CULTURE

29 Oktober 2021

8 Film Horor Asia Untuk Suasana Halloween Lebih Mencekam


8 Film Horor Asia Untuk Suasana Halloween Lebih Mencekam

Bicara tentang film horor, untuk saya pribadi, sepertinya tak ada yang dapat mengalahkan efek kengerian dari yang ditimbulkan oleh sinema horor Asia. Jujur saja, siapa yang tidak merinding dengan kisah mencekam Malam Jumat Kliwon atau Malam Satu Suro? Barangkali karena faktor geografis serta budaya masyarakat yang tak terlalu berbeda jauh, ketimbang film-film Amerika dan Eropa, sehingga saya merasa lebih terhubung dengan cerita-cerita seram Asia. Jadi di setiap Halloween, sinema horor Asia pun senantiasa masuk dalam daftar tontonan di antara Scream, Nightmare on Elm Street, The Grudge, dan serangkaian film-film seram klasik lainnya yang meramaikan saluran tv kabel.

Untuk memaksilkan suasana Halloween Anda di tengah pandemi, tahun ini kami mengurasi sejumlah film horor dari berbagai negara Asia; Indonesia, Jepang, Korea, Thailand, Filipina, hingga Irak. Ambil berondong jagung Anda, redupkan lampu, dan siap-siap larut dalam kengerian yang mendebarkan hati!

Under the Shadow (2017)

Nonton di: Netflix

Under the Shadow adalah salah satu bukti bahwa dunia sinema patut lebih sering melirik sudut pandang horor sineas di luar Amerika Serikat. Penceritaan sutradara Babak Anvari mengambil latar di Teheran tahun 1988, kala perang antara Iran dan Irak memanas mencapai puncaknya. Malam-malam di mana sirene mengudara lantang seiring rangkaian ledakan tanpa henti menghantam kota membangun suasana plot kian mencekam. Dibumbui alegori politik yang memperlihatkan diskriminasi terhadap perempuan, pemeran utama pengarah cerita ialah sosok Shideh (diperankan oleh Narges Rashidi) bersama putrinya, Dorsa. Dalam kisahnya, sebuah rudal jatuh menabrak atap gedung lantai apartemen tempat tinggal Shideh. Alih-alih meledak, Shideh meyakini bahwa rudal tersebut membawa kekuatan jahat yang berusaha merasuki jiwa Dorsa.

Pengabdi Setan (2017)

Nonton di: Netflix, iflix, Disney+ Hotstar

Joko Anwar berhasil mempresentasikan kembali film horor cult tahun 1982 berjudul sama lewat kemasan segar yang membuat jantung para penonton berdegup cepat dalam kengerian. Pengabdi Setan menceritakan sebuah keluarga yang mulai mendapat runtunan peristiwa mistis hingga 'kunjungan' entitas gaib, hingga akhirnya mengetahui bahwa mereka terikat dalam lingkar kutukan kuno. Setiap pertolongan berbuah kematian, dan kian menjauhkan pembebasan. Tidak ada jalan keluar penuh kedamaian. Narasi akhirnya dibalut unsur kebaruan yang memperkuat latar cerita karakternya.

JU-ON: Origins (2020)

Nonton di: Netflix

Sutradara Takashi Shimizu pertama kali melepaskan teror Ju-On pada tahun 2003. Filmnya pecah di pasaran. Membangkitkan basis penggemar di segenap penjuru dunia, hingga menjadi film waralaba yang tak kunjung selesai dieskplor. JU-ON: Origins—meski sama-sama diluncurkan tahun 2020 silam—berbeda dari reboot film The Grudge besutan Nicolas Pesce. JU-ON: Origins, yang merupakan serial produksi Netflix ini, mengajak para penontonnya lebih mendalami tentang ragam teror yang berasal dari rumah terkutuk dan mengekslorasi sisi kelam manusia. Penceritaannya memegang teguh tradisi Ju-On akan alur labirin, narasi yang tumpang tindih, serta mengikuti perjalanan karakter melintas periode waktu. Digarap dalam kisah bersambung sebanyak enam episode; namun setiap babaknya berdurasi hanya 25 - 30 menit. Cukup menarik untuk satu putaran maraton seram di malam Halloween bersama para sahabat.

Seklusyon (2016)

Nonton di: Amazon Prime Video

Elemen keagamaan dipadu unsur kepercayaan lokal digodok menjadi formula apik sutradara Erik Matti (yang telah menegaskan namanya di ranah noir kriminal lewat On the Job dan Honor Thy Father) membangunkan bulu tengkuk para penonton. Seklusyon (atau dalam judul internasionalnya, Seclusion) dilatari ortodoksi Kristen, dan takhayul yang berkembang di masyarakat lokal Filipina untuk menelanjangi kemunafikan seorang manusia. Skenario tulisan Anton Santamaria membawa Anda mengikuti perjalanan empat diakon melakukan retret penyucian jiwa ke biara di berbagai provinsi sebelum ditasbihkan sebagai pendeta. Serangkaian godaan mulai mengacaukan pikiran dan menyerang spiritual para diakon, tatkala berpapasan dengan komunitas penganut 'aliran sesat' yang dipimpin oleh seorang biarawati dan anak perempuan, yang dipercaya memiliki kekuatan penyembuh. Suasana kuno set tahun 1947 (usai berakhirnya Perang Dunia II di mana Filipina berselimut trauma dan kegilaan pasca perang, dibanjiri kelaparan serta kemiskinan) yang sinematik melatari jalan ceritanya menjadi kian suram. Tak heran bilamana film ini kemudian berhasil memenangkan sembilan penghargaan di Festival Film Metro manila.

A Tale of Two Sisters (2003)

Nonton di: Amazon Prime Video

A Tale of Two Sisters berhasil menggeser kedudukan The Matrix Reloaded dari posisi teratas, pada masa perilisan perdananya. Naskahnya ditulis dan disutradari oleh Kim Jee-woon. Mengacu pada cerita rakyat tradisional Korea (Bunga Mawar dan Teratai Merah), plotnya berfokus pada dua perempuan muda yang keluar dari institusi kejiwaan untuk pindah tinggal bersama sang ayah dan di bawah asuhan ibu tiri. Tetapi gambaran tentang kehangatan keluarga meluruh tatkala bayang-bayang arwah perempuan meneror mereka. Ditulis dan disutradarai oleh Kim Jee-woon secara manipulatif untuk menciptakan keresahan bagi para penonton.

Sebelum Iblis Menjemput (2018)

Nonton di: Netflix, iflix, Disney+ Hotstar

Perjanjian dengan iblis yang mempertaruhkan jiwa manusia merupakan salah satu tajuk utama dalam industri sinema horor. Tertapi Sebelum Iblis Menjemput meningkatkan level gore dalam nuansa film slasher Indonesia, ketika Timo Tjahjanto menggarapnya dengan elemen kekerasan sadis yang membuat dahi mengernyit. Kita bicara tentang tumpahan darah tanpa henti, mutilasi tubuh dan efek suara yang membuat ngilu. Keserakahan manusia menjadi titik penentu alurnya yang mengeskplorasi elemen supernatural. 10 tahun masa perjanjian dengan iblis, Lesmana (diperankan oleh aktor senior, Ray Sahetapy) dihadapkan pada takdir kematian yang mengerikan, hingga menyeret seluruh keluarganya ke dalam kegelapan.

The Wailing (2016)

Nonton di: Amazon Prime Video

The Wailing menawarkan kisah horor tradisional. Berlatarkan kehidupan sebuah desa kecil, dan terpencil, di dekat hutan. Rangkaian peristiwa kematian misterius yang meneror warga desa mengawal alur ceritanya. Kisah dimulai ketika seorang polisi (diperankan oleh Kwak Do-won) menginvestigasi sejumlah kasus kematian tak wajar; tubuh korban timbul bisul aneh dan matanya berkabut. Seorang imigran Jepang (diperankan oleh Jun Kunimura) yang baru pindah tinggal di hutan di pinggiran kota sesaat sebelum teror berlangsung menjadi tersangka utama para warga. Situasi makin ricuh tatkala seorang perempuan (diperankan oleh Chun Woo-he) muncul dengan membawa peringatan akan sebuah bencana besar, yang kemudian menuntun penyelidikan pada ritual pengusiran setan. Karya besutan sutradara Na Hong-jin ini tidak mengandalkan efek jump scare. Alih-alih justru menyeret penontonnya, secara perlahan, ke dalam rasa keputusasaan setiap karakternya yang membungkus alur cerita secara apik.

Laddaland (2011)

Nonton di: Fshare TV,

Alur ceritanya mengikuti kehidupan keluarga Thee yang baru pindah tinggal di kompleks pengembangan perumahan yuppie Laddaland. Kehidupan baru yang tampak menyenangkan berubah perlahan, seiring peristiwa misterius mulai bermunculan. Mulai dari sikap para tetangga yang mencurigakan, hingga ditemukannya jasad seorang pembantu rumah tangga yang membusuk di lemari es dan membayang-bayangi keluarga Thee. Sebuah fakta tentang film besutan Sopon Sukdapi (salah satu penulis film horor The Shutter yang 'meledak' di tahun 2004) ini ialah masyarakat menduga kisahnya berdasarkan referensi nyata pengembangan sebuah kondominium (yang dikabarkan berhantu) di Changmai, Bangkok. Mengingat set latar filmnya sendiri turut berlokasi di daerah tersebut; apakah sejatinya sekadar kebetulan?