LIFE

18 Juli 2021

Memilih Investasi yang Tepat Untuk Masa Depan


Memilih Investasi yang Tepat Untuk Masa Depan

Suatu anggapan tentang kemakmuran yang sering terdengar adalah jika mau jadi orang kaya, makmur, dan sejahtera, maka caranya dengan memiliki penghasilan yang besar. Oleh SAFIR SENDUK.

Sejak kecil kita seringkali diajarkan agar rajin belajar, menempuh pendidikan setinggi mungkin. Setelah lulus, melamar kerja perusahaan besar—kalau bisa perusahaan multinasional—supaya dapat gaji yang besar. Raih prestasi sehingga karier melejit, angka gaji pun ikut naik. Dari situ, mulailah menyicil ini dan itu. Mulai dari mobil, sampai handphone. Pelan-pelan menyicil rumah. Kalau sudah 4-5 tahun, ganti merek mobil dan handphone dengan yang lebih mewah. Kalau sudah 5-10 tahun kerja, Anda bisa pindah ke perusahaan lain yang tawaran gajinya lebih besar sehingga ‘mainan’ yang Anda cicil bisa lebih mahal. Intinya, semakin tinggi karier dan semakin besar gaji, semakin Anda kaya.

Padahal kekayaan Anda nyatanya bukan berasal dan tidak dilihat dari besarnya gaji Anda. Tapi seberapa besar dari gaji tersebut yang bisa Anda sisihkan untuk diinvestasikan.

Bukan 1-2 kali saya melihat ada dua orang yang sama-sama karyawan, yang satu jabatannya lebih rendah dan satu lagi lebih tinggi. Keduanya bekerja di perusahaan yang sama sehingga logikanya, yang jabatannya tinggi tentu punya gaji lebih besar. Nyatanya, seringkali mereka yang jabatannya lebih tinggi belum tentu lebih kaya dibanding karyawan yang jabatan dan gajinya lebih rendah. Apa yang membedakan?

Investasinya.

Ulie March (Louisa Models) for ELLE Indonesia May 2021 photography Franzi Raake styling Anna Rai

Karyawan yang jabatannya lebih tinggi tidak melakukan investasi sama sekali. Pendapatannya habis untuk membayar gaya hidup yang dia rasa perlu untuk pekerjaan dan jabatan setinggi dia. Membeli kendaraan yang harganya di luar kemampuan, menyicil rumah di lokasi premium yang mungkin sebenarnya belum sanggup ia cicil, hingga kebiasaan mentraktir sana-sini yang sebenarnya tidak perlu.

Sebaliknya, karyawan yang jabatannya lebih rendah, walaupun gaji dan bonusnya lebih minim, tapi dia mau memaksakan diri untuk menyisihkan pendapatannya untuk diinvestasikan. Tentu saja gaya hidup harus ikut disesuaikan. Orang lain gonta-ganti handphone, dia tidak peduli. Dia malah belajar hidup minimalis. Setelah beberapa tahun, investasinya mulai menghasilkan dengan nilai yang terus berkembang.

Kesimpulannya: kekayaan bukan dilihat dari besarnya gaji bulanan Anda, tapi seberapa banyak investasi Anda. Itulah mengapa, apa pun profesi Anda, penting untuk selalu menyisihkan penghasilan buat diinvestasikan. Di masa depan, investasi Anda yang akan menghidupi sehingga Anda punya pilihan apabila Anda harus berhenti bekerja.

Salah Paham Dalam Investasi

Salah Paham dalam Investasi
Viktoriia (Mad Models) for ELLE Indonesia March 2021 photography Alyona Kuzmina styling Ana Tess

Banyak orang mengira bahwa keberhasilan investasi sangat bergantung pada berapa besar return atau hasil investasi yang didapatkan. Memang betul bahwa semakin besar hasil investasi, makin sukses investasi Anda. Tapi yang perlu Anda tahu bahwa hasil investasi yang Anda dapatkan itu seringkali di luar kendali Anda. Anda tidak bisa mengendalikan berapa besar bunga deposito, berapa besar kenaikan harga saham, kenaikan harga properti, dan sebagainya. Sehingga sebetulnya, kunci sukses investasi bukan terletak pada besaran hasil investasi Anda, tapi seberapa besar yang bisa Anda investasikan tiap bulan. Kalau biasanya Anda menginvestasikan

Rp10 juta tiap bulan, apakah di bulan ini bisa Anda tingkatkan jadi Rp15 juta tiap bulan? Apakah bulan depannya lagi bisa Anda tingkatkan jadi Rp20 juta per bulan? Saya menekankan bahwa jumlah investasi Anda tiap bulan lebih penting daripada hasil investasi Anda. Karena hasil investasi itu di luar kuasa kita, sementara yang bisa kita kendalikan adalah berapa jumlah yang bisa diinvestasikan setiap bulan.

Bermacam Produk Investasi

elle indonesia- new normal - photography alexander saladrigas - styling jenny kennedy
Taja Feistner (Premier Model Management) for ELLE Indonesia April 2019 photography Alexander Saladrigas styling Jenny Kennedy

Terlalu panjang apabila kita mau membahas semua produk investasi. Namun produk investasi bisa dibagi menjadi beberapa jenis: dilihat dari wujudnya, dan dilihat dari jenis pendapatannya.

Dari bentuknya, ada tiga macam produk investasi:

  • Investasi Nyata (Real Investment), yaitu produk investasi yang ada bentuknya, ada barangnya. Contohnya seperti emas, properti, atau barang koleksi.
  • Investasi Kertas (Paper Investment), yaitu produk investasi yang tidak berbentuk barang, tapi berupa dokumen. Misalnya saham, reksa dana, dan obligasi.
  • Investasi Digital (Digital Investment), yaitu produk investasi yang tidak ada bentuknya, tidak bisa dipegang, namun juga bukan berupa kertas dokumen, melainkan berbentuk digital dan biasanya berbasis internet.

Apabila dilihat dari pendapatannya, hanya ada dua macam produk investasi:

  • Investasi Pendapatan Tetap (Fixed Income Investment). Di sini, aset memberikan pendapatan yang rutin, bisa sebulan atau setahun sekali, walaupun angkanya tidak harus tetap. Contohnya deposito (memberi pendapatan tetap berupa bunga), obligasi (juga memberi bunga), saham (memberi pendapatan tetap berupa dividen alias pembagian laba), serta properti (memberi pendapatan tetap berupa uang sewa kalau properti itu disewakan).
  • Investasi Pendapatan Bertumbuh (Growth Income Asset). Di sini, keuntungan investasi yang didapatkan bukan berupa pendapatan tetap seperti bunga atau uang sewa, tapi berupa kenaikan nilai. Bertumbuh. Contohnya saham (nilainya bisa tumbuh jadi lebih mahal harganya di masa mendatang), reksa dana (harga Unit Penyertaan (UP) nya bisa naik), emas (harganya naik di masa depan), aset kripto (nilainya dapat meningkat), serta properti (nilainya juga bisa naik). Tentunya ada risiko bahwa nilai investasi Anda bisa saja bukannya naik, tapi malah turun. Emas yang Anda beli dengan harga Rp900 ribu per gram misalnya, bisa saja di masa mendatang menjadi Rp850 ribu per gram.

Pertumbuhan tentu memiliki potensi untung yang lebih besar, tapi risikonya juga besar. Sebaliknya, Pendapatan Tetap potensi untungnya lebih kecil, tapi risikonya juga lebih kecil.

Cara Pilih Investasi

Sneja (Rad Models) for ELLE Indonesia June-July 2020 photography Zaky Akbar styling Sidky Muhamadsyah
Sneja (Rad Models) for ELLE Indonesia June-July 2020 photography Zaky Akbar styling Sidky Muhamadsyah Makeup artist & hair stylist Linda Kusumadewi photographer assistant Hunter Tambunan

Ada beberapa metode yang bisa dipilih. Metode pertama dengan melihat dari umur Anda. Semakin muda usia Anda, semakin tidak apa- apa bagi Anda memilih produk investasi yang memberikan potensi untung besar, dalam hal ini tentu produk-produk Pertumbuhan. Saham misalnya. Tapi risikonya kan besar? Tenang, Anda masih muda, asumsinya, uang itu belum tentu Anda pakai dalam waktu dekat, kan? Artinya tidak apa-apa jika nilainya turun. Toh yangnya masih belum akan dipakai. Anda masih punya banyak waktu untuk menunggu nilainya naik ataupun memindahkan investasi Anda ke produk lain.

Sebaliknya, kalau Anda sudah menjelang pensiun, memasukkan uang ke produk investasi Pertumbuhan seperti saham jelas bukan keputusan yang baik karena risikonya besar. Jika Anda sudah berusia matang atau malah sudah mau pensiun, masukkan uang Anda ke produk investasi Pendapatan Tetap seperti deposito atau properti yang disewakan, sebab risikonya lebih kecil. Di usia menjelang pensiun, apabila Anda memasukkan uang ke produk investasi Pertumbuhan, maka ketika nilainya menurun, sementara uangnya mau dipakai dalam waktu dekat, Anda akan dibuat repot. Sehingga, semakin cepat kebutuhan pemakaian kembali uang Anda, maka Anda harus memasukkan uang ke produk investasi yang risikonya lebih rendah, dalam hal ini pendapatan tetap.

Metode kedua, yakni dengan melihat dari karakter. Beberapa orang yang masih muda, merasa khawatir masuk ke Produk Pertumbuhan seperti saham. Dia merasa lebih aman masuk ke produk Pendapatan Tetap seperti deposito. Sebaliknya, sebagian orang yang berusia matang, merasa lebih nyaman masuk ke Produk Investasi Pertumbuhan seperti mengoleksi lukisan dan tidak ingin masuk ke produk Pendapatan Tetap seperti obligasi.