10 November 2025
Ikmal Awfar Menafsirkan Kemanusiaan dengan Pameran Tunggal Pertama Bertajuk ‘Self’
Identitas manusia selalu menjadi lanskap yang luas dan berlapis, tersusun dari pengalaman dan ingatan yang bersifat kolektif sekaligus personal. Dalam upaya memahami bagaimana seseorang dapat dikenali oleh orang lain, seniman dan fotografer Ikmal Awfar mengajak untuk menelusuri kompleksitas komunikasi visual yang terjalin antara tubuh, cahaya, dan teknologi. Melalui eksperimen terbarunya, ia memusatkan perhatian pada hubungan antara fotografi dan upaya mengidentifikasi keragaman manusia, menghadirkan eksplorasi yang tajam mengenai bagaimana citra dapat menjadi bahasa untuk memahami diri dan sesama.
Ikmal Awfar dikenal sebagai fotografer dan sutradara dengan pendekatan yang khas, memadukan kreativitas eklektik dengan kedalaman visi, menghasilkan citra visual yang tidak hanya estetis namun penuh makna. Sebagai seniman multidisipliner, ia melihat tubuh manusia sebagai lanskap ekspresi yang terus berubah, tempat setiap bentuk menari dalam keseimbangan dan mengungkap pergulatan batin yang membentuk keutuhan diri. Dari sinilah, terlahir Self.
“Awalnya adalah karena saya mulai merasa capek dengan bagaimana orang mendefinisikan saya, jadi disini saya menggali diri saya sendiri. Oleh karena itu pameran ini sangat personal bagi saya karena merupakan dialog antara saya dan diri serta saya dan orang-orang terdekat saya, dimana kita membicarakan lagi how to be human and how to respect human. Ini semua adalah refleksi dari dialog tersebut.” Jelas Ikmal mengenai kontemplasi yang menjadi awal inisiasi Self. Dengan menjadikan mata, kulit, tubuh, dan tanda lahir sebagai jangkar visual, Ikmal menelusuri batas antara individu dan kolektivitas. Ia menjadikan fotografi sebagai ruang dialog yang merekam kejujuran manusia dalam segala kompleksitasnya. Dalam pameran ini, ia tampil bukan hanya sebagai fotografer, tetapi juga sebagai subjek yang memantulkan pandangan banyak manusia, menjadikan dirinya sekaligus mata dan kamera. Selain dirinya, Ikmal turut ‘menangkap’ sosok orang-orang terdekat yang kerap dipercaya untuk berkolaborasi dengannya, yakni Liko Sukhoy dan Allysha Nila.

Liko Sukhoy, yang merupakan otak dibalik LIKO Art & Design Studio, tak hanya menjadi subjek untuk Self, melainkan juga merancang identitas grafis yang turut memperkaya pameran Ikmal. “Pameran ini sebetulnya sudah lama digagaskan, dari sekitar tahun 2022 atau 2023,” ujar Liko, “semuanya penuh pemikiran, misalnya bentuk logo tulisan Self itu sendiri kita buat menggunakan dot treatment untuk menggemakan karya foto Ikmal yang banyak membicarakan partikel tubuh. Pencetakan foto-fotonya juga kami desain sedemikian rupa dengan beberapa teknik, antara lain menggunakan bahan stainless steel yang dilapisi dan dicetak. Dengan teknik ini, partikel-partikel terkecil dari karya Ikmal dapat terlihat secara jelas ketika disinari dengan flash ponsel, memberikan pengalaman yang lebih mendalam.”
Allysha Nila, seorang fashion stylist yang juga mengajar bidang fashion styling, mengungkapkan bahwa cukup lama untuk Ikmal menentukan apa yang ingin dibahas dalam pameran yang telah digagaskan hampir 3-4 tahun lalu ini. “Hingga akhirnya ia kembali ke dirinya sendiri and I think it’s very apt. Uniknya, meskipun pameran ini berjudul Self, ia tidak memilih pendekatan yang terlalu literal, karena ia mencari bagian-bagian dari dalam dirinya sendiri pada orang lain dan juga orang-orang terdekatnya. Kebetulan ia meminta untuk memotret saya, untuk memperlihatkan ‘wajah’ saya, and I think it was a very vulnerable process. Karena, tentu saja, Anda harus mempercayai seseorang untuk bisa memperlihatkan luka Anda padanya.”
Bagi Ikmal, fotografi bukan sekadar alat, melainkan cara berpikir dan menerjemahkan gagasan visual. Melalui lensa miliknya, ia mengajak untuk menelusuri bukan hanya apa yang tampak di permukaan, melainkan juga narasi-narasi yang tersembunyi di baliknya, menenun kisah yang menggugah tentang kemanusiaan di era modern. Ia memperlakukan kamera seperti perpanjangan dari pandangan batin, bukan hanya penangkap gambar, tetapi juga perekam makna. Melalui beragam pendekatan—dari penggunaan kamera sebagai saksi kelahiran manusia, seluloid yang diproyeksikan menjadi ilusi tubuh, hingga refleksi filosofis tentang kesamaan antara kerja kamera dan mata manusia—Ikmal menelusuri pertanyaan yang begitu pribadi: apa sebenarnya makna menjadi manusia? Mengapa keberagaman yang indah sering kali disempitkan menjadi kategori tertentu, baik melalui nilai sosial maupun ciri visual yang kasat mata?
Pameran tunggal Self menampilkan tiga format karya yang terdiri dari lebih dari dua puluh foto terbaru Ikmal Awfar. Dibuka pada 25 Oktober 2025 dan berlangsung hingga 7 November lalu di Ruang Studio, Plaza Bisnis Kemang, Jakarta Selatan, presentasi ini menjadi wadah perenungan tentang visualitas dan eksistensi manusia dalam bingkai kontemporer. Pameran ini dikuratori oleh Bob Edrian, kurator lepas yang berbasis di Jakarta dan pendiri platform seni bebunyian Audial Plane di bawah naungan Orange Cliff Records. Dengan latar penelitian yang menyoroti perkembangan seni media dan seni bunyi, Bob dikenal lewat proyek-proyek kuratorial seperti Bandung New Emergence Vol. 6: Listen! (2016), Intomedia (2017), Soemardja Sound Art Project (2018), International Media Arts Festival Instrumenta (2018–2019), dan Universal Iteration (2021–2023). Karyanya juga tercatat dalam publikasi The Bloomsbury Handbook of Sound Art (2020) oleh Bloomsbury Publishing, London.
Melalui kolaborasi para pemikir visual ini, pameran Ikmal Awfar menjadi lebih dari sekadar presentasi fotografi. Ia menjelma sebagai ruang reflektif tempat manusia, cahaya, dan teknologi saling menatap dan dalam tatapan itu, kita menemukan kembali makna menjadi manusia.