18 September 2019
Maia Estianty: Percaya Akhir yang Bahagia

Bak mitos, presensi Maia Estianty berkumandang layaknya sesosok Dewi lewat ketangguhan dan toleransi hati yang mengayomi. Ia berkisah akan cita-cita #semakintuasemakinbahagia.
Saya bertanya pada lima orang perempuan berlatar belakang berbeda: apa yang kira-kira ingin ditanyakan kepada Maia Estianty? Tanpa penjelasan lebih lanjut, kelimanya familiar dengan sosok yang saya maksud. Semua menjawab kurang lebih sama, walau tidak saling mengenal satu sama lain, “Bagaimana cara Maia menjadi perempuan tangguh, sabar, dan berhasil?”

Tangguh. Sabar. Berhasil. Tiga kata besar yang mengukuhkan Maia sebagai salah satu sosok panutan di jagat Indonesia. Kelima perempuan tersebut mengaku cukup memahami jalan hidup sang musisi yang selama ini diekspos tanpa saring oleh sejumlah media untuk konsumsi publik. Dan bagi mereka, jalan hidup tersebut patut diacungi dua jempol, karena mampu mendorong keyakinan para perempuan bahwa terhadap public figure pun karma nyata berbicara.
Sifat Maia dielu-elukan sebagai persona teladan dalam mengarungi rumah tangga, yang kemudian menjadikannya legenda bagi kaum Hawa. Di balik segala kemelut pribadi, Maia senantiasa berkarya sebagai musisi. Berprofesi sebagai produser, sejumlah vokalis Tanah Air memburunya untuk dikreasikan. Tak heran sepak terjangnya kerap menjadi topik publik bermartabat, nyaris tanpa cela. Selang beberapa hari di sebuah siang, saya duduk berdampingan dengan perempuan yang kerap dipanggil dengan sebutan “Bunda Maia” tersebut. Ia tertawa kala saya bercerita tentang respon para perempuan yang pernah saya tanyakan beberapa hari silam—tentang pandangan-pandangan mereka terhadapnya.
“Saya tidak pernah berencana untuk jadi seorang panutan. Tapi Alhamdulillah sekali kalau orang melihat saya seperti itu,” pungkasnya sambil tersenyum. Sebagai public figure dengan reputasi terpuji, momen yang mengukuhkan seorang Maia Estianty sebagai role model bagi banyak perempuan Indonesia adalah kala ia menikah untuk kedua kali. Walau telah tuntas lebih dari satu dekade, kemelut rumah tangganya di masa lalu sulit terlupakan oleh publik.

Lalu setelah menjalani hidup mandiri untuk waktu yang terbilang lama tanpa sekali pun mencipta berita tentang hubungan asmara, di bulan Oktober tahun 2018 silam, ia mengejutkan publik dengan melangsungkan pernikahan di Jepang. Menikah dengan pengusaha ternama, Irwan Mussry, President & CEO Time International (PT. Timerindo Perkasa Internasional) lembaran baru ini dianggap Maia sebagai jawaban dari doa-doa yang senantiasa ia panjatkan tiap kali menjalankan ibadah umroh hampir setiap tahun. Untuk sekian lama, di tanah Mekah, harapan untuk mendapatkan seorang pendamping hidup kerap dihaturkan. Hingga jodoh itu dipertemukan lewat seorang kerabat. Lalu setelah dua setengah tahun bersama, pernikahan pun terhelat.
“Awalnya saya tidak mau dijodohkan dengan beliau karena keluarga kami kenal dekat sewaktu saya masih sekolah di Surabaya. Kakak saya bersahabat dengan adik beliau. Masa ‘dia lagi dia lagi’,” ucap Maia tergelak. “Tapi teman saya memang gigih sekali. Dia berhasil membuat kami berkomunikasi setelah beberapa pertemuan kami sebelumnya yang berakhir tanpa kontak.”
Pernikahan ini pun diakui Maia tidak memerlukan banyak adaptasi antara keduanya. “Kami berdua sama-sama orang yang santai, enggak ribet, mandiri dan satu visi,” ia menjelaskan. Layaknya seremoni yang terhelat di Jepang adalah buah dari penyatuan visi keduanya yang mendambakan suasana intim dalam pernikahan serta minim exposure dari media. Walau sempat ada rencana untuk menikah di Mekah yang alih-alih gagal, lalu Jepang menjadi opsi akibat hubungan baik dengan pemilik Masjid Camii di Tokyo yang menjadi lokasi momen sakral tersebut.
“Dengan adanya suami saya sekarang… ibarat Tuhan memberikan hadiah terindah untuk saya setelah sekian tahun melajang. Karakter-karakter yang saya idamkan untuk bisa menjadi jodoh saya, hampir semua ada di beliau,” ia tersenyum. Ia berkisah tentang rumah tangganya yang kini berlangsung ‘bebas drama’ karena keduanya saling percaya dan cukup santai dalam menjalaninya. “Enggak ketemu tiga hari karena kesibukan sih sudah biasa. Dan kalau pas bareng, setiap malam di rumah pasti kita mendengarkan musik seperti Earth Wind and Fire atau Michael Jackson.”

Bila mendengarkan musik bersama pasangan bisa dilakukan semua orang, lalu mengapa pernikahan Maia dianggap istimewa?
Yang dipahami publik adalah kondisi Maia sebagai ‘korban’ dari prahara rumah tangganya di masa lalu. Dan setelah sekian tahun ia bersabar diri menelan nasib, kini lembaran baru kehidupannya memaparkan kebahagiaan yang tak terkira dan membuktikan bahwa karma itu nyata. “Usaha untuk melakukan hal-hal baik itu selalu ada, tapi semua itu kan kuasa Tuhan. Saya percaya kalau kita di-zalim-i orang, hal terbaik untuk kita lakukan adalah diam dan biarkan Tuhan yang membalas. Walaupun enggak gampang untuk diam, jadi saya ketawa-ketawa saja,” ia terbahak.
Proses menuju ikhlas dipelajari Maia dari seorang guru spiritual yang pernah mengingatkannya akan makna hidup. Tak lama, pelajaran tersebut harus dipraktikkan saat segala yang ia miliki hilang satu per satu. “Saat itu mulai kehilangan suami, kehilangan anak, kehilangan pekerjaan, dan lainnya. Dulu masih susah untuk ikhlas, jadi proses menangisnya terlalu lama. Andaikan itu terjadi sekarang, saya pasti bisa lebih cepat move on. Apalagi kalau dulu tahu akan diganti dengan yang jauh lebih baik seperti sekarang, saya enggak mau tuh nangis lama-lama.”
Sebuah kalimat yang menjadi mantra baginya: “Tidak apa-apa hilang, pasti akan diganti yang lebih baik” senantiasa diucapkan setiap hari sejak sepuluh tahun lalu. Mantra tersebut dianggap sebagai doa yang membantunya lebih berserah diri pada kehidupan. Regardless of time, doa tersebut diyakini akan terkabul. Seperti yang terjadi saat ini. “Prinsip saya dalam hidup itu ‘dijalani saja’. Mimpi setinggi-tingginya, tapi tidak perlu dibawa stres untuk mencapainya, karena itu semua urusan Tuhan. Percaya saja bahwa pasti terwujud.”

Karena untuk menghadapi dunia ini tanpa keyakinan yang teguh adalah mustahil. Bagi Maia, untuk mampu memiliki iman yang kuat diiringi hati dan akal yang tenang merupakan kunci untuk dapat melalui segala masalah stress-free. “Kita harus bisa bersikap bijak dalam menghadapi dunia. Karena cobaan itu datang tanpa peringatan. Tiba-tiba Anda harus bercerai. Atau tiba-tiba anak Anda menyebabkan kecelakaan mobil yang memakan banyak korban. Kalau iman Anda lemah, mustahil bisa melalui semua tekanan tanpa stres yang berlarut-larut,” ungkapnya lantang.
Pengalaman hidup orang lain bisa jadi banyak yang lebih berliku, akan tetapi dengan kondisi tiap jengkalnya yang menjadi konsumsi publik, musisi kelahiran 27 Januari 1976 ini jelas lebih ahli. Memegang teguh prinsip ‘ikhlas’ selama mengarungi prahara kehidupan dan kini memetik hasil kesabaran yang berbuah kebahagiaan, Maia tetap tak menutup diri pada segala kesempatan. Selain menjalani lembaran rumah tangga baru, hari-harinya kini disibukkan dengan berbagai kegiatan meriah. Semisal menjadi juri di kontes Indonesian Idol yang telah dilakoninya semasa beberapa season terakhir. Mengisi posisi sebagai salah satu sosok di panel juri bersama sejumlah musisi lainnya, Maia meralat pandangan masyarakat yang menganggapnya sebagai vokalis.
“Saya bukan penyanyi, saya produser. Saya bukan hanya mendengar suara, tapi juga melihat talenta di balik tiap kontestan dan langsung membayangkan genre musik seperti apa yang bisa saya ciptakan untuknya serta kapabilitas orang tersebut,” ia meralat panjang lebar. Mengaku telah pensiun memproduksi musik sejak studionya diambil alih oleh anak bungsunya dan peralatan musik diambil anak sulungnya, terkadang ia tetap masih membantu beberapa musisi dengan syarat tidak membuat lagu yang muram. Selama ia tidak harus menarik energi kesedihan untuk menciptakan sebuah lagu, maka ia akan membantu. Karena masa bersedih dianggap telah lewat. Sulit untuk benar-benar pensiun karena musik selalu menjadi hobi bagi Maia.

“Sehari-hari saya kerja di rumah untuk mendistribusi produk kecantikan yang sudah saya lakoni sejak beberapa tahun terakhir,” ia bertutur tentang kesibukan lain yang juga memberi gairah selain musik. Setelah pernah melahirkan beberapa usaha seperti record label dan karaoke, kini Maia terjun ke dunia kecantikan. EMK adalah label yang berada di bawah naungannya selama beberapa tahun terakhir hingga kini memiliki klinik. “Dari dulu saya suka sekali ke klinik kecantikan sampai paham perawatan dan obat yang digunakan. Senangnya bukan main sekarang bisa punya klinik sendiri,” jelasnya antusias. Label tersebut kerap dipasarkan melalui media sosial. “Sayang kan punya followers banyak kalau tidak digunakan. Kalau musik dapat hasil royalti beberapa bulan sekali, tapi kalau ini saya dapat hasil setiap hari.”
Ia pun mengakui bahwa aspek bisnis menjadi hal yang mendekatkan ia dan suami. Sebagai sesama pengusaha, keduanya senantiasa berbagi cerita dan strategi. “Tapi strategi saya jauh lah dibanding beliau. Saya kan hanya online marketing dari media sosial. Saya juga yang mengerjakan sendiri. Kebetulan saya dulu kuliah di jurusan komunikasi Universitas Indonesia jadi lumayan paham dan saya terima report dari karyawan setiap hari di rumah. Rumah adalah kantor saya, karena itu media sosial sangat membantu saya untuk bekerja dari rumah.”
Penjelasannya seolah mengafirmasi arti kata “berhasil” yang diutarakan lima perempuan yang saya tanyakan beberapa hari silam. Keberhasilan yang berupa keseimbangan spiritual dan karier, juga keseimbangan dalam menjalankan kehidupan pribadi dan tetap berkarya. “Saya selalu berpesan pada ketiga anak saya bahwa mereka boleh menjadi apa pun di dunia ini, asalkan yang terbaik,” layaknya profesi sebagai produser perempuan yang sangat langka di Tanah Air menyatakan kariernya di dunia musik telah mencapai titik puncak. Bukan hal yang mustahil bagi Maia Estianty sebagai sosok perempuan yang berdaya seutuhnya.