LIFE

23 November 2022

Rumah: Lebih Baik Beli atau Sewa?


Rumah: Lebih Baik Beli atau Sewa?

Photo Getty Images; Text by Safir Senduk

Tingkat kemapanan seseorang tak selalu diukur dari kepemilikan rumah. Alih-alih berusaha keras mempunyai rumah, utamakan memiliki tabungan dan investasi sebagai sumber kemapanan finansial.


Orang Indonesia adalah orang yang hobi membeli. Kita sedang jalan-jalan di mal lalu melihat baju yang menurut kita bagus. Masuk ke dalam toko, mencoba beberapa pakaian, lalu pulang dengan membawa baju baru.

Awalnya sekadar iseng membuka aplikasi lokapasar (marketplace), tiba-tiba Anda melihat aksesori sepeda yang desainnya bagus dan mendapati harganya menurut Anda tidak mahal. Akhirnya sebelum tidur, Anda check out barang belanjaan di keranjang.

Seorang teman mengganti mobil padahal mobil lamanya baru berumur 2 tahun, sementara mobil Anda sudah 4 tahun tapi tidak ganti-ganti. Anda kemudian memutuskan untuk melihat-lihat mobil merek lain. Dan Anda menemukan sebuah mobil merek X yang bisa dicicil Rp6 juta per bulan. Tanpa pikir panjang, Anda putuskan untuk membeli mobil baru.

Di suatu hari Anda melihat iklan handphone lipat model terbaru, sementara handphone Anda baru Anda beli satu tahun yang lalu. Tiba-tiba Anda berpikir asyik juga memakai handphone yang bisa dilipat. Harganya lumayan mahal, tapi uang di rekening cukup untuk membelinya. Di tabungan Anda terdapat saldo Rp42 juta, sedangkan harga handphone lipat hanya sekitar Rp23-25 juta. Alhasil, handphone baru berakhir di genggaman Anda.

Bagaimana dengan rumah? Tidak ada bedanya. “Saya sudah menikah dan tahun ini umur sudah 30 tahun, penghasilan memang pas-pasan tapi rasanya cukup buat membayar cicilan rumah setiap bulan selama 20 tahun ke depan,” kerap kita dengar sehari-hari. Membeli rumah, terlebih setelah menikah menjadi sesuatu yang sering dilakukan banyak orang.

Orang Indonesia hobi membeli. Supaya apa? Supaya punya. Jangan salah paham. Hal-hal seperti baju, aksesori sepeda, mobil, handphone, dan rumah, semua itu sering kali memang kita butuhkan walaupun mungkin tidak untuk semua orang. Pakaian misalnya, dalam hal ini baju kerja. Kalau Anda kerja, jelas Anda butuh baju kerja. Barangkali maksimal 5-7 potong pakaian perlu Anda miliki. Lebih dari itu, artinya Anda membeli sebatas karena Anda hanya ‘ingin’ membeli.

Bagaimana dengan aksesori sepeda? Tentu hanya dibutuhkan oleh mereka yang punya sepeda. Tapi orang yang punya sepeda pun, enggak semua merasa butuh aksesori sepeda.

Bicara soal mobil, mungkin tidak semua orang butuh mobil. Ada orang yang kerjanya hanya di kantor dan tidak kemana-mana, sedangkan angkutan umum dari rumah ke kantornya gampang diakses. Maka jelas dia tidak butuh mobil. Sementara kalau pekerjaan Anda butuh mobilitas tinggi dari satu klien ke klien lain, mungkin Anda memang benar-benar butuh mobil.

Persoalan handphone, bisa jadi Anda sebenarnya tidak butuh handphone baru karena handphone lama Anda masih baik-baik saja. Kalau sudah tiga tahun dan mulai terasa lambat, Anda bisa pertimbangkan untuk membeli handphone baru.

Bagaimana dengan pilihan tempat tinggal? Semua orang memang butuh tempat tinggal, baik itu rumah ataupun apartemen. Namun pertanyaannya, apakah kita memang harus membeli tempat tinggal? “Kalau saya tidak beli rumah, lalu di mana saya harus tinggal?”. Anda bisa menyewa. Dengan sewa, dana yang Anda keluarkan lebih sedikit karena Anda membayar hanya yang Anda butuhkan.

Orang-orang mulai menyanggah. “Berarti mengontrak, dong? Yang benar saja masa kita mengontrak tempat tinggal? Rumah itu ya harusnya dibeli bukan disewa. Kalau kita mengontrak, uang yang dibayarkan per tahun (atau per bulan) ujung- ujungnya enggak jadi apa-apa. Rumahnya tidak menjadi milik kita. Sebaliknya kalau kita membeli, kita bayar cicilan per bulan (mirip seperti mengontrak atau menyewa), tapi ujung-ujungnya rumah itu akan menjadi milik kita.

photography Alexander Saladrigas; styling Jenny Kennedy; for ELLE Indonesia.

Tidak ada yang salah dengan pendapat tersebut. Namun pahamilah bahwa apabila Anda membeli, Anda keluar uang jauh lebih banyak dibanding Anda menyewa. Ketika Anda menyewa, Anda hanya membayar sesuai kebutuhan. Misal Anda tinggal dari tahun 2022 sampai 2023, lalu perpanjang setiap tahun sampai tiga tahun mendatang, karena setelah tiga tahun Anda mungkin mau mencoba pindah ke tempat lain yang suasananya lebih baru.

Pendapat saya, Anda memang butuh tempat tinggal tapi belum tentu Anda butuh untuk punya. Yang Anda butuhkan sebetulnya adalah pemakaiannya, bukan kepemilikannya.

Memakai dan memiliki adalah dua hal yang berbeda. Anda butuh memakai rumah untuk Anda tinggali. Tetapi bukan berarti Anda harus memilikinya karena sering kali untuk memiliki sesuatu, Anda harus keluar uang lebih banyak. Solusinya adalah membayar sebatas pemakaiannya, sesuai kebutuhan berapa lama Anda akan tinggal.

Banyak orang mengira bahwa untuk bisa memakai rumah, mereka harus memilikinya terlebih dulu. Padahal Anda bisa memakai sebuah rumah, tanpa harus memilikinya. Namanya sewa. Dengan sewa, Anda cukup membayar kebutuhan pemakaiannya saja, yang berarti jauh lebih murah dibanding kalau harus membelinya. Dengan Sewa, uang yang dikeluarkan lebih sedikit, sehingga Anda jadi punya kelebihan uang untuk diinvestasikan.

photography Alexander Saladrigas styling Jenny Kennedy; for ELLE Indonesia

Kesalahpahaman yang sering terjadi di Indonesia adalah bahwa kemapanan finansial diukur dari kepemilikan rumah. Belum punya rumah berarti belum mapan. Itulah kenapa banyak orang akhirnya memaksakan diri membeli rumah dengan mencicil dari penghasilannya sehingga dia sama sekali tidak punya investasi. Dia punya rumah, tapi tidak punya investasi karena 30-40% penghasilannya digunakan untuk mencicil rumah selama 15-20 tahun. Sebagai perencana keuangan, saya lebih takut Anda tidak punya tabungan dan investasi daripada tidak punya rumah. Lebih baik tidak punya rumah sendiri tapi punya tabungan dan investasi berlimpah, daripada punya rumah sendiri tapi tabungan dan investasi Anda nol. Dengan memiliki tabungan dan investasi, menurut saya akan jauh lebih aman dan mapan. Tidak usah khawatir masalah rumah, Anda bisa sewa. Toh yang Anda butuhkan—sekali lagi—adalah pemakaiannya, bukan kepemilikannya. Bahkan tidak ada masalah jika ingin sewa terus sampai tua, yang penting punya tabungan dan investasi.

Yang saya sampaikan adalah pendapat saya sebagai perencana keuangan. Berfokus pada kepemilikan tabungan dan investasi karena itulah sumber kemapanan finansial. Saya tidak menyarankan Anda untuk tidak usah membeli rumah. Silakan membeli rumah kalau tabungan dan investasi sudah mencukupi. Bisa juga menyicil rumah asal setiap bulannya Anda juga menyisihkan uang untuk tabungan dan investasi. Masalahnya, banyak orang memaksakan diri menyicil rumah sehingga tidak bisa menyisihkan uang untuk tabungan dan investasi.

photography Alexander Saladrigas styling Jenny Kennedy; for ELLE Indonesia.

Mana yang lebih murah atau mana yang lebih hemat soal beli rumah atau sewa rumah, jelas sewa lebih murah. Uang yang dikeluarkan jauh lebih sedikit dibanding membeli karena Anda membayar hanya sesuai kebutuhan pakai. Apabila Anda memutuskan untuk beli, bisa jadi pertimbangan Anda bukan lagi ingin hemat uang, tapi lebih kepada persoalan psikologis.

  • Beli rumah supaya tidak usah bayar sewa setiap tahun, padahal tetap saja bayar sewa tiap tahun sampai tua lebih murah daripada keluar uang untuk beli.
  • Supaya bisa renovasi sesuka hati, padahal renovasi itu pada prakteknya lebih banyak karena keinginan, bukan karena kebutuhan.
  • Supaya enggak diomongin orang, padahal orang tidak terlalu peduli rumah Anda sewa atau tidak, paling-paling yang peduli cuma saudara atau tetangga Anda yang hobinya selalu kasih “nasihat” finansial ke Anda.
  • Beli rumah supaya tidak repot pindah-pindah rumah. Padahal kalau Anda merasa repot pindahan, berarti barang Anda terlalu banyak. Saya sendiri merasa kita terlalu banyak membeli barang dalam hidup kita. Itulah kenapa barang-barang di rumah sepertinya terlalu banyak.
  • Dengan mencicil, rumah itu pada akhirnya jadi milik. Dengan kontrak, rumah itu tidak pernah menjadi milik kita. Konsepsi yang beredar ini membuktikan bahwa kita orang Indonesia senang sekali membeli dan punya mindset bahwa apa-apa harus punya. Beberapa barang memang harus dimiliki untuk bisa dipakai, tapi beberapa barang tidak harus dimiliki untuk bisa dipakai.

Sering terjadi lokasi sebuah rumah terasa enak dan nyaman selama 7 tahun. Setelah itu, lokasinya mungkin akan menjadi terlalu ramai atau bahkan sepi terus. Dan ujung-ujungnya tidak ada yang benar-benar enak. Saya ingat sekitar tahun 1970 sampai 1980-an, daerah Pondok Indah di Jakarta Selatan itu enak sekali sebagai pemukiman. Sekarang kalau Anda ke Pondok Indah, isinya kebanyakan rumah yang dijadikan tempat usaha. Dulu Bintaro Jaya itu menyenangkan sekitar tahun 1990-an. Sekarang kalau saya balik ke Bintaro, macet di mana-mana. Kalau membeli rumah, lama-lama Anda akan merasa jengah karena perkembangan kota membuat Kawasan rumah Anda jadi terlalu ramai sehingga Anda ingin pindah.

Kalau pindah rumah, kan bisa jual rumah? Menjual rumah tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa menjual rumah. Dan ketika menjual rumah, Anda bersaing dengan cluster-cluster lain yang berisi rumah-rumah yang lebih baru. Pembeli rumah baru mungkin lebih tertarik mencari lokasi baru dengan kondisi bangunan yang masih baru dibanding membeli rumah Anda karena mungkin dia akan merasa harus keluar uang lagi untuk renovasi bangunan rumah.

Keputusan ada di diri kita masing-masing, apakah ingin tinggal di sebuah rumah yang Anda beli atau Anda sewa. Apabila ingin berhemat, maka sewa adalah jawabannya. Apabila Anda ingin membeli, tidak ada yang salah dengan keputusan tersebut. Namun catat baik-baik, kita harus berhenti mengukur tingkat kemapanan seseorang dengan melihat apakah rumahnya dibeli atau hanya disewa. Kemapanan seseorang diukur dari tabungan dan investasinya, bukan dari keputusan mereka untuk memiliki rumah atau tidak. Karena, sekali lagi, kita butuh memakai rumah, tapi belum tentu kita butuh memilikinya.