LIFE

22 Desember 2023

Satu Dekade Berkarya, Syifa Hadju Tegas Menjadi Diri Sendiri


PHOTOGRAPHY BY Andre Wiredja

Satu Dekade Berkarya, Syifa Hadju Tegas Menjadi Diri Sendiri

styling Ismelya Muntu; fashion byo; makeup Ryan Ogilvy; hair Ichanaa

Seseorang pernah bertanya, kenapa saya senang menonton film-film Indonesia di tengah maraknya judul-judul film internasional. Alasan utamanya, film lokal umumnya diangkat dari kisah yang dekat dengan keseharian orang- orang Indonesia. Mulai dari sejarah, isu politik, hingga kondisi sosial budaya pada masa film itu dibuat. Tak terkecuali dengan judul-judul film yang dibintangi oleh Syifa Hadju. Dalam serial berjudul 17 Selamanya, Syifa memerankan Dawai, seorang perempuan yang sebenarnya berasal dari tahun 1965 namun terbawa ke tahun 2019 dengan kondisi fisik yang tetap muda belia. Lain lagi dengan film 200 Pounds Beauty di mana Syifa menjadi pemeran utamanya. Sebuah film yang tak sekadar menghibur, tetapi juga menyodorkan makna soal kecantikan. Komedi romantis itu mengisahkan Juwita, seorang perempuan bersuara emas namun tak bisa tampil gara-gara berat badannya dianggap tak ideal. Dan setelah fisiknya berubah, Juwita dilimpahi beauty privilege atau keistimewaan lantaran dipandang cantik. Sebuah situasi yang jamak terjadi di keseharian masyarakat kini. Wajah rupawan berseliweran di industri dengan perputaran yang sangat cepat. Namun mereka yang mampu bertahan tentu terus diingat karena bakat dan karyanya.

Syifa Hadju memulai karier sejak satu dekade silam. Ia juga pernah berpengalaman menjadi model iklan ketika usianya baru menginjak tiga tahun. Kegiatan syuting iklan sempat terhenti beberapa tahun karena Syifa fokus menyelesaikan sekolah. Kesempatan casting kembali datang ketika ia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dari iklan komersial, ia kemudian merambah dunia modeling. Tahun 2014, Syifa Hadju memasuki dunia seni peran. Ia mengawali perjalanannya sebagai aktris dalam sinetron Bintang di Langit. Kemudian membintangi beberapa sinetron dan film televisi. Karier Syifa melesat terlebih ketika ia bermain dalam Mermaid in Love yang tayang di tahun 2016, sampai berlanjut hingga musim kedua dengan judul Mermaid in Love 2 Dunia. Bagi sebagian besar orang, ini merupakan breakout role-nya Syifa Hadju yang meraih popularitas besar usai bermain dalam sinetron tersebut. Ia menjajal kemampuan lewat beragam judul sinetron yang konon dianggap kurang berkelas dibanding film layar lebar, tetapi Syifa melihat peluang bermain sinetron justru bagus untuk orang muda yang baru mulai belajar akting.

“Sebagai pemain, saya merasa apa yang membantu dalam perjalanan karier sejauh ini adalah segala pengalaman dan didikan yang saya peroleh dari dunia sinetron. Dalam jam kerja yang panjang, saya dan pemain lainnya dituntut secepat mungkin menghapal naskah dan mendalami sebuah peran. Tidak ada proses reading, segala sesuatunya harus dimengerti hanya dalam waktu satu kali baca dialog. Belum lagi koordinasi dengan pemain lain yang jumlahnya bisa belasan orang dalam satu scene. Jadi pengalaman bermain sinetron sejak usia 14 tahun menjadi terasa ‘mahal’ buat saya karena ada banyak pelajaran di dalamnya. Tak bisa dipungkiri, apa yang saya kerjakan di ranah sinetron telah membentuk pengetahuan tersendiri yang menempa diri agar saya terbiasa dengan tantangan dan tekanan,” ujarnya.

fashion Jan Sober (atasan & celana), Gelap Ruang Jiwa (bros), Christin Wu (sepatu).

Syifa memulai debutnya di dunia layar lebar pada 2016. Ia mendapat kesempatan bermain di film Beauty and the Best. Tahun 2019, Syifa menjadi pemeran utama dalam film The Way I Love You dan ikut berperan dalam film Bebas karya sutradara Riri Riza di mana Syifa memerankan sosok Mia, anak dari Vina yang diperankan aktris Marsha Timothy. Ia kemudian terlibat dalam film Danur 3: Sunyaruri yang merupakan penampilan perdananya di film bergenre horor. Walau tak pernah direncanakan, nyatanya Syifa Hadju kini terus menoreh karya lewat berbagai judul film dan mengaku sangat mencintai dunia seni peran. “Baik lewat karakter utama maupun peran pendukung, saya bersyukur sekali bisa bertemu dan bekerja sama dengan orang-orang andal yang profesional di bidang seni peran. Kalau dipikir-pikir hidup memang penuh kejutan. Saya yang boleh dibilang pemalu sejak kecil, tidak terlalu nyaman diperhatikan banyak orang, kini malah kerap tampil di depan kamera dan berkarier di industri hiburan. Segala dinamika di dalamnya membuat saya sulit untuk tidak mencintai profesi aktor. Sebuah dunia yang memberi saya banyak pengalaman dan proses pembelajaran,” ujar Syifa.

Perempuan kelahiran 23 tahun silam ini konsisten berkiprah di dunia seni peran sejak kehadirannya pertama kali sepuluh tahun silam. Ia tak jemu belajar agar aktingnya semakin baik dari hari ke hari. Dan kerja kerasnya pun satu per satu membuahkan hasil. Namanya mulai diperhitungkan di industri perfilman. Tahun 2023 silam, ajang festival film terbesar di Tanah Air, Festival Film Indonesia, menempatkan Syifa Hadju sebagai salah satu nama di Kategori Aktris Pilihan Penonton lewat perannya di film Catatan Si Boy. “Meskipun trofi kemenangan bukanlah tujuan saya dalam berkarya, namun terpilih masuk dalam kategori yang dibuat oleh Festival Film Indonesia tentu membuat saya bangga sekaligus penuh haru, karena kategori favorit ini melibatkan keputusan penonton yang pastinya bikin hati senang karena kerja keras kita dapat dinikmati dan dihargai banyak orang. Terlepas dari ada atau tiadanya piala, semoga saya bisa terus mengeksplor peran yang beragam,” kata Syifa.

fashion Jan Sober (gaun).

Kendati bergerak di wilayah kreatif, Syifa Hadju tidak hanya berasyik-asyik dengan dunia seni peran dan tarik suara tapi juga meningkatkan pengetahuan akademis dengan tetap menjalani kuliah di sela-sela pekerjaannya. Syifa kini tengah menyandang status mahasiswi jurusan Hubungan Internasional di Universitas Pelita Harapan. Sebelum kami berbincang, Syifa terlihat tengah menyelesaikan kuliah yang dijalankan secara virtual melalui Zoom.

Ia berujar, “Tadinya saya mau mengambil kuliah psikologi, tapi saya juga menyenangi isu-isu politik dan hubungan internasional. Saya sangat tertarik dan senang dengan berbagai mata kuliahnya. Saya juga merasa ilmu diplomasi bisa tetap bermanfaat kendati mungkin nantinya saya tidak bekerja sebagai diplomat. Mungkin banyak orang bertanya-tanya, kenapa saya mau meluangkan waktu dan tenaga untuk kuliah di saat saya sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Saya sangat menghormati profesi aktor dan amat senang dengan pekerjaan di industri hiburan, tetapi saya tak bisa mengabaikan pentingnya pendidikan akademis. Sepuluh tahun berkarier di dunia hiburan, ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam diri saya untuk menjelajahi ilmu-ilmu lain di luar seni peran. Bahkan baru masuk semester pertama, saya sudah menyadari ternyata ada banyak hal-hal penting yang diperoleh dari kelas-kelas kuliah, informasi dan ilmu akademis yang mungkin belum tentu saya dapatkan di luar kampus. Terlebih sebagai perempuan, saya menganggap penting sekali untuk memiliki otak yang cemerlang dan cerdas dalam berpikir. Apalagi suatu saat kelak saya akan menjadi istri dan ibu, maka sudah seharusnya saya mempersiapkan diri dengan berbagai kemahiran dan kepintaran agar saya bisa mengurus suami dan merawat anak dengan baik, sekaligus juga mampu mencari uang dan hidup mandiri dengan mengandalkan potensi terbaik diri sendiri.”

fashion Cmeo Collective, Masari Shop (gaun).

Yang menarik dari Syifa Hadju yang dapat dilihat belakangan ini di berbagai media, Syifa terlihat cukup keras menyuarakan pandangan dan pendiriannya tentang kondisi sosial-politik Palestina. Ia secara terbuka mengecam tindakan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Sebagaimana bisa disimak dalam beberapa unggahan konten di media sosial Syifa Hadju, Ia terlihat ikut turun ke jalan saat sejumlah masyarakat Indonesia mengikuti aksi solidaritas bela Palestina di depan gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kawasan Monas Jakarta pada Oktober silam. Tak hanya itu, Syifa bahkan terus menyuarakan dukungannya terhadap Palestina meski dukungannya itu akhirnya berimbas pada pekerjaannya. Ia menegaskan bahwa ia memilih untuk tidak mengambil beberapa tawaran pekerjaan sebab menyakini ada rezeki-rezeki lain dari pintu yang berbeda. Tentu saya jadi tergelitik untuk bertanya, mengapa isu ini menjadi penting untuk Syifa Hadju dan apa yang sesungguhnya menggerakkan hati Syifa untuk membela Palestina

“Saya tidak akan berani membela sesuatu secara terang-terangan kalau saya sendiri tidak yakin dengan apa yang saya bela. Momen ketika saya melakukan aksi bela kemanusiaan beserta foto-fotonya memang harus diunggah di media sosial karena memang itu tujuannya, 17 juta pengikut saya di Instagram dan bahkan seluruh dunia perlu menyadari dan mengetahui apa isu penting yang perlu kita suarakan bersama-sama, seperti apa tindakan kejam yang terjadi belahan dunia lain, dan bagaimana situasi keji yang telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan kita. Dengan platform dan popularitas sebesar ini, saya merasa ikut bertanggung jawab untuk menyuarakan kebenaran kepada banyak orang. Kita bisa saja berbeda untuk banyak hal, masalah selera dan pilihan gaya hidup misalnya, tapi perihal kemanusiaan kita semua patut bergerak membantu dari apa yang bisa kita kerjakan. Tentu butuh nyali dan sikap berani untuk menunjukkan keberpihakan sebagaimana keputusan saya untuk menolak beberapa kerjasama. Namun saya selalu mengutamakan keberkahan dalam mencari rezeki. Apa yang saya hasilkan dari pekerjaan saya sejatinya harus mendatangkan kebaikan untuk diri saya dan orang-orang di sekitar saya,” tegas Syifa.

fashion Sapto Djojokartiko (gaun).

Virginia Woolf, feminis dan penulis perempuan terpenting di abad ke-20 pernah berujar dalam salah satu tulisannya yang berjudul A Room of One’s Own, bahwa kita tidak perlu terburu-buru, tidak perlu mencolok, dan tidak perlu menjadi siapa pun kecuali diri sendiri. Di usia muda, Syifa Hadju mengedepankan keberanian untuk menampilkan jati diri. Ia lugas mengemukakan pendapat dan lantang menunjukkan keberpihakan. Ia juga memanfaatkan platform popularitasnya untuk menyuarakan isu-isu penting. Syifa memperlihatkan kesiapannya untuk tetap mekar berkembang sekalipun di tanah yang tandus dan gersang. Menuju tahun yang baru, Syifa menyatakan rasa optimisnya pada apa yang mungkin terjadi di masa mendatang kendati ia juga tak ingin tergesa- gesa dalam meniti jalan. Tidak semata-mata menjadikan uang sebagai faktor utama dalam bekerja, tapi ingin berkontribusi terhadap dunia sekaligus mengonfirmasi perasaan cinta dengan pekerjaan itu sendiri

“Saya sangat antusias untuk mengerjakan banyak hal dan mencoba berbagai cara agar bisa banyak belajar. Tidak hanya menekuni seni peran dan dunia musik, tapi juga fokus menyelesaikan pendidikan akademis dan terus belajar membuka diri pada pengetahuan- pengetahuan global di luar profesi aktor. Tentu tidak ada jaminan bahwa perjalanan saya akan selalu indah berbunga- bunga, tapi paling tidak saya berusaha memelihara keberanian untuk menyambut berbagai kesempatan dan mewujudkan apa yang saya impikan,” pungkas Syifa.