CULTURE

18 Agustus 2025

Jalan Panjang Pelindungan Obyek Pemajuan Kebudayaan Indonesia


Jalan Panjang Pelindungan Obyek Pemajuan Kebudayaan Indonesia

Text by Indah Ariani - (photo: Angelie Chow (Persona) photography by Zaky Akbar for ELLE Indonesia Agustus 2024; styling Sidky Muhamadsyah)

Di museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, medio Mei 2024 lalu Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia meluncurkan Indonesian Heritage Agency (IHA). Lembaga yang sebenarnya telah berdiri sejak 1 September 2023 ini, diberi tanggung jawab untuk mengelola 18 museum dan 34 cagar budaya nasional yang berada di berbagai daerah di Indonesia.

Visi dan misi yang diusung oleh IHA adalah untuk menjadikan museum dan cagar budaya sebagai ruang kolaboratif terbuka yang memperkaya pengetahuan sejarah dan budaya, juga memastikan pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya Indonesia berjalan optimal.

Langkah untuk mengoptimalkan museum dan cagar budaya ini tentu saja amat dibutuhkan ketika berbagai upaya penyelamatan obyek pemajuan kebudayaan yang ditandai dengan antara lain memperjuangkan repatriasi, atau pengembalian artefak-artefak bersejarah yang tersebar di luar negeri untuk “pulang kampung” ke Indonesia. Sebab keselamatan dan keamanan artefak-artefak tersebut setelah kembali ke rumahnya, menjadi tugas penting yang wajib dipikirkan.

Dalam siaran pers yang dilansir oleh Ditjen Kebudayaan berbarengan dengan peresmian tersebut, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan bahwa pendirian IHA merupakan sebuah upaya pemancangan tonggak penting dalam upaya pelestarian warisan budaya di Indonesia. “Hal ini bukan hanya tentang pengelolaan museum dan cagar budaya, tetapi juga tentang bagaimana kita, sebagai bangsa, memanfaatkan dan merawat kekayaan budaya yang kita miliki,” Hilmar mengatakan.

Menurutnya, museum dan cagar budaya harus dikelola dengan cara yang lebih profesional, sehingga betul-betul menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan yang menyenangkan bagi masyarakat. “Sebagai warisan budaya, Museum dan Cagar Budaya pasti harus dilindungi, namun lebih penting ia memberi manfaat bagi masyarakat,” Hilmar menegaskan. Ia berharap IHA dapat menjadi motor penggerak dalam mewujudkan masyarakat yang berbudaya.

Komitmen IHA untuk memelihara dan melestarikan warisan budaya serta sejarah Indonesia, menurut Pelaksana tugas (Plt.) Kepala IHA, Ahmad Mahendra, dapat diwujudkan melalui dua upaya, yakni “Optimalisasi standar pelayanan dan pengelolaan serta konsistensi upaya revitalisasi yang merata pada seluruh museum dan cagar budaya dibawah naungan IHA adalah kunci untuk meningkatkan pengalaman pengunjung, sekaligus mendekatkan diri kepada publik.”

Mahendra juga mengatakan bahwa melalui IHA, Kemendikbudristek ingin mengejawantahkan komitmennya untuk mengembangkan dan menerapkan kaidah- kaidah pelindungan dan pelestarian objek-objek pemajuan kebudayaan serta bangunan cagar budaya yang mencakup pemeliharaan fisik, pemahaman dan juga penyebaran ilmu pengetahuan mengenai aspek-aspek budaya. “Melalui pendekatan ini, IHA berusaha memastikan bahwa warisan budaya Indonesia terlindungi secara holistik, mempertahankan nilai historis serta keotentikannya untuk generasi mendatang," Ahmad menjelaskan.


ARTEFAK BERSEJARAH “PULANG KE RUMAH”

Seperti diketahui, pada 10 Juli 2023 silam, sebuah momentum penting dalam langkah penyelamatan obyek pemajuan kebudayaan terjadi dan menjadi salah satu pencapaian penting. Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerima 472 koleksi benda-benda bersejarah dari pemerintah Belanda. Penyerahan tersebut dilakukan oleh Menteri Muda bidang Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan, Kerajaan Belanda, Gunay Uslu, di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Sebanyak 472 benda bersejarah yang diserahkan saat itu, dibagi menjadi empat kelompok koleksi yang dipulangkan secara bertahap.

Kelompok pertama terdiri dari sebuah Keris Puputan Klunkung dari Kerajaan Klungkung, Bali; empat arca era Kerajaan Singasari; 132 benda seni koleksi Pita Maha Bali; dan 335 harta karun jarahan Ekspedisi Lombok 1894. Dalam kelompok koleksi kedua, terdapat empat arca era Kerajaan Singasari yang merupakan primadona dari abad ke-13 Masehi, selama ini tersimpan di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Empat arca ini berasal dari Candi Singasari yang didirikan untuk menghormati kematian Raja Kertanegara, dinasti terakhir Kerajaan Singasari. Empat arca tersebut adalah Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha.

Lalu pada kelompok koleksi ketiga ada 132 benda seni koleksi Pita Maha Bali antara lain karya lukisan, ukiran kayu, benda-benda perak, dan tekstil para maestro seniman yang tergabung di dalam kelompok seni Pita Maha. Salah satunya, Paguyuban seniman Bali yang didirikan pada 29 Januari 1936 oleh Tjokorda Gde Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad, Walter Spies, dan Rudolf Bonet. Sementara dalam kelompok koleksi keempat, terdapat 335 benda yang merupakan objek dari Puri Cakranegara, Lombok, sebelumnya tersimpan di Tropenmuseum, sedangkan Keris Puputan Klungkung sudah sejak lama menjadi koleksi Museum Volkenkunde, Leiden. Beberapa bulan sejak kepulangannya, benda-benda bersejarah hasil repatriasi itu sempat dirayakan kedatangannya sekaligus dikenalkan pada masyarakat melalui penyelenggaraan pameran repatriasi yang diselenggarakan di Galeri Nasional pada 28 November-10 Desember 2023 silam.

Dikuratori oleh Bonnie Triyana, sejarawan yang juga merupakan Sektretaris Tim Repatriasi Indonesia, pameran repatriasi tersebut sengaja digelar untuk membuka peluang dialog serta mendorong penelitian di dalam negeri. “Melalui pameran ini, kami juga menyajikan cerita sejarah dan makna di balik artefak dan benda-benda tersebut, bagaimana perjalanan benda itu dari kawasan Nusantara dan berabad-abad ada di luar negeri," Bonnie mengatakan dalam agenda tur kuratorial untuk media seperti dikutip oleh Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara melalui laman Antara News.

photo Getty Images.

AGENDA BESAR PEMAJUAN KEBUDAYAAN

Dalam Undang-undang (UU) Pemajuan Kebudayaan, penyelamatan dan pelindungan atas objek pemajuan kebudayaan telah masuk dalam agenda besar yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, melalui direktorat jenderal kebudayaan yang bernaung dalam departemen pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi republik Indonesia. Pemajuan Kebudayaan sendiri, merupakan upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

Penyelamatan ini terwujud melalui revitalisasi, repatriasi, dan restorasi Objek Pemajuan Kebudayaan. Revitalisasi berkenaan dengan upaya-upaya menghidupkan kembali unsur-unsur kebudayaan yang telah atau hampir musnah dengan peninjauan, penggalian, perekaan ulang, hingga penggunaan dalam kehidupan sehari-hari. Repatriasi merupakan upaya-upaya pengembalian unsur-unsur kebudayaan nasional yang berada di luar wilayah Republik Indonesia ke dalam negeri melalui pembelian, kerjasama pengembalian, hingga advokasi di tingkat internasional. Sementara restorasi adalah upaya-upaya pemulihan unsur-unsur kebudayaan yang rentan atau rusak ke kondisi semula.

Itu sebabnya, ketika UU tersebut disahkan pada 2017, memulangkan kembali benda-benda bersejarah dan artefak-artefak purbakala milik Indonesia yang berada dalam penguasaan negara lain, merupakan salah satu langkah yang segera diupayakan. Seperti dituliskan oleh Koalisi Seni Indonesia dalam laman Pemajuan Kebudayaan (www.pemajuankebudayaan.id), istilah Pemajuan Kebudayaan tidak muncul tiba-tiba, melainkan sebuah istilah yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa yang termaktub dalam pasal 32 Undang-undang Dasar 1945. Dalam pasal tersebut tertulis bahwa, “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.” Hal tersebut menjadi penegas bahwa para pendiri bangsa kita percaya bahwa kebudayaan merupakan salah satu pilar utama kehidupan dan kemajuan sebuah bangsa yang harus dengan serius diurus negara.

Setelah kepulangannya melalui proses repatriasi, benda-benda bersejarah ini, tentu saja amat perlu dijamin perlindungan dan perawatannya. Dalam UU Pemajuan Kebudayaan disebutkan, pelindungan merupakan upaya menjaga keberlanjutan Kebudayaan yang dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi.

Terjadinya kebakaran besar di Museum Nasional pada September 2023 yang menjadi tempat transit benda-benda tersebut sebelum dikirimkan ke berbagai museum dan cagar budaya yang akan menjadi lokasi tetapnya, sempat menimbulkan keraguan akan kemampuan pelindungan dan perawatan oleh pemerintah Indonesia. Namun keraguan tentu akan menjadi preseden buruk bagi jalan panjang pemajuan kebudayaan. Terlebih bila masyarakat memiliki kesadaran bahwa pemajuan kebudayaan, termasuk di dalamnya pelindungan terhadap objek-objek pemajuan kebudayaan sejatinya merupakan agenda besar bangsa yang harus didukung dan diperjuangkan bersama. Gagasan untuk membentuk IHA tampaknya bisa menjadi pintu bagi masyarakat untuk terlibat aktif mengambil bagian dalam pemajuan kebudayaan. Bergandengan tangan dan bergotong-royong pasti akan membuat pekerjaan seberat apa pun dapat dilakukan.