FASHION

15 Oktober 2025

Mel Ahyar Archipelago Hidupkan Warisan Budaya Tanah Laut di Atas Panggung Mode


Mel Ahyar Archipelago Hidupkan Warisan Budaya Tanah Laut di Atas Panggung Mode

Text by Syavilla Ramadhani; (photo: Doc. Mel Ahyar Archipelago)

Kain Sasirangan khas Tanah Laut, Kalimantan Selatan, menjadi bintang di barisan koleksi wastra Mel Ahyar Archipelago kali ini. Menyemarakkan spasial Plaza Indonesia Fashion Week awal Oktober silam, semarak motif dan warna kain ini mengambil inspirasi dari keindahan dan kekayaan budaya Kabupaten tersebut. Melalui karyanya, Mel Ahyar mencoba mengupas lapis demi lapis identitas Tala, mulai dari sejarah transmigrasi yang membentuk simpul keberagaman hingga semboyan “Tuntung Pandang”, yang memiliki makna pandangan jauh ke depan yang menjadi cerminan semangat masyarakatnya.

Koleksi bertajuk Tanah Laut ini merupakan interpretasi ulang kain Sasirangan ke dalam structured tailoring yang terinspirasi dari figur Pahlawan Nasional asal Banjar, Pangeran Antasari, dengan sentuhan twisted beauty khas Mel Ahyar. Motif Kejujuran dan Seribu Sungai didekonstruksi menjadi kurva topografis yang merefleksikan kekayaan bentang alam Tanah Laut, dilengkapi aksesori tas anyaman purun sebagai elemen lokal yang tak terpisahkan dari identitas daerah.





Di bawah arahan penata gaya Hagai Pakan, peragaan busana ini menonjolkan harmoni antara kekuatan siluet dan kelembutan palet warna alami. Kehadiran para muse yang merepresentasikan generasi kreatif masa kini memperkuat pesan bahwa keindahan tradisi dapat dihidupkan kembali dengan semangat baru. Tanah Laut pun tampil bukan hanya sebagai koleksi mode, melainkan narasi puitis tentang daerah yang berdaya cipta, berakar kuat, dan terbuka terhadap perubahan.

Namun kisah Tanah Laut tidak berhenti di atas panggung mode. Melalui rumah mode Maison MAC, Mel Ahyar bersama Arie Panca menggagas program inkubasi Tala Wastra Berdaya atas prakarsa Ibu Dian Rahmat Trianto, selaku Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kabupaten Tanah Laut. Program ini hadir dari kesadaran bahwa wastra Tanah Laut menyimpan potensi luar biasa yang perlu diiringi dengan pendampingan strategis agar para pelaku usaha kecil menengah mampu berkembang dan berdaya saing tinggi.

CEO Maison MAC, Arie Panca, mengungkapkan bahwa dukungan terhadap kemajuan usaha kecil menengah tidak dapat dilakukan melalui one-off event atau membeli putus karya mereka saja. “Kami coba membawa paradigma bahwa UKM ini seperti startup. Dari segi ide dan produk sudah sangat mumpuni, tapi agar dapat menjadi bisnis yang scalable tentu butuh banyak pengembangan,” ujar Arie. Sementara itu, Mel Ahyar menambahkan, “Akan tetapi itu pasti melalui proses trial and error, jatuh-bangun yang sangat panjang. Bahkan ada UKM yang baru sukses setelah usahanya diwariskan ke generasi ke-sekian. Melalui inkubasi ini, kami berharap bisa mengakselerasi mereka menuju kesejahteraan.”

Program inkubasi ini dirancang dalam tiga fase yaitu dengan pra-inkubasi, inkubasi, dan pascainkubasi—yang berlangsung selama enam hingga dua belas bulan. Tahap awal menjadi ruang riset dan pencarian identitas visual baru bagi wastra Tanah Laut, sementara tahap berikutnya berfokus pada pendampingan teknis, manajerial, hingga produksi prototype. Hasil dari proses ini akan dikembangkan menjadi koleksi kolaboratif bersama Mel Ahyar Archipelago, yang pada akhirnya akan dipresentasikan dalam satu showcase besar bersama produk unggulan Tanah Laut lainnya. “Saya sangat optimis dalam time frame tersebut, para UKM sudah mampu menghasilkan karya yang bisa banyak berbicara di kancah nasional,” tutur  Mel Ahyar.

Melalui Tala Wastra Berdaya, semangat Tuntung Pandang dihidupkan kembali—melihat jauh ke depan tanpa melupakan akar budaya. Inisiatif ini menjadi langkah nyata untuk menjadikan wastra bukan sekadar warisan, melainkan fondasi ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Bahwa kain, motif, dan anyaman bukan hanya simbol tradisi, tetapi juga bahasa ekspresi masa kini yang menghubungkan kreativitas, kebanggaan, dan kesejahteraan masyarakat Tanah Laut.