mewujud dalam imaji kepahlawanan, romantika, kejahatan, hingga konsep maskulinitas. Di My Stupid Boss, Reza Rahadian adalah tipikal sosok atasan yang amat menyebalkan. Dalam Perempuan Berkalung Sorban, ia menjadi laki-laki patriarkis yang berpoligami dan berperangai kasar. Di Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, Reza Rahadian memainkan karakter Budi Baik yakni seorang preman yang mengagungkan maskulinitas dan gemar berkelahi dengan tangan kosong. Jangan lupakan juga kepiawaiannya dalam memerankan tokoh penting seperti BJ Habibie dan HOS Tjokroaminoto. Lalu simaklah akting laki-laki ini dalam video musik Iwan Fals yang berjudul Patah.

Bagi saya, menulis memoar tentang Reza Rahadian bukanlah sekadar termotivasi oleh pengalaman pribadi menonton penampilan aktor tersebut di berbagai karya-karyanya. Ingatan saya turut mengantar asam garam tatkala saya bekerja di sebuah majalah remaja dan menjadi reporter sekitar tahun 2011. Saya mewawancarai Reza Rahadian sebagai sosok baru di gelanggang perfilman. Saat itu ia baru beberapa kali bermain film dan rasanya hanya segelintir orang yang tahu namanya. Berbagai kajian budaya menunjukkan bahwa kebintangan tidak lahir begitu saja oleh satu aspek, namun dibangun atas berbagai unsur yang kompleks seperti kejelian produser, kepekaan sutradara, daya tarik film, teknologi media peliput, hingga kekuatan artis itu sendiri. Reza membangun popularitas lewat sebuah majalah remaja yang kemudian bertumbuh mengisi ruang televisi, layar lebar, dan platform digital. Persona Reza Rahadian berkembang menjadi seorang idola dan memberi predikat cinta platonik kepada para penggemarnya dengan rentang waktu yang tak juga surut.

photography ZAKY AKBAR
styling SIDKY MUHAMADSYAH
grooming AKTRIS HANDRADJASA
Kemeja dan celana, Dior

Kami berdua bertemu di tengah momen penayangan Layangan Putus. Bisa dibayangkan, sulit untuk saya tidak mengomentari penampilannya sebagai Aris di serial tersebut. Namun alih-alih memakinya, saya justru menyampaikan rasa kagum atas kecakapannya membawa karakter yang rasa-rasanya berhasil membuat Reza dibenci oleh banyak penontonnya. “Produser saya berulang kali meyakinkan saya ketika saya memutuskan mau mengambil peran Aris. Karena karakter ini akan sangat dibenci, maka muncul kekhawatiran bahwa kebencian itu bisa berdampak pada kehidupan personal saya. Namun karakter-karakter di luar protagonis itu terkadang punya keseruannya sendiri. Ruang eksplorasinya jauh lebih besar untuk ‘bermain-main’. Termasuk karakter Aris. Saya membentuknya menjadi karakter yang sifat jahatnya tidak ditunjukkan dengan marah-marah atau memukul. Bahwa di balik perilaku ramahnya, sesungguhnya ia sosok yang tidak punya perasaan dan sangat manipulatif. Saya senang bisa punya kesempatan untuk memunculkan satu lagi karakter yang mungkin berbeda dengan karakter-karakter sebelumnya. Bagaimana respons penonton terhadap karakter yang saya mainkan justru sangat menyenangkan buat saya. Saya sendiri memang selalu ingin memerankan karakter yang beragam karena sesungguhnya saya menghindari kondisi terlalu nyaman. Karena kenyamanan bisa menjadi musuh bebuyutan kreativitas. Nyaman itu dapat membutakan banyak hal dan sering kali menjadi penghalang untuk bertumbuh dan berkembang. Sebagai aktor, saya harus mengejar tantangan dan terus-menerus mencari kesulitan. Dengan selalu menantang diri sendiri, maka saya jadi punya sensibilitas dan gairah untuk selalu mengupayakan yang terbaik,” ujar Reza.

Kompetisi dalam perjalanan karier adalah sebuah keniscayaan. Persaingan dapat memacu gairah untuk berupaya menjadi lebih baik. Tapi di sisi lain, rivalitas juga bisa menampakkan kenyataan bahwa sesekali orang lain bisa lebih hebat daripada diri sendiri. Tak terkecuali dengan Reza Rahadian. Kita tentu setuju bahwa ia bukan satu-satunya bintang film yang digandrungi di Indonesia. “Saya pernah syuting bersama Nicholas Saputra dan sempat bermain peran dengan Vino G. Bastian. Dan di Perahu Kertas, Adipati Dolken adalah leading role sedangkan saya peran pendukung. Termasuk di Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, karakter saya terbilang kecil karena memang Marthino Lio peran utamanya. Buat saya, mereka adalah kerabat dan rekan kerja. Dan saya harus mengakui saya justru lebih banyak bersaing dengan diri saya sendiri daripada dengan sesama aktor. Bahwa peran yang sekarang harus lebih bagus daripada peran-peran yang sudah lewat. Bagaimana saya mengungguli performa saya yang sebelumnya adalah sebuah kompetisi besar yang harus dimenangkan. Tapi saya juga cukup tahu diri untuk berlapang dada menerima bahwa saya tidak selamanya ada di puncak. Adakalanya saya tidak bisa mengeksekusi peran dengan baik, kadang-kadang saya juga merasakan pengalaman ditolak casting, mengecewakan produser, bahkan bukan tidak pernah saya gagal memuaskan penonton. Menjaga ekspektasi orang lain terhadap sosok Reza Rahadian-lah yang menurut saya tidak mudah. Meski sebenarnya saya sudah tidak lagi ada di tahap untuk menyenangkan hati semua orang, tetapi saya pasti berusaha mati-matian menampilkan sebaik mungkin yang saya mampu,” ucap Reza.

photography ZAKY AKBAR
styling SIDKY MUHAMADYAH
grooming AKTRIS HANDRADJASA
Sweter, kemeja, dan celana, Givenchy.

Sungguhlah tidak mudah menebak masa depan di saat hidup sedang dilanda kesulitan. Masa kecil laki-laki kelahiran 1987 ini jauh dari konsep bermewah-mewah apalagi dimanja orangtua. Rentetan peristiwa mengharuskan Reza melewati sejumlah tantangan hidup dan memahami arti kedewasaan bahkan jauh sebelum ia benar-benar masuk usia matang. Menjadi penjual karpet, mengajar Bahasa Inggris, dan menjajaki dunia modeling adalah sejumlah profesi yang dilakoni Reza Rahadian sebelum akhirnya ia mereguk popularitas dan kesuksesan di jagat sinema. “Kalau diingat-ingat seperti apa masa lalu, rasanya sulit membayangkan bisa punya kehidupan seperti sekarang. Hidup bertiga dengan ibu dan adik, kami telah melewati banyak kejadian. Tapi kisah hidup saya bukanlah cerita pilu, melainkan sebuah pengalaman hidup yang mungkin juga dialami oleh orang lain. Namun tak bisa dipungkiri, keberadaan keluarga adalah energi terbesar yang menjadi penggerak terkuat sepanjang hidup saya. Bahwa saya ingin memberikan kehidupan yang lebih baik untuk ibu dan adik adalah pendorong utama untuk saya bekerja sekeras mungkin dan berkarya sebaik-baiknya,” cerita Reza.

Sejarah film selalu melahirkan bintang-bintang idola baru, silih berganti bermunculan para bintang populer yang menawarkan kebaruan dalam lanskap sinema. Sesekali saya bertanya, kenapa Reza Rahadian selalu muncul kendati aktor baru terus berdatangan? Apa yang membedakan Reza dengan aktor-aktor lainnya? “Oh It’s a very tough question. Tanpa berusaha untuk mendiskreditkan siapa pun, tapi satu hal yang membuat saya bertahan di industri film dan menjadikan saya selalu punya relevansi dengan perubahan zaman adalah saya punya cinta yang begitu besar pada profesi aktor. Dan barangkali hal itu yang membuat saya terus bertahan di dunia film. Saya menaruh rasa hormat yang sangat besar pada profesi aktor dan industri film. Dan ketika Anda menaruh cinta dan respek, maka Anda akan merasa bertanggung jawab untuk menjaga nama baik dengan tidak melakukan sesuatu yang bisa mencederai kehormatannya. Apakah itu layar lebar, panggung teater, serial web, termasuk video klip musik, tidak ada satu pun pekerjaan yang saya anggap remeh. Dan saya rasa sikap ini berlaku pada semua lapangan pekerjaan. Berkarier di dunia film, musik, fashion, termasuk bidang di luar industri kreatif, para pelakunya harus menjaga betul martabat dan kehormatan profesi.”

photography ZAKY AKBAR
styling SIDKY MUHAMADSYAH
grooming AKTRIS HANDRADJASA
Kemeja dan celana, Hermès

Reza Rahadian tidak main-main ketika ia mengutarakan cintanya pada dunia film. Kecintaan itu pula yang memberanikan dia untuk menerima tawaran menjadi Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI). “Menjadi Ketua FFI adalah bentuk ‘giving back’ saya kepada dunia film yang sudah membesarkan nama saya. Awalnya dua kali menolak karena merasa tidak yakin bisa sanggup menyelenggarakan festival film sebesar ini. Dan Ibu Christine Hakim adalah sosok penting di balik keputusan saya menerima posisi ini. Beliau menyakinkan saya bahwa ketika kita cinta pada perfilman, maka kita akan melakukan apa pun untuk memajukannya. FFI buat saya bukanlah sebatas selebrasi penghargaan, melainkan sebuah panggung yang menyuarakan setiap gugatan. Atas alasan tersebut, film-film FFI banyak bicara tentang perempuan, kekerasan seksual, dan nasib kelompok minoritas. Saya juga ingin berbagai departemen di FFI dikepalai oleh perempuan. Rasanya kita sudah cukup dengan yang maskulin-maskulin dan patriarkis. Di bawah kepemimpinan saya, Festival Film Indonesia harus didominasi oleh perspektif perempuan,” ujar Reza.

photography ZAKY AKBAR
styling SIDKY MUHAMADSYAH
grooming AKTRIS HANDRADJASA
Sweter dan celana, Alexander McQueen.

Membahas film dengan Reza Rahadian, kita akan sulit menemukan kejenuhan. Dia akan sangat antusias membagikan kisah, menyampaikan sudut pandang, dan menceritakan ragam persoalan di industri film. Tidak semuanya bisa saya tuliskan di sini karena kami berdua telah sepakat untuk menjadikan sebagian cerita dan informasi sebagai percakapan “off the record”. Tapi yang jelas, dunia film memang memiliki tempat yang spesial di hati dan hidup seorang Reza Rahadian. Dan ketika kita berbicara ihwal kehidupan, Reza tidak bisa tidak menyebut satu nama perempuan yang amat dikagumi dan dicintainya, Pratiwi Matulessy. “Kadang orang-orang suka bertanya, ‘Mengapa saya cukup keras bicara tentang isu perempuan? Kok laki-laki sikapnya seperti feminis?’ Tanpa pernah memiliki figur ayah, maka ibu menjadi satu-satunya sosok penting yang membawa pengaruh besar. Sulit dibayangkan bagaimana hidup saya tanpa beliau. Seluruh pencapaian saya bisa terjadi lagi-lagi karena didikan Ibu. Bertanggung jawab dan pantang mengeluh adalah sebagian dari banyak sekali nasihat beliau yang tertanam kuat sebagai prinsip saya. Saya sendiri selalu terkagum-kagum melihat bagaimana kaum perempuan membesarkan anak-anaknya. Seorang perempuan mampu meletakkan prinsip dan didikan kepada anak laki-lakinya, padahal dia bukan laki-laki dan tidak pernah mengalami rasanya jadi laki-laki, tapi bisa berhasil membesarkan seorang laki-laki. Perempuan dengan segala kemampuannya benar-benar membuat saya selalu takjub,” tutur Reza Rahadian