Apakah Anda masih asing dengan istilah fintech (financial technology)? Pada era digital, fintech telah menjadi bagian siginifkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Fintech dikenal sebagai layanan perbankan konvensional yang merambah ke digital. Kapan Anda terakhir kali datang ke cabang bank untuk melakukan transaksi perbankan? Transfer antar rekening, pembayaran tagihan, pembelian produk investasi, hingga pembukaan rekening pun saat ini telah dapat dilakukan melalui ponsel atau laptop saja.
Tak ayal, teknologi berperan besar dalam menjangkau konsumen dan mengefisienkan biaya. Selain itu, Anda pun semestinya telah akrab dengan Go-Pay atau OVO sebagai produk fintech. Atau apakah Anda mengasosiasikan fintech adalah ‘rentenir online’, penyedia pinjaman online dengan bunga mencekik seperti yang berkali-kali viral di media sosial?
MENGENAL FINTECH
Pada dasarnya, fintech adalah penyedia layanan finansial berbasis teknologi. Berdasarkan klasifikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fintech 2.0 dioperasikan lembaga keuangan, sementara fintech 3.0 dioperasikan oleh technology start-ups (perusahaan rintisan teknologi). Selain itu, dikenal pula kategorisasi fintech berdasarkan jenis inovasinya. Pertama, payment, clearing, dan settlement, yaitu penyedia layanan pembayaran. Bagi masyarakat umum, fintech jenis ini lebih dikenal sebagai uang elektronik atau dompet elektronik (e-wallet).
Kedua, e-aggregator, yang dapat mengumpulkan dan membandingkan informasi produk keuangan, seperti kartu kredit, KPR/KPA, KPM dan asuransi. Dengan fintech agregator, konsumen dapat membandingkan harga, fitur dan manfaat beberapa produk keuangan sekaligus, agar dapat memilih produk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial.
Ketiga, manajemen resiko dan investasi, yaitu penyedia layanan pendukung perencanaan keuangan. Misalnya, pembelian produk investasi seperti reksadana dan obligasi, maupun produk asuransi. Keempat, fintech lending. Ada fintech lending yang hanya memberikan pinjaman kepada individu, atau dikenal sebagai pinjaman online. Selain itu, dikenal pula Peer-to-Peer (P2P) Lending, platform yang mempertemukan pemberi pinjaman (investor/ lender) dengan peminjam (borrower).
P2P LENDING: ALTERNATIF INVESTASI MASA KINI
Beberapa tahun terakhir, Platform P2P Lending mulai dilirik sebagai alternatif investasi, terutama karena imbal hasil (return) yang menarik. Sederhananya, P2P Lending tak ubahnya seperti e-commerce Tokopedia atau Bukalapak. E-commerce memfasilitasi terjadinya jual-beli, sementara P2P Lending memfasilitasi terjadinya pinjam-meminjam. Platform P2P Lending lazimnya tersedia secara web-based (memiliki website) ataupun berbasis aplikasi.
Dari Sisi Peminjam (Borrower)
Di era konvensional, pengajuan pinjaman ke bank atau lembaga keuangan lain mensyaratkan sejumlah kelengkapan administrasi, termasuk agunan. Selain itu, waktu pencairan pinjaman pun relatif lama, karena dibutuhkan analisis risiko serta harus tunduk pada aturan birokrasi berupa level otorisasi berjenjang di lembaga tersebut.
Bagaimana P2P Lending Bekerja
Setelah nilai pinjaman disetujui, maka kesempatan pendanaan ditampilkan di website atau aplikasi P2P Lending tersebut. Biasanya, disertakan pula sejumlah informasi, diantaranya: • Jumlah pendanaan yang dibutuhkan • Tingkat return dan jangka waktu pinjaman • Keterangan peruntukan pinjaman dan agunan yang disertakan • Progres pendanaan Investor yang sudah terdaftar di platform tersebut bisa mempelajari informasi yang disediakan, sebelum memutuskan untuk meminjamkan dana sebagai investasi.
Pada dasarnya, cara kerja pendanaan adalah crowdfunding, yaitu pendanaan secara kolektif. Maka, nilai pinjaman yang relatif besar, biasanya di kisaran ratusan juta rupiah, bisa saja didanai oleh banyak investor dengan nominal pendanaan bervariasi, bahkan mulai dari ratusan ribu rupiah. Dari Sisi Pemberi Pinjaman (Lender/Investor) Di sisi lain, P2P Lending menawarkan alternatif investasi yang menarik bagi pemberi pinjaman.
Return yang ditawarkan berkisar 10-20% per tahun atau hingga 2-3 kali lipat dari deposito. Sesuai dengan prinsip dasar berinvestasi, high risk high return, maka berinvestasi di P2P Lending pun memiliki risiko relatif tinggi. Keterlambatan pembayaran cicilan sangatlah mungkin terjadi, karena itu, instrumen ini tidak cocok untuk menyimpan dana darurat. Jika peminjam tidak mampu membayar dalam jangka waktu tertentu setelah jatuh tempo (biasanya 90 hari), maka pinjaman dinyatakan gagal bayar.
Setiap platform memiliki metode untuk memitigasi risiko gagal bayar, mulai dari sistem rating pada pinjaman, pemanfaatan big data untuk credit scoring (penilaian risiko), penyediaan fitur proteksi/asuransi pinjaman, dan sebagainya. Yang tak kalah penting adalah pemilihan platform P2P. Platform yang tidak kredibel memiliki risikonya sendiri, misalnya hilangnya uang investor.
TIP MEMILIH PLATFORM P2P LENDING
Pertama, pastikan platform terdaftar di OJK. Hingga bulan Februari 2018, tercatat 99 platform fintech lending yang telah terdaftar di OJK. Namun, tidak seluruhnya menyediakan layanan P2P Lending—sebagian di antaranya hanya memberikan pinjaman online. Kedua, pelajari platform P2P Lending yang Anda pilih kredibilitas perusahaan dapat tercermin dari tampilan website atau aplikasi, dan kualitas informasi yang diberikan.
Biasanya disediakan beragam informasi, baik kualitatif maupun kuantitatif, misalnya: berapa lama platform telah beroperasi, jumlah pendanaan yang telah disalurkan, tingkat kredit macet (Non-Performing Loan)—ini cukup penting sebagai gambaran tingkat risiko.
Cari tahu informasi mengenai investor penyandang dana dan seri pendanaan yang telah diterima, tim manajemen perusahaan, hingga penghargaan yang diraih, termasuk testimoni dari orang-orang yang telah mencoba platform tersebut.
TIP BERINVESTASI DI P2P LENDING
Pertama, pahami model pembiayaan, return dan risiko dari produk yang ditawarkan. Beberapa hal penting perlu diketahui di antaranya:
• Apakah peminjam adalah perusahaan, UMKM, atau individu?
• Apakah pinjaman ditujukan untuk kebutuhan produktif (seperti pengembangan usaha, solusi cashflow bisnis) atau kebutuhan konsumtif (personal loan)?
• Bagaimana rencana pengembalian pinjaman? Dibayarkan penuh ketika jatuh tempo, cicilan per bulan, fix return (return tetap) atau bagi hasil (contoh: akad syariah)? Sebagai catatan, untuk sistem bagi hasil, pokok pinjaman pun bisa jadi berkurang untuk menanggung kerugian bersama apabila peminjam mengalami kerugian.
• Adakah agunan jaminan untuk pinjaman tersebut? Apakah agunan berupa aset fisik, invoice, PO atau lainnya?
• Apakah Anda memahami sistem rating risiko di platform tersebut?
• Apa yang terjadi jika terjadi keterlambatan pembayaran?
• Adakah sistem proteksi/asuransi atau jaminan pengembalian?
Kedua, pelajari informasi mengenai biaya-biaya yang dikenakan kepada peminjam. Ada platform yang mengenakan biaya komisi, biasanya di kisaran 1% dari nominal investasi. Ada pula platform yang mengenakan biaya administrasi setiap kali Anda melakukan penarikan dana dari saldo akun.
TIP BERINVESTASI UNTUK PEMULA
• Mulai dengan nominal kecil dan jangka waktu pendanaan yang pendek.
• Diversifikasi. Sebagai contoh, dibandingkan Anda berinvestasi 10 juta rupiah pada satu pinjaman, lebih disarankan untuk mendanai 10 pinjaman yang masing-masing bernilai 1 juta rupiah. Strateginya, untuk meminimalkan risiko. Anjuran diversifikasi ini biasanya juga dimuat dalam situs atau aplikasi.