CULTURE

4 Juli 2024

Larut Hiruk-Pikuk Kultur Melbourne, Terpincut Karisma Kota Kecil, hingga Menjelajah Alam Victoria di Australia


Larut Hiruk-Pikuk Kultur Melbourne, Terpincut Karisma Kota Kecil, hingga Menjelajah Alam Victoria di Australia

photo DOC. Tourism Australia

“Apakah Anda tahu jika Melbourne merupakan salah satu dari sepuluh kota paling layak huni di dunia? Tahun ini kami berada di urutan keempat. Tapi kami tetap nomor satu di Australia, bahkan mengungguli Sydney!” ujar Mike, sopir yang menjemput kami dari Tullamarine Airport, menjalin suasana akrab dalam mobil di perjalanan menuju hotel. Kendati penuturan Mike bukan sebuah informasi baru, menarik mendengar ia berkisah penuh kebanggan atas prestasi kotanya. Predikat tersebut diperoleh Ibu Kota Negara Bagian Victoria itu berdasarkan hasil survei lembaga The Economist Intelligence Unit (EIU). Landasan daftar EIU sendiri mengacu pada banyak parameter; di antaranya kualitas sistem kesehatan, mutu pendidikan, stabilitas sosial, serta pertumbuhan infrastruktur, tata kota dan kebudayaan. Saat menyelisik terkait prestasi Melbourne, kota ini bahkan pernah berturut-turut menduduki peringkat pertama Global Liveability Ranking versi EIU pada kurun tahun 2011-2017. Apa yang mendorongnya lengser dari tahta selama enam tahun terakhir? Saya yakin variabelnya bervariasi, namun kemunduran kota ini jelas bukan faktornya. Sebab, dari tahun ke tahun, poin penilaian Melbourne selalu jauh melampaui rata-rata hingga nyaris menyentuh sempurna.

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia.

Kota Melbourne terbentang di sepanjang Sungai Yarra, yang alirannya seolah-olah membelah sisinya jadi dua. Kami berkunjung di bulan terakhir musim gugur, manakala dedaunan kuning berguguran dan angin sejuk berhembus semakin dingin. Hari masih petang saat kami mendarat. Saya memutuskan berjalan-jalan menyisir pusat kota. Di Melbourne, kebanyakan gerai, butik, kafe dan kedai kopi tutup pintu pukul 5 sore; sementara pusat perbelanjaan mematikan lampu pukul 7 malam. Kontras dengan Jakarta yang terbiasa memiliki kafe atau kedai kopi buka sampai 15 jam. “Di Seoul, bahkan ada kafe 24 jam!” kata Seo-hee, perempuan sesama rekan jurnalis asal Korea Selatan. Seorang laki-laki asli Sydney, Nick, yang bekerja untuk Tourism Australia berujar, “Kami mencoba untuk hidup seimbang. So it means, work and life balance.”


Photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia.

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia.

Tapi kota ini tidak lantas tidur. Restoran, bar dan kelab, hingga gedung-gedung tempat pertunjukan angkat tirai menyemarakkan suasana kota. Saat saya melawat, teater musikal Wicked tengah menjadi agenda pertunjukan di The Regent Theatre. “Saya telah berkecimpung di industri ini selama puluhan tahun, dan saya bisa melihat jika seni pertunjukan teater telah berkembang begitu masif di Australia,” ungkap Simon Burke, sang aktor pemeran The Wizard dalam pertunjukannya. Kami berbincang sambil bersantap di Supernormal, restoran fine dining spesialis hidangan fusion Asia, usai saya mengikuti tur belakang panggung The Regent Theatre bersama Localling.

photography Jeff Busby for Tourism Australia

photo DOC. Visit Victoria

Warga Australia memang cukup dikenal artistik, bukan cuma sebagai penikmat tapi juga pelakunya. Salah satu kesenian yang tumbuh subur: mural. Banyak dinding di puluhan gang dan jalan-jalan di berbagai kota negara bagian Australia dihiasi mural. Pelukisnya beragam, meliputi penduduk sekitar, seniman lokal, hingga nama besar dunia sekelas Banksy pernah mengguratkan catnya. Turis juga diperbolehkan jika ingin berkreasi. Kebebasan ekspresi itu legal, namun mohon taat aturan. Tidak semua tempat boleh dihias mural, masing-masing pemerintah kota telah menetapkan area khusus untuk mewadahi kreativitas masyarakat. Di Melbourne, di antaranya bisa ditemukan di Hosier Lane, Flinders Way, hingga sejumlah area di kawasan Fitzroy yang terkenal sebagai arena seniman.

photo Getty Images

State Library Victoria (photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia)

Art Restoration centre at National Gallery of Victoria (photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia)

Paras artistik negeri Australia juga tampak jelas lewat pengelolaan tata kota yang menawan. Jukstaposisi antara bangunan modern dan gedung-gedung tua ala Victorian kaya desain art deco peninggalan masa lampau menciptakan karakter distingtif garis desain kota secara menarik. Eksistensi gedung pencakar langit senantiasa bergandengan selaras ruang terbuka hijau. Pohon-pohon lestari di pinggir jalan. Anda bisa menghirup napas panjang tanpa khawatir diikuti batuk. Infrastruktur jalan juga patut dipuji; trotoar digarap lebar sehingga ramah pejalan kaki, dan jalur khusus sepeda dipelihara baik. Moda transportasi publik pun semakin dimuliakan. Semua itu setidaknya saya rasakan di Melbourne. Tidak heran kota ini berpredikat layak huni. Terlebih, konon, biaya hidup di Melbourne digadang-gadang lebih terjangkau dibandingkan Sydney (atau kota metropolitan lain seperti Hong Kong dan Singapura), sehingga jadi favorit destinasi perantau maupun pelancong.

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

Melbourne tidak pernah sepi (kecuali ketika pandemi Covid-19 tengah pecah). Tapi suasana CBD tampak menggempita lebih dari biasanya. Terlepas dari 4.9 juta lebih penduduknya—belum termasuk turis—kota ini tengah dibanjiri ribuan tamu undangan Tourism Australia untuk perhelatan bursa dagang tahunan Australian Tourism Exchange edisi ke-44 (ATE24). Berlangsung pada 19-24 Mei 2024, Victoria yang ditunjuk sebagai tuan rumah tahun ini memusatkan kegiatan ekshibisi di Melbourne Convention and Entertainment Centre. Lebih dari 3.100 delegasi dari berbagai negara—termasuk ELLE Indonesia—berkumpul untuk menyimak kebaruan pariwisata yang ditawarkan enam negara bagian Australia. Ratusan ekshibitor dari beragam industri pariwisata dan ekonomi kreatif Australia ikut terlibat langsung mempresentasikan nilai-nilai unggul cerminan negaranya. Dalam membesarkan ranah pariwasata, masing-masing negara bagian mengusung kampanye global yang berkarakter. Meski begitu, seluruhnya sepakat menyoroti nilai warisan identitas, sustainability, keberagaman, agritourism, serta kekayaan lanskap geografi Australia. “Keberagaman adalah tajuk utama nilai Victoria. Di wilayah kami, Anda bisa menemukan pengalaman apa pun, and every bit different. Anda bisa menikmati ragam bentuk kesenian, wisata kuliner, hingga menjelajah alam,” ujar Brendan McClements, CEO Visit Victoria. Ia tidak bercanda, kita benar-benar bisa mendaki gunung selagi berkunjung ke Melbourne—kendati tidak benar-benar di kota.

The Grampians; photo DOC. Visit Victoria

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

Melbourne bersemayam di kawasan hutan Pegunungan Alpen—yang dikenal sebagai High Country—di bagian tenggara daratan Australia. Menempuh tiga setengah jam perjalanan darat ke arah barat dari kota, saya bersama sejumlah rekan media dari berbagai negara menginjakkan kaki di Grampians National Park. Lanskap wilayahnya dikelilingi pegunungan, bukit vulkanis, lembah terjal dan curam, hutan konservasi, serta padang rumput di mana kawanan besar kanguru berkeliaran bebas. “Kanguru hampir hidup di semua teritori Australia. Tapi mungkin, Anda bakal kesulitan menemukannya dalam jarak dekat seperti ini kalau di kota,” ujar Graham, pemandu dari Get Lost Travel. Dekat dengan kanguru, emu, dan powerful owl, Grampians bukan rumah koala dan tasmanian devil. “Sayangnya, sejak peristiwa kebakaran besar bertahun-tahun lalu, koala hampir tidak pernah terlihat berkeliaran di sini,” cerita Graham. Titik ekspedisi kami berlokasi di jalur pendakian Mount William, puncak tertinggi di Grampians (1.167 meter di atas permukaan laut). Jalur pendakiannya selayaknya situs purbakala, berpasir jika tidak berbatu. Bongkahan batu raksasa pun tersebar menutup jurang hingga membentuk paras bukit. Pohon-pohon eukaliptus menjulang tinggi, blackboy, dan berbagai vegetasi langka seperti xanthoria parietina mengemas habitat liarnya. Sebab itu, para pendaki diwajibkan mencuci sepatu dengan cairan antiseptik khusus yang tersedia di gerbang jalur pendakian, untuk meminimalisasi dampak kerusakan flora dari bakteri asing.

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

Butuh waktu minimal tiga hari untuk menjelajahi seluruh wilayah Mount William. Area camping dan glamping tersebar di sejumlah titik peristirahatan di atas gunung. Jika cuma punya waktu setengah hari, Anda bisa mencapai Werdug Walk-in Campground yang kerap dijadikan persinggahan pertama. Di sana, kabin bergaya arsitektur Nordic besutan Noxon Giffen (yang meraih penghargaan Gold Winner dan Good Design Award) menyambut nyaman para pendaki untuk melepas lelah ditemani panorama alam spektakuler. Pilihan lain untuk waktu lebih singkat adalah menyambangi Boroka Lookout berlatarkan pemandangan danau buatan Bellfield Lake di antara topografi berbukit.

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

Kitchen Garden; photo DOC. Royal Mail Kitchen Garden

Kehidupan wilayah Grampians ditopang oleh kota-kota kecil di sekitarnya. Kami mampir ke beberapa di antaranya, Ballarat Dunkeld, Halls Gap, dan Willaura. Masing-masing menawarkan pesona countryside yang karismatik dengan arsitektur modern berpadu estetika kolonial eropa menata bangunan-bangunan kota. Perkebunan anggur terhampar berhektar-hektar. Turis disambut baik jika ingin berkunjung dan melakukan wine tasting. Mayoritas bahan pangan dan produk ekonomi kreatif adalah produksi lokal. Karenanya, setiap restoran rata-rata memiliki kebun bahan pangan sendiri, seperti restoran hotel Mount William Station di Willaura, juga Babae asuhan Hotel Vera di Ballarat.

photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia

Steak daging kanguru (photography Ayu Novalia for ELLE Indonesia)

Bepergian ke Melbourne, dan kota-kota kecil di sekitar Victoria, barangkali tidak bisa serta-merta menggambarkan keseluruhan Australia. Tapi satu kesan yang bisa saya tangkap lewat perjalanan ini: Anda memang bisa menemukan segala hal di negeri Australia. Sebagaimana kata Brenda, keberagaman merupakan nilai esensial negaranya. Saya kira bukan cuma perkara penduduknya yang kian beragam karena mulai ramai pendatang, tetapi juga kekayaan infrastruktur dan alam yang membentuk Australia layak disebut sebagai destinasi pelesiran komplit.