CULTURE

17 Agustus 2021

Apresiasi Terhadap Kekayaan Seni Indonesia


Apresiasi Terhadap Kekayaan Seni Indonesia

Seni akan semakin hidup dan tumbuh dengan curahan apresiasi, untuk terus mengobarkan kebanggaan terhadap kehebatan dan kekayaan seni negeri tempat kita berpijak ini. Oleh HERMAWAN KURNIANTO.

Kalau kita bicara tentang seni di Indonesia, berarti kita sedang membahas tentang perjalanan gagasan, pemikiran, rasa, serta ekspresi yang tertuang ke dalam berbagai bentuk yang menggugah imajinasi dan emosi. Ini adalah tentang bagaimana masyarakat Tanah Air dari berbagai suku bangsa mencoba memaknai kehidupan, apa yang dialami dan dirasakan, melalui ragam medium estetika yang bisa dinikmati oleh penglihatan maupun pendengaran. Mulai dari seni rupa, seni musik, seni pertunjukan, hingga seni sastra.

Secara lebih luas, ini bukan hanya perjalanan, perkembangan, dan karya yang benar-benar terlahir dari pemikiran dan kreativitas anak bangsa, tetapi juga kontribusi dan intervensi seni lintas negara hingga terjadi akulturasi. Bagaimana keberadaan seni bisa memperkaya bahkan mengubah kehidupan masyarakat. Bagaimana masyarakat memaknai dan mengapresiasi seni, khususnya buah karya pelaku seni Tanah Air.

Pembahasan tentang seni menjadi ranah yang melengkapi sensasi menikmati karya seni. Sebab seni bukan hanya sekadar masalah penciptaan, tetapi juga memberikan apresiasi dan pengakuan yang layak bagi keberadaannya, yang akan berdampak positif bagi upaya pelestarian.

Pertunjukan rebab Indonesia

Sekilas Seni Indonesia

Fine Arts

Menilik dari perjalanan waktunya, seni rupa Indonesia terbagi menjadi 4 masa: masa seni prasejarah, masa seni Indonesia-Hindu, masa seni Indonesia-Islam, dan masa seni Indonesia Modern. Di masa seni prasejarah,
seni rupa berfungsi sebagai media penyampaian kepercayaan yang dianut seperti animisme dan dinamisme.

Beranjak ke masa seni Indonesia-Hindu yang berlangsung di kisaran awal tahun masehi hingga abad 15, agama Hindu berbaur dengan kebudayaan Indonesia yang telah ada sejak masa prasejarah sehingga terjadi akulturasi yang memiki ciri khas tersendiri. Karya seni yang tercipta di masa ini berupa candi-candi yang banyak ditemukan di Indonesia, antara lain Candi Prambanan di Yogyakarta dan Candi Dieng di Wonosobo.

Memasuki masa seni Indonesia-Islam, seni pada masa ini merupakan perkembangan lanjutan dari kebudayaan Indonesia yang sudah bercampur dengan Hindu-Buddha yang kemudian disesuaikan dengan kaidah agama Islam. Contoh karya seni pada masa ini adalah wayang kulit yang sudah diadaptasi ke ajaran Islam oleh Sunan Kalijaga.

Di masa seni Indonesia Modern, seni rupa Indonesia sudah terpengaruh
dengan kebudayaan Barat. Hal ini seiring dengan perjuangan rakyat Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan kala itu. Berbeda dengan konsep seni yang bersifat tradisional, seni Indonesia Modern sudah tidak lagi berpegang pada nilai-nilai tradisi masa lampau. Ini lebih kepada ungkapan pribadi dari para seniman yang bebas menggali sumber inspirasi sehingga menghasilkan karya seni yang sarat kreativitas dan kebaruan.

Lukisan Karya Raden Saleh

Music

Di masa prasejarah, seni musik di Indonesia tidak terlepas dari imigrasi Pra-Melayu yang terjadi pada tahun 2500 dan 1500 SM. Imigran dari Asia Tengah ke Asia Tenggara memperkenalkan alat tiup bernama Khen. Setelah itu, di masa imigrasi Proto-Melayu pada sekitar abad ke-4 SM, diperkirakan alat musik gong sudah diciptakan.

Pada masa Hindu-Buddha di awal abad ke-7 Masehi, seni musik sangat dipengaruhi oleh epos Ramayana. Di masa ini pula muncul tangga nada slendro. Memasuki masa Islam yang diawali oleh keberadaan kerajaan Demak pada 1500-1546 M, masuk pula alat musik khas Arab seperti rebana, rebab, dan gambus.

Saat kolonialisme menjejakkan kakinya di Tanah Air, bangsa Barat menghadirkan sistem solmisasi dalam karya lagu. Mereka juga memperkenalkan berbagai alat musik seperti biola, cello, gitar, flute, dan ukulele. Dari sini, musisi nusantara pun menciptakan sajian musik yang memadukan musik Barat dan musik Indonesia yang dikenal sebagai musik keroncong.

Kini seni musik di Indonesia telah berkembang demikian pesat, dengan berbagai karya dari beragam genre yang meski dipengaruhi oleh musik Barat, namun para musisi tetap tidak ingin meninggalkan jati diri tanah kelahirannya.

Dance

Masyarakat prasejarah telah mempraktikkan seni gerak berirama dalam upacara adat, seperti tari hujan, tari kesuburan, dan tari perang. Di masa masuknya agama Hindu dan Buddha, seni tari di Indonesia juga mengalami perkembangan yang berarti. Tarian pada masa ini difungsikan untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada masyarakat. Beberapa contohnya adalah Tari Topeng Panji, Tari Wayang Wong, Sendratari Ramayana, dan Sentratari Mahabharata.

Memasuki masa Islam, seni tari di Indonesia mengalami perubahan, seperti busana yang dikenakan penari dimodifikasi agar lebih tertutup sesuai dengan syariat Islam. Sebagian syair dan musik pengiring juga diubah menjadi lebih islami. Tarian yang berkembang di masa Islam ini antara lain adalah Tari Saman dan Tari Zapin.

Sejak masa kemerdekaan hingga saat ini, kreativitas dalam seni tari seakan tak terbendung. Seni tari tidak lagi sekadar bagian dari ritual adat dan keagamaan, tetapi telah meluas sebagai bentuk hiburan bagi masyarakat.

Karya seni bisa dibilang suatu bentuk komunikasi dua arah dari penggagas atau penciptanya kepada penikmatnya. Apa yang diungkapkan oleh sang kreator tentunya disertai ekspektasi dan keinginan untuk dapat dinikmati oleh khalayak luas, terlebih untuk karya seni yang memang diperuntukkan bagi kalangan umum.

Di sinilah apresiasi seni mengambil peranan yang penting. Mengapresiasi karya seni berarti memahami seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap berbagai segi estetikanya. Mengapresiasi karya seni juga bisa diartikan berbagi pengalaman antara seniman dan penikmat karya.

Dengan mengapresiasi seni, ada dua hal yang ingin dicapai:

  • Meningkatkan dan memupuk kecintaan kepada karya bangsa sendiri sekaligus cinta kepada sesama manusia.
  • Hubungannya dengan aktivitas mental manusia, yaitu penikmatan, penilaian, empati, dan hiburan.

Melalui apresiasi seni, kita dapat lebih mengenal dan menghargai lebih dalam seni dan budaya bangsa sendiri. Inilah yang menjadi landasan dalam mempertebal semangat mempertahankan dan melestarikan kesenian Tanah Air.

Lalu, bagaimana tingkat apresiasi masyarakat terhadap karya seni Indonesia sejauh ini? Sebenarnya apresiasi terhadap seni sudah dipupuk sejak masa sekolah melalui pembelajaran seni. Namun, faktor- faktor lainnya tentu juga berperan. Pilihan media dan apa yang dikomunikasikan oleh media juga turut membentuk wawasan dan preferensi tentang karya seni.

Lukisan karya Naufal Abshar
Lukisan karya Naufal Abshar

Seseorang yang lebih banyak mengonsumsi platform-platform populer seperti Netflix dan Spotify, boleh jadi hanya terekspos dengan karya-karya seni Indonesia yang cenderung mainstream, dalam hal ini sinema dan musik. Padahal, ada ragam karya sineas lokal yang hanya bisa dinikmati lewat pemutaran film di kampus-kampus ataupun di komunitas- komunitas film. Kalau mau lebih jeli (disertai dengan niat), ada lagu-lagu tradisional dari berbagai suku di Tanah Air yang bisa dengan mudah dinikmati di Spotify. Kalau Anda mendambakan hidden gem di ranah seni, tidak sesulit yang Anda bayangkan.

Di wilayah seni rupa, kita akan mendapati hal yang berbeda. Tidak seperti halnya film dan musik, karya-karya seni rupa baik berupa lukisan, mural, instalasi maupun ilustrasi memang menempati ruang apresiasi tersendiri. Ruang fisik yang mempertemukan karya dan audiens. Di sinilah kemunculan berbagai galeri seni patut disambut gembira karena akan semakin mempermudah akses bagi masyarakat untuk menikmati karya seni.

Galeri-galeri seni juga semakin cair dan luwes dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah yang memberikan keleluasaan tanpa sekat dalam mengurasi karya-karya yang ditampilkan. Tidak hanya menghadirkan karya seni dari seniman kenamaan, namun juga tidak sungkan untuk memperkenalkan kreasi- kreasi memukau dari para seniman muda yang menjanjikan.

Sejumlah galeri seni seperti Galeri Nasional Indonesia, Dia.Lo.Gue, dan MACAN telah menjelma dari sekadar ruang publik untuk menyuguhkan karya seni, menjadi tempat pilihan yang melengkapi keriuhan gaya hidup kaum muda yang tidak bisa lepas dari aktualisasi diri (baca: unggahan di media sosial). Tingkat apresiasi mereka mungkin menjadi sesuatu yang dipertanyakan, namun ini setidaknya mengembuskan angin segar bahwa seni telah dianggap sebagai sesuatu yang memiliki coolness factor.

Meningkatnya apresiasi selayaknya berbanding lurus dengan meningkatnya pengakuan. Selama 30 tahun terakhir, karya seni dan budaya bangsa kita telah mendapat pengakuan resmi dari UNESCO. Ini berarti juga turut menaikkan pamor Indonesia di pentas dunia. Mulai dari Candi Borobudur (1991), wayang kulit (2003), batik (2009), angklung (2010), Tari Saman (2011), gamelan (2014), hingga tari tradisional Bali (2015), semuanya tidak lain mencetuskan hal yang boleh jadi selama ini terpendam: bangga dan semakin bangga menjadi rakyat Indonesia.

Pengakuan juga tergurat kepada para seniman Tanah Air yang mengharumkan nama bangsa lewat karya-karya yang mendunia. Tidak hanya nama-nama yang berstatus legenda seperti Affandi, Basuki Abdullah, dan Raden Saleh, tetapi juga seniman-seniman muda yang kiprahnya tidak bisa dipandang sebelah mata, seperti Bayu Santoso, Roby Dwi Antono, Darbotz, Naufal Abshar, dan Sintra Tantra.

Kini di masa pandemi yang kita semua belum tahu kapan akan berakhir, seni dan apresiasinya harus tetap bergulir, dengan berbagai penyesuaian. Pelaku seni dapat melakukan transfer pengetahuan, mengembangkan wacana, dan berdiskusi secara jarak jauh. Seniman dapat mempresentasikan karya dan proses yang menyertainya secara online. Sementara galeri dan museum bisa lebih menggalakkan platform virtual tour dan virtual viewing experience.

Pada akhirnya, seni akan membantu menemukan kembali diri kita di tengah semesta.

art