FASHION

2 Agustus 2021

Mengenal Sosok Manolo Blahnik, Desainer Di Balik Sepatu Favorit Carrie Bradshaw


Mengenal Sosok Manolo Blahnik, Desainer Di Balik Sepatu Favorit Carrie Bradshaw

Siapa yang tak mengenal sosok karakter fiktif, Carrie Bradshaw? Gayanya yang eksperimental dan berani dalam serial TV Sex and the City menjadikannya salah satu figur mode ikonis sepanjang sejarah. Mulai dari urusan gaya rambut, jinjingan, hingga ihwal alas kaki, Carrie menjadi kiblat para pecinta mode di belahan dunia manapun.

Meski alur cerita Sex and the City bergumul pada kisah percintaan Carrie serta ketiga sahabatnya, kita tak dapat pula melupakan kisah asmara terbesarnya yang kian terjalin selama enam musim lamanya; Manolo Blahnik sang desainer sepatu.

From Lizard's Feet...

Lahir di Kepulauan Canaria, dari seorang ibu berkebangsaan Spanyol dan ayah berkebangsaan Ceko, Manuel Blahnik Rodríguez telah memiliki ketertarikan khusus pada sepatu sedari kecil. Sebagai seorang anak yang tinggal dan tumbuh besar di Kepulauan Canaria, lelaki yang memiliki panggilan akrab Manolo ini memiliki hobi membuat sepatu dari kertas timah untuk kadal-kadal yang berkeliaran di kebun orangtuanya. Pasangan sepatu marabou mulesyang dikenakan oleh Barbara Stanwyck dalam film Double Indemnity menjadi memori paling awal kecintaan Manolo pada sepatu. Ia juga ingat bahwa di kepulauan Spanyol, para perempuan banyak mengenakan espadrilles, terutama espadrilles Catalonian dengan banyak lilitan tali yang memeluk kedua pergelangan kaki. Walau sepatu-sepatu ini menjadi kenangan pertama Manolo akan sepatu, rancangan pertama Manolo sedikit jauh dari angan tersebut. 

Sebelum kepindahannya ke Paris di tahun 1965, Manolo sempat mengenyam pendidikan bahasa dan kesenian di Jenewa, Swiss. Hijrah ke Paris, ia memutuskan untuk menjadi seorang desainer set. Tiga tahun kemudian, Manolo pindah ke London pada tahun 1968, dimana ia menjadi penulis untuk Vogue Italia dan bekerja di Zapata, sebuah butik hip di pusat kota London. Jalan hidup Manolo berubah untuk selamanya ketika ia datang menyambangi kota New York di tahun 1970, dan memperlihatkan sketsa-sketsa rancangan teatrikal miliknya kepada Diana Vreeland. Vreeland dengan segera menangkap potensi Manolo yang tersirat dalam sketsa-sketsa sepatunya. Ia pun menganjurkan Manolo untuk fokus pada alas kaki saja. Manolo mendengarkan saran Vreeland dan memutuskan untuk banting setir menjadi seorang ‘tukang sepatu’. 

Rancangan sepatu Manolo Blahnik untuk Kansai Yamamoto.

Sepatu pertama rancangan Manolo khusus ia ciptakan untuk desainer Kansai Yamamoto. Bertajuk The Brick, pasangan sepatu yang terinspirasi dari sandal geta ala Jepang ini ia rancang sendiri dalam waktu satu minggu dan masing-masing dibuat oleh tangan. Ia mempergunakan materi gabus yang kemudian dikorporasikan dengan kulit patent dalam pilihan warna hijau, merah, dan pink. “Saya tidak pernah menyukai sepatu-sepatu berat dengan siluet tersebut karena apabila Anda pendek, sepatu-sepatu ini akan membuat Anda terlihat semakin pendek,” ujarnya dalam sebuah wawancara. Hal ini tentunya begitu ironis mengingat kini Manolo dikenal dengan sepatu-sepatu bertumit tinggi miliknya.

Rancangan sepatu Manolo Blahnik untuk Ossie Clark.

Tak lama setelahnya, Manolo berkolaborasi dengan desainer Ossie Clark, yang saat itu tengah naik daun, dan meluncurkan sejumlah sepatu yang menjadi favorit pribadi Manolo. Sepasang sandal yang terinspirasi dari semak ivy dan berhiaskan buah ceri, menjadi pasangan favorit Manolo, bahkan hingga hari ini. Ada pula sepasang stiletto dalam kombinasi warna cerulean dan merah, dengan sol karet berwarna putih yang menuai atensi saat debut di tahun 1972. Kesuksesan ini mengantarkan Manolo pada pembukaan butik pertamanya di Chelsea, London, pada tahun 1973. 

...to Carrie Bradshaw's

Karier Manolo Blahnik tentunya mencapai level berbeda ketika produk-produknya berulang kali dilibatkan dalam serial televisi ikonis Amerika, Sex and the City (1998). Seluruh dunia tentu tahu bahwa Carrie Bradshaw, sang tokoh utama yang diperankan oleh aktris Sarah Jessica Parker, adalah fans terberat Manolo Blahnik. Anda tentu masih ingat betapa hancurnya Carrie ketika harus rela menyerahkan tas Fendi Baguette serta sepatu Manolo Blahnik miliknya karena ditodong dalam episode What Goes Around Comes Around (Season 3, Episode 17). Pasangan sepatu ini bahkan mampu menjadi pokok cerita dan mengubah dinamika hubungan Carrie dengan karakter lainnya. Masih ingat bagaimana Carrie bertengkar hebat dengan Aidan, mantan kekasihnya, saat anjing peliharaan Aidan mengunyah sandal strappy berwarna turquoise favoritnya (Season 4, Episode 16)? Atau saat tali pertemanan Carrie terputus karena ia kehilangan sepasang sepatu Sedaraby d’Orsay miliknya di apartemen Kyra? (Season 6, Episode 9)?

Kepopuleran sepatu Hangisi kreasi Manolo Blahnik tak kian luntur meski sepuluh tahun telah berlalu. Kini, di tahun 2021, pasangan sepatu tersebut kembali mencuri perhatian ketika Sarah Jessica Parker mengenakannya kembali kala syuting serial sekuel dari Sex and the City, And Just Like That.... Hal ini tentunya menjadi kejutan manis bagi para penggemar Carrie Bradshaw dan serial ikonis tersebut.

Sejak momen itu, tak terhingga banyaknya perempuan di Manhattan (dan dunia) yang rela merogoh kocek lebih untuk berbelanja di Manolo Blahnik dan berlarian menyusuri kota dengan menjinjing tas belanja Manolo Blahnik. Dari begitu banyak alas kaki yang terlibat dalam hidup seorang Carrie Bradshaw, ada satu pasang sepatu yang mencuri perhatian dunia. Ialah, sang Hangisi, pumps yang terbuat dari materi satin berawarna biru cobalt dan berhiaskan dekorasi kristal pada bagian depannya.

Rancangan sepatu Hangisi.

Pasangan sepatu istimewa ini menjadi pilihan 'something blue' Carrie ketika ia akhirnya menikahi Mr. Big di film layar lebar Sex and the City (2008). Tentunya tak butuh waktu lama bagi para penggemar Sex and the City untuk mengikuti jejak Carrie. Pasangan sepatu tersebut sempat menjadi pilihan banyak calon pengantin untuk menyempurnakan penampilan mereka di hari bahagia.

Konsistensi karier sepanjang 40 tahun pun terlihat begitu mudah di tangan Manolo Blahnik. Hal ini tentunya berakar pada kegigihan Manolo dalam mengembangkan kerajinan sepatunya. Pabrik sepatu adalah tempat favoritnya, dimana ia dulu belajar langsung dengan para operator mesin, tukang potong pola, dan para teknisi. “Saya tahu betul bagaimana cara memotong, memotong bagian ini (bagian samping sepatu), dan membuatnya tetap melekat di kaki. Saya tahu rahasia dari toe cleavage, bagian terpenting dari seksualitas sebuah sepatu. Anda hanya dapat memperlihatkan dua belahan pertama. Begitu pula dengan tumitnya. Bahkan dengan tinggi 12 sentimeter, sepasang sepatu harus tetap terasa aman – dan ini merupakan pertanyaan menyoal keseimbangan. Itulah sebabnya saya memahat sendiri tiap tumit sepatu saya – dengan mesin lalu dengan pahatan dan kikiran tangan, hingga semuanya terasa sempurna,” beber Manolo.

            Tak hanya dibuat dengan ‘benar’ dan stylish, Manolo turut dikenal lewat produk-produk alas kakinya yang, tak disangka, nyaman. “Hal ini merupakan pujian terbesar yang telah dilayangkan masyarakat kepada saya,” ujarnya. “Sepasang sepatu haruslah nyaman. Apabila tidak, Anda tentunya akan membenci saya!”

PUTTING HIS BEST FOOT FORWARD

Kini di usianya yang akan menginjak 79 tahun, tak ada tanda-tanda bagi dirinya untuk memperlambat langkah. Alih-alih pensiun dan beristirahat, ia masih terus menantang dirinya untuk terus melakukan gebrakan-gebrakan baru.

Di pertengahan tahun 2015 misalnya, Manolo memutuskan untuk meluncurkan enam tas malam berhiaskan kristal Swarovski yang sepenuhnya terinspirasi dari jajaran sepatu paling ikonis miliknya. Sadar bahwa jajaran sepatunya ini merupakan sebuah keharusan bagi para perempuan untuk menghadiri acara-acara formal, Manolo membuat koleksi tas malamnya yang bak permata sebagai pelengkap yang serasi.  “Semua perempuan membutuhkan permata. Sesuatu yang sangat spesial dan indah. Tak ada yang lebih mengagumkan dari sepasang tangan feminin, memegang objek bak permata,” ujar Manolo.

2016 menjadi tahun penting bagi Manolo Blahnik, dimana ia akhirnya membuka butik keduanya di Burlington Arcade, London, 44 tahun setelah butik pertamanya, dan mengumumkan proyek kolaborasinya dengan berbagai ikon mode serta label mode lainnya. Kolaborasinya dengan Rihanna, sebagai contoh, merupakan sebuah langkah unik. Pasalnya, tak hanya usia mereka terpaut jauh, Manolo dan Rihanna memiliki gaya yang cukup berbeda. Manolo dikenal dengan produk-produk alas kakinya yang feminin bak Audrey Hepburn, sedangkan Rihanna terkenal dengan attitude rebellious-nya, baik untuk urusan musik maupun fashion. Meski begitu, keduanya mampu berkolaborasi dan melahirkan sederetan produk unik, termasuk sepatu bot denim 9-to-5 yang begitu didambakan. “Saya menyukai tantangan. Sangatlah luar biasa bagi saya untuk bisa berkolaborasi dengan seorang perempuan muda dan vivaciousseperti Rihanna,” ujar Manolo dalam sebuah kesempatan. “ Saya rasa, penggabungan buah pikiran kami telah menghasilkan sesuatu yang spesial. Saya sungguh berharap masyarakat menyukai kombinasi ini.”

Rihanna mengenakan sepatu bot rancangannya bersama Manolo Blahnik.

Kejutan lain kembali datang ketika produk-produk Manolo Blahnik mencuri perhatian di gelaran mode Vetements, bertepatan dengan helatan Haute Couture Fashion Week, pada bulan Juli 2016 silam. Meminjam siluet klasik sepatu Hangisi, Demna Gvasalia, sang direktur kreatif ‘menghancurkan’ dan merekonstruksi pasangan sepatu ikonis tersebut menjadi baru. Tentunya menarik melihat sang ahli sepatu berkolaborasi dengan label kekinian dengan pangsa pasar yang jauh berbeda. “Saya rasa kini saatnya untuk memadankan brand berbeda dan mengenakannya dengan cara yang Anda mau,” ujarnya ketika ditanya menyoal keputusannya berkolaborasi dengan Vetements. “Saya menyukai perbedaan itu, itulah sebabnya saya begitu tertarik dan mengatakan ya ketika mereka menghubungi saya.”

Melihat keterlibatannya dalam beragam proyek seperti film dokumenter, buku, serta ekshibisi , tampaknya tak akan ada yang mampu memperlambat langkah Manolo Blahnik. “Saya mencintai apa yang saya lakukan,” ujarnya. “Saya menantang diri saya snediri: Ini tidak cukup baik. Saya harus melakukan lebih baik lagi. Inilah yang mendorong saya untuk tetap maju – ini alamiah bagi saya. Begitu banyak orang telah bertanya kepada saya berulang kali, ‘Mengapa Anda tak mengerjakan kacamata atau topi, atau lainnya. Are you out of your mind? Saya tidak ingin melakukan hal-hal itu. Tidak. I do shoes, and I do the best I can.”