17 September 2019
ARTJOG MMXIX: Rupa Ruang Bersama

Kekayaan Bumi dan fenomena yang berjalan di atasnya dieksplorasi menjadi gagasan visual berpesan dalam pameran ARTJOG 2019.
Gempita perayaan seni rupa di Yogyakarta telah berakhir 25 Agustus 2019 silam. Namun, euforia ARTJOG MMXIX yang mengusung pokok pikiran Common|Space—sebagai edisi perdana tema besar Arts in Common untuk tiga tahun ke depan—masih membekas. Gambaran kritis tentang konsep ruang secara luas dari beragam perspektif, serta pengaruhnya di dalam hubungan makhluk hidup dengan alam, seolah tinggal dan bertumbuh di dalam benak.
Muka Halaman Artjog Daun Khatulistiwa (2019), Teguh Ostenrik.
Bersituasikan di Museum Nasional Jogja, sebuah bangunan berfasad putih menyambut para pengunjung ARTJOG. Penampilannya seperti bangunan rumah igloo (rumah-rumahan dari salju padat yang banyak ditemukan di wilayah kutub Bumi). Memasuki bagian dalam karya bertajuk Daun Khatulistiwa dari seri lanjutan ciptaan Teguh Ostenrik itu, seperti berada di kapal selam dengan jendela besar yang memaparkan pandangan ke bawah laut.
Lewat celah yang dihiasi lembaran-lembaran daun jati raksasa terbuat dari rangka besi, mata disuguhi keindahan ekosistem laut Wakatobi dengan terumbu karang kaya warna, alga, ikan-ikan dan binatang laut lain sekaligus melihat lebih dekat permasalahan kerusakan yang menghantuinya.

Tidak jauh dari area pelataran itu, berdiri sebuah taman buatan yang dihimpun dari tumbuhan alami berpadu material sintetik meliputi benda-benda arkeologis. Taman Organik Oh Plastik judulnya, gubahan Handiwirman Saputra. Terdapat sebuah lubang galian berdiameter enam meter dengan kedalaman empat meter di sebelahnya. Berdasarkan catatannya, lubang tersebut digali oleh sang seniman untuk menyingkap segala bentuk yang terkubur di bawah permukaan tanah.
Taman ciptaan Handiwirman ini dimaksudkan mengajak pengunjung mempertanyakan estetika sebuah ruang hijau di zaman modern, terutama saat batasan yang alami dan buatan kian kabur. Apakah kecintaan manusia modern terhadap taman justru merefleksikan obsesi pada hal buatan? Sebab, “Taman pada dasarnya hanyalah miniatur atau tiruan dari suatu habitat atau lanskap alam.”

Sekiranya terdapat 122 karya dari total 39 seniman terpilih—baik melalui pendaftaran terbuka maupun jalur undangan khusus teruntuk sebagian seniman besar—yang dipamerkan. Agung Hujatnika dan Ignatia Nilu merupakan dua kurator yang dipercayakan menguratori ARTJOG MMXIX.Karya berkonsep ekologi tampil mendominasi ekshibisi. Menurut penjelasan Agung Hujatnika, pengolahan tema Common | Space memang menitikberatkan pada aspek lingkungan dan sumber daya alam sebagai fokus ruang.
Special Project, Piramida Gerilya.
Daun Khatulistiwa dan Taman Organik Oh Plastik merupakan dua, dari lima karya, yang ditampilkan dalam Special Project, program baru ARTJOG tahun ini. Selain Handiwirman Saputra dan Teguh Ostenrik, dua seniman dan satu proyek kolektif turut unjuk karya: Sunaryo dan Riri Riza, serta Piramida Gerilya [Santi & Miko (Indieguerillas), Singgih Susilo Kartono (Spedagi Movement), LuLu Lutfi Labibi, Agung Satriya W, Adamuda, Sindu Prasastyo].

Di ruangan Special Project lain, Anda mendapati persoalan lingkungan yang dikemas isu sosial. Instalasi Humba Dreams (Un)Exposed ciptaan Riri Riza meletakkan tiga patung berwujud mumi dengan celah serupa mata pada bagian kepala tengah berbaris. Orang bisa mengintip ke dalamnya dan menonton film terbaru Riri Riza yang berjudul Humba Dreams.
Sebagai sutradara, Riri Riza menyajikan permasalahan lingkungan meliputi sampah dan polusi dalam gambar bergerak yang menyoroti budaya konsumerisme masyarakat Sumba. Kultur sosial juga dipertontonkan Piramida Gerilya dengan instalasi Warung Murakabi yang menekankan nilai gotong-royong dalam interaksi pasar di warung tradisional. Sementara itu, Bubu Waktu karya Sunaryo mengantarkan keluar pameran sembari menghayati kontemplasi tentang periode eksistensi umat manusia.

Tahun ini, ARTJOG semakin meneguhkan diri bukan sekadar ajang pamer karya untuk dijual, melainkan sebagai festival seni rupa berkelas internasional. Alur acaranya yang dirancang menyertakan berbagai aktivitas program seolah menjadi pernyataan tegas.
Total ada enam program utama, termasuk edukasi, dalam daftarnya. Salah satu yang baru yaitu LeksiKon, rangkaian kelas bersama para seniman berbagai bidang. Alih-alih mengisi kelas hanya dengan bicara literatur, peserta justru lebih diajak menonton pertunjukan dan dokumentasi karya.

Sebuah panggung didirikan untuk gelaran pertunjukkan seni setiap harinya. Penampilnya berasal dari seniman ternama Tanah Air juga mancanegara. Suatu hari Anda bisa menyaksikan pertunjukkan tari modern hingga konser musik, lalu teater boneka hingga aksi disjoki pada hari-hari berikutnya.
Area bazar turut dibuka untuk memperkenalkan produk kerajinan kreatif bernilai artistik kepada pasar. Pemaknaan ARTJOG sebagai ruang bersama sukses diinterpretasikan secara nyata dan merangkul semua kalangan.

Photo: FICKAR HAJAR, DOC. ARTJOG.

Korakrit Arunanondchai Mengontemplasi Memori Dalam 'Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen'